Akhirnya para pelayat banyak yang memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Na bangkit dari tempat duduknya, suaminya sudah memberi kode untuk pulang. Senyum dan jabat tangan memisahkan Na, bu RT, dan bu Las.
Di jalan menuju kebun kosong tempat parkir mobil, Na menggandeng suaminya. Mereka berjalan tergesa supaya bisa secepatnya sampai rumah. Kasihan bibi menunggu lama karena menjaga anak-anak.
"Dekkk... loh kok ketemu lagi?" Suara seorang perempuan mengagetkan Na. Ternyata suara Oma. Di sebelahnya ada Wen dan kedua anaknya.
"Iya Oma, habis melayat cuma ini saya mau pulang karena pemakamannya besok siang, " sahut Na.
"Oh gituuu.. ini Dek, kenalkan mantu Oma yang tadi pagi saya ceritakan. Wen, ini cucu saya, An sama En... " Oma mengenalkan Wen dan kedua anaknya. Wah ternyata benar, kata Na dalam hati. Na tersenyum menyapa ketiganya.
"Dek Na kalau mau lanjut monggo, suaminya sudah nunggu itu. Saya mau 2 hari disini. Kangen sama cucu-cucu saya ini. Mereka manis sekali dek... nggak pernah minta aneh-aneh kayak anaknya Ayu!"
"Mereka ini anak-anak yang takut akan Tuhan. Tidak pernah main IPad, main game, cuma nonton TV sama main bareng anak kampung"
"Iya kan dek Na, anak kalau dikasih IPad itu susah diajak komunikasi. Harganya juga mahal, " Oma masih lanjut bercerita. Na hanya mengangguk. Wen tersenyum dipuji mertuanya. Entahlah Na enggan menilai.
"Sudah ya dek, Oma jalan dulu..." pamit Oma menyudahi ceritanya. Na langsung merasa lega. Rasanya sungguh tak enak, bagaimanapun bu Ayu bukan orang jahat dan selalu sopan dengan mertua. Mengapa selalu dibandingkan dengan Wen? Na tak habis pikir. Kok sepertinya tidak nyambung sama sekali.
Dihempaskan pikiran negatif mengenai urusan orang. Na sudah duduk di samping suaminya. Mobil melaju menuju Cemara Hills, istana keluarganya.
***