Bella makin hanyut mengikuti kedua suara yang saling berlawanan. Suara hati nurani seakan terkalahkan dengan suara-suara negatif dari si iblis penggoda. Hingga tiba-tiba Ardi menolehnya.
"La, ini Ardi minta tolong kita jadi wali nikah ponakannya! Minggu depan nikahnya. Gimana?", tiba-tiba Anton memecah lamunannya. Buyar sudah suara-suara yang tadi merongrong batinnya sedari tadi.
"Eh... oh... hmmmm... gimana ya? Kamu yakin jadi wali nikah? Bukannya ituu .." tanya Bella kepada Anton. Dia ragu untuk menyelesaikan kalimatnya.
"Tapi kasihan loh, ini situasi emergency! Ya mau gimana lagi. Kedua orangtua mempelai nggak ada yang bisa datang", bujuk suaminya.
"Naik pesawat aja... bisa lah...", Bella berusaha menolak halus. Baginya lebih baik membantu tiket pesawat daripada bertaruh dengan menjadi wali nikah dari orang yang tak kita ketahui dengan pasti.
Ardi terlihat berusaha sabar dengan membiarkan Anton yang menjelaskan semuanya kepada Bella. Bella tetap bersikeras dengan pendiriannya tak mau menjadi wali nikah orang yang tidak dikenalnya langsung.
"Duh, nggak deh. Pernikahan Katolik itu berat. Bukannya nggak mau bantu, tapi...", Bella berusaha keras supaya tidak menyinggung perasaan Ardi. Ardi tetap tenang, namun di benaknya yakin Bella tidak paham permasalahannya.
"Bentar.. kayaknya aku perlu jelasin dari awal sama Bella", pinta Ardi secara halus.
"Loh tidak paham gimana? Dari tadi kan kita ngomongin ini. La, kamu nggak tahu masalah yang kita bahas apa? Albert itu keponakannya Ardi, anaknya tante Nani yang di kampung ibu" jelas Anton. Bella masih juga tak paham.
"Aku nggak tahu hihi... lha tadi ngomong pakai bahasa planet, gimana aku ngerti" jawab Bella.
"Oalahhhhhh.... ampun dehhh... jadi kamu nggak ngerti dari tadi omongan kami?", Anton menepuk jidatnya sendiri. Ardi tersenyum-senyum penuh arti.