"Ardi ini juga nggak tahu-menahu. Tiba-tiba ditodong sama kakaknya. Tolong urus ponakanmu itu, begitu. Bisa kamu bayangkan lah La, perasaan kakak Ardi itu? Tidak tahu kejadian. Mereka sekeluarga shock berat. Pupus sudah harapan mereka. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga..."
Anton menarik nafas panjang. "La, belajarlah dewasa menghadapi kehidupan. Menghakimi bukanlah solusi untuk kejadian seperti ini, sudahlah..." rayu Anton kepada istrinya. Meyakinkan Bella memang bukan hal yang mudah. Dia tipe yang harus ada data dan fakta, lengkap dengan segala pertimbangan dan justifikasi untuk sebuah keputusan.
Bella masih tak bergeming. Pikirannya melayang dari satu bilik ke bilik permasalahan yang dipetakan oleh otaknya. Sementara Anton masih sabar menunggu respon dari istrinya yang "pemikir" itu.
"Kalau kamu mikir ini-itu sampai Bengawan Solo ya kejauhan La... Orangtua cewek Albert itu juga nggak mau datang. Mungkin malu dan merasa gagal mendidik anak gadisnya. Nggak kasian kamu?" lanjut Anton.
"Yang penting pihak orangtua mereka sudah memasrahkan urusan perwalian ini kepada Ardi sepenuhnya. Ardi meminta tolong ke kita."
"Aku pun juga nggak langsung terima kok kemarin. Kasihan aku lihat Ardi. Dia kebingungan dan nggak tahu mau bagaimana. Melas banget tauk.."
Bella masih menekuri semua omongan suaminya. "Benar tuh orangtuanya pasrahin ke Ardi? Sudah telpon?" tanya Bella.
"Iya sudah. Sudah telpon langsung. Mereka nggak sanggup datang dan menerima kenyataan ini. Sudahlah jangan menahan kebaikan jika kita mampu melakukan. Oke ya?"
"Oke deh. By the way emang kita pantas jadi wali nikah? Aku kan masih muda! Hahaha " kata Bella diiringi gelak tawa. Anton mencubit tangan istrinya.
"Sepuluh tahun bersamamu itu asyik, La. Tak asyik hanya saat meyakinkan kamu yang super duper njelimet mikirnya" kata Anton dalam hati.
***