Kafe Coklat
Semilir angin menyapa lembaran kain penutup tenda gazebo. Gelak tawa menghiasi malam yang digemari banyak orang. Jumat malam menjelang akhir pekan, beberapa orang memilih untuk hang out. Begitu juga keluarga Anton dan Bella. Sambil menunggu putrinya menonton bioskop bersama teman-temanya, mereka duduk di kafe Coklat.
"Pa, sayang ya tinggal selangkah Albert bisa jadi Romo. Sia-sia ya belasan tahun mempersiapkan diri?"
"Ya mungkin bukan jalannya untuk jadi Romo. Mau gimana lagi? Kita tidak bisa paksa"
"Hmmm... tapi kan nggak seharusnya dengan cara seperti ini? Kurang pantas. Sangat disayangkan"
"Lha terus piye? Memang begini adanya. Tak seharusnya kita menghakimi. Dalam hidup itu selalu ada misteri Ilahi, La... yang kita tak tau kenapa, tugas kita menjalani saja "
"Mama Albert pasti kecewa berat. Apalagi sudah bilang ke keluarga besar tentang rencana tahbisan anaknya. Siapa juga yang nggak bangga anaknya jadi imam ya?"
"Itu dia... aku rasa orangtua pihak perempuan sama malu dan marahnya. Kecewanya makin menjadi setelah tahu Albert adalan calon Romo"
Anton menggapai gawainya yang bergetar. Sedangkan Bella meneguk frapucino-nya hingga habis. "Kita jalani saja La... kita dimintai tolong. Tidak baik menahan kebaikan jika semua bisa kita lakukan" kata Anton kepada istrinya.
Malam sepertinya bersahabat dengan kedamaian. Tak ada perdebatan dan negosiasi antara Anton dan Bella. Jumat malam, satu malam lagi mereka akan menjadi wali nikah.
***