Mohon tunggu...
M Alvian Putra S
M Alvian Putra S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hukum

I Don't Pray For A Miracle, But I Make Them

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku Sosiologi Hukum

30 September 2024   01:01 Diperbarui: 30 September 2024   01:13 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Judul Buku                 : Sosiologi Hukum
Penulis                        : Muhammad Ulil Abshor, S.H.I.,M.H
Kota Terbit                : Semarang, Jawa Tengah
Penerbit                      : CV Lawwana
Tahun Terbit            : 2022
ISBN                             : 978-623-5514-26-0
Jumlah Halaman     : 132 halaman (12 BAB)
Reviewer                     : Muhammad Alvian Putra Setiawan (HES 5C, 222111087)

BAB I (Lahirnya Sosiologi Sebagai Disiplin Ilmu)

Sosiologi hukum pertama kali diperkenalkan pada tahun 1882 oleh Anzilotti. Sosiologi hukum pada hakikatnya lahir dari hasil pemikiran ilmuwan baik di bidang filsafat hukum, ilmu hukum maupun sosiologi. Sosiologi hukum merupakan fenomena yang lahir pada abad ke XX. Perubahan-perubahan sosial, politik dan ekonomi pada abad ke XX sangat mendorong munculnya studi sosial terhadap hukum. Perubahan-perubahan tersebut meninggalkan banyak persoalan dalam hukum yang tidak mampu dijawab oleh suatu ilmu hukum yang hanya dibatasi pada pengkajian peraturan perundang-undangan. Dibutuhkan suatu metode dan pendekatan lain yang mampu memberikan penjelasan. 

Dari perspektif tersebut, maka metode yang dipakai adalah metode yang mampu mengantarkan kepada kebenaran mengenai hukum. Sosiologi hukum menjelaskan praktek-praktek hukum. Sosiologi hukum menjelaskan mengapa praktek demikian itu terjadi, apakah faktor-faktor yang mempengaruhi dan menyelidiki motif-motif perilaku orang dalam hukum baik eksternal maupun internal. Sosiologi hukum mempelajari hukum sebagai apa adanya, dimana hukum dilihat dari kenyataan sosial yang menyoroti perilaku manusia terhadap hukum yang berlaku dan hasil interaksi sosialnya.

Sosiologi Hukum membahas tentang hubungan antara masyarakat dan hukum, mempelajari secara analitis dan empiris pengaruh timbal balik antara hukum dengan gejala sosial lainnya. Mempelajari sosiologi hukum tentunya akan membawa manfaat

BAB II (Korelasi Sosiologi Hukum Sebagai Bagian Disiplin Ilmu Sosiologi dan Ilmu Hukum)

Ilmu pengetahuan sosial yaitu ilmu yang mengkaji kehidupan manusia dengan sesamanya. Sosiologis merupakan bagian dari ilmu sosial dikarenakan kajian ilmu yang menghubungkan realitas sosial melalui gejala-gejala sosial dan ilmu pengetahuan. Dalam buku ini dijabarkan bahwa hukum adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang yang berisi bagaimana seharusnya manusia bertindak dalam pergaulannya berupa perintah, larangan, anjuran dan pembolehan disertai dengan sanksi guna menjamin terciptanya keamanan, ketertiban dan kehidupan yang harmonis. 

Ilmu sosial dan ilmu hukum mempunyai hubungan yang sangat erat. Kata sosiologi hukum terdiri dari dua kata yaitu sosiologi dan hukum, yang selanjutnya lahir sebuah disiplin ilmu sendiri sebagai pengkhususan dari ilmu sosiologi. Ilmu hukum maupun sosiologi hukum mempunyai pusat perhatian yang sama yaitu hukum.

Dapat disimpulkan sosiologi hukum adalah salah satu cabang dari sosiologi yang merupakan penerapan pendekatan sosiologis terhadap realitas maupun masalah-masalah hukum. Sosiologi hukum berkembang atas dasar sistem sosial yang dinamakan masyarakat. Pemikiran sosiologi hukum lebih berfokus pada keberlakuan factual dari hukum. Hal ini memperlihatkan bahwa sosiologi hukum tidak secara langsung diarahkan pada hukum sebagai sistem kemasyarakatan yang didalamnya hukum hadir sebagai pemeran utama. 

Objek utama sosiologi hukum adalah masyarakat dan pada tingkatan kedua kaidah-kaidah hukum. Inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama dan aturan tambahan. Aturan utama merupakan ketentuan tentang kewajiban kewajiban masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup sedangkan peraturan tambahan terdiri atas rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Sosiologi hukum lahir karena pengaruh tiga disiplin ilmu yaitu filsafat hukum, ilmu, dan sosiologi yang berorentasi di bidang hukum. 

Karakteristik studi hukum secara sosiologis diantaranya; sosiologi hukum bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktek-praktek hukum, sosiologi hukum senantiasa menguji keshahihan empiris dari suatu peraturan hukum, sosiologfi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum, dan sosiologi hukum berusaha untuk mengupas hukum sehingga hukum tidak akan terlepas dari praktek penyelenggara. Dalam kajian ilmu hukum ada faktor yang mempengaruhi agar produk hukum berfungsi dengan baik, yakni berfungsi secara filosofis, sosiologis, dan yuridis.

BAB III (Struktur-Struktur Sosial, Perubahan-Perubahan Sosial dan Hukum)

Struktur sosial adalah susunan orang-orang secara berkeseimbangan atas status dan peran dalam sebuah social group yang berada dalam sistem stratifikasi tertentu, dimana perilakunya dikendalikan oleh nilai dan norma, dan di dalam proses berinteraksi ada unsur kekuasaan. Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma,yang pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan yang tentram. 

Kaidah-kaidah itu ada yang mengatur pribadi manusia yang terdiri dari kaidah kepercayaan dan kesusilaan.Kaidah kepercayaan bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman sedangkan kaidah kesusilaan bertujuan agar manusia berakhlak atau mempunyai hati nurani bersih. Yang kedua Lembaga kemasyarakatan, merupakan himpunan dari kaidah-kaidah dari segala tingkatan di dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya, Lapisan sosial dan hukum, terdapat golongan atas (UpperClass) dan golongan bawah (LowerClass).

Perubahan sosial adalah sesuatu yang niscaya selalu dihadapi oleh manusia dalam sejarah kehidupannya. Perubahan adalah proses sosial yang dialami oleh masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem dimana semua tingkatan kehidupan masyarakat dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri menggunakan pola kehidupan budaya, dan sistem sosial baru. 

Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat dapat terjadi karena bermacam-macam sebab yang dapat berasal dari masyarakat itu sendiri maupun luar masyarakat tersebut. Suatu perubahan sosial lebih mudah terjadi apabila suatu masyarakat sering mengadakan kontak dengan masyarakat-masyarakat lain. Sistem lapisan sosial yang terbuka, penduduk yang heterogen serta ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang tertentu dapat pula memperlancar terjadinya perubahan sosial. Pada keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya. 

Tertinggalnya perkembangan hukum oleh unsur- unsur sosial lainnya karena pada hakikatnya suatu gejala wajar di dalam suatu masyarakat bahwa terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku yang diharapkan oleh kaidah-kaidah hukum dengan  kaidah-kaidah sosial lainnya. Hukum sebagai alat untuk melakukan perubahan sosial. Keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan hukum akan memberi kontribusi yang cukup signifikan dalam perubahan sosial. Kenyataan bahwa suatu pembentukan hukum dapat membawa perubahan pada masyarakat membuat para pembentuk hukum harus bijak dalam membentuk hukum agar hukum yang dibentuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

BAB IV (Masyarakat, Hukum dan Penelitian Terhadapnya)

Masyarakat adalah sekumpulan orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama dalam menjalankan hidup. Dalam setiap masyarakat terdapat norma-norma yang harus dipatuhi, guna mencapai tujuan yang sama yakni memenuhi hajat hidup. Istilah hukum diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaidah dalam kehidupan bersama yang berkaitan dengan tingkah laku manusia maupun hubungan antar sesama manusia. 

Secara etimologi, istilah hukum berasal dari bahasa Arab yaitu 'hukmun' yang artinya, menetapkan. Dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan masing-masing individu terikat dengan berbagai norma sosial yang berkembang di masyarakat berupa hukum tertulis maupun tidak tertulis. Hukum dan masyarakat sejatinya merupakan dua entitas yang saling mempengaruhi dalam mencapai cita-cita kehidupan manusia. Hukum akan eksis apabila ada masyarakat. 

Sebaliknya kepentingan-kepentingan masyarakat dapat terealisasi jika hukum ditegakkan. Pembuatan hukum tidak boleh mengabaikan aspek-aspek sosiologis yang berkembang, sehingga hukum dapat berjalan seiring dengan kepentingan-kepentingan masyarakat.  Apa yang disebut 'hukum' umumnya tidak tertulis dan eksis di dalam ingatan masyarakat secara turun temurun sebagai tradisi yang dipercaya berasal dari nenek-moyang. Dalam kajian sosiologi hukum sering juga disebut juga 'hukum rakyat', dan dalam ilmu hukum disebut 'hukum kebiasaan' atau 'hukum adat'.

Hukum berfungsi mengatur hubungan-hubungan sosial antara anggota masyarakat bisa berbentuk perilaku yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Hubungan-hubungan sosial disini bermakna aktivitas pembagian kekuasaan dengan siapa yang boleh melakukan dan siapa yang harus mematuhinya. Hukum sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban keteraturan di dalam masyarakat. Fungsi hukum sebagai alat kontrol sosial dapat berjalan dengan baik apabila terdapat hal-hal yang mendukungnya. 

Suatu aturan atau hukum yang sudah memenuhi harapan suatu masyarakat serta mendapat dukungan, belum tentu dapat berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh aparat pelaksana terhadap pelaksanaan hukum. Hukum sebagai social engginering berkaitan dengan fungsi dan keberadaan hukum sebagai penggerak dan pengatur perubahan masyarakat. 

Dengan demikian, hukum sebagai alat kontrol sosial merupakan sesuatu yang dapat mengatur tingkah laku manusia yang sebagai sesuatu yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sanksi atau tindakan hukum terhadap si pelanggar. Hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar sesuai aturan sehingga ketentraman dapat diwujudkan.

BAB V (Peta dan Signifikansi Teori Sosiologi Sebagai Alat Analisis Terhadap Fenomena)

Teori fungsional structural, struktur sosial dan pranata sosial berada dalam suatu sistem sosial yang terdiri atas elemen-elemen yang saling berkaitan. Teori ini menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Teori Konflik yang digagas oleh Marx didasarkan pada kekecewaannya pada sistem ekonomi kapitalis yang dianggapnya mengeksploitasi buruh. Antara kaum borjuis yang menguasai sarana produksi ekonomi dan buruh yang dikendalikan oleh kaum borjuis  ini selalu terjadi konflik. Teori interaksi simbolik, tidak sepenuhnya mengadopsi teori Weber namun pengaruh Weber cukup penting. Teori Pertukaran Sosial, Teori pertukaran ini memusatkan perhatiannya pada tingkat analisa mikro, khususnya pada tingkat kenyataan sosial antarpribadi.

Hukum sebagai suatu fenomena sosial tidak hanya berlaku bagi individu-individu yang merasakan dan memahami hukum tetapi dipelajari pula bagaimana pandangan masyarakat dan individu terhadap hukum.  Salah satu proses sosial yang dapat dilihat dalam dinamika hukum adalah apa yang terjadi di pengadilan. Pengadilan tidak hanya terdiri dari gedung, hakim, peraturan yang lazim dikenal oleh ilmu hukum, melainkan merupakan suatu interaksi antara para pelaku yang terlibat dalam proses pengadilan. 

Proses peradilan jauh lebih kompleks dari pada yang dikira banyak orang, yaitu tidak sekadar menerapkan ketentuan dalam perundang-undangan. Hukum dipakai untuk mengemas proses-proses sosiologis dan kemudian memberinya legitimasi melalui ketukan palu hakim. Kedudukan hakim memegang peranan yang penting sebab setiap kasus baik pidana, perdata maupun tata usaha negara akan bermuara pada pengadilan. 

Kedudukan pengadilan menempati posisi sentral dalam penegakan hukum. Citra pengadilan di masyarakat cukup banyak ditentukan oleh integritas, sikap dan tindakan hakim. Persoalan yang berkaitan dengan lembaga peradilan, citra pengadilan dan perilaku hakim dalam memutus suatu perkara adalah berhubungan dengan proses bekerjanya hukum. Dalam pemahaman sosiologi hukum, hadirnya hukum adalah untuk diikuti atau dilanggar. Tetapi ada perilaku yang tidak sepenuhnya digolongkan kepada mematuhi hukum yaitu pelanggaran hukum yaitu penyimpangan sosial. Antara penyimpangan sosial dan hukum terdapat hubungan yang erat, dimana hukum diminta untuk mencegah dan menindak terjadinya penyimpangan.

BAB VI (Hukum dalam Pandangan Sosiolog)

Durkheim memberikan klasifikasi dari bentuk-bentuk kesetiakawanan dengan klasifikasi dari jenis-jenis hukum. Klasifikasi pertama yaitu hukum yang berkesesuaian karena persamaan dan hukum yang berkesesuaian dengan  perbedaan. Hukum yang berkesuesuaian dengan mekanis ialah hukum pidana sedangakan hukum yang berkesesuaian dengan organis adalah hukum keluarga, kontrak dan dagang, hukum prosedur, hukum administrative dan konstitusional. 

Hukum adalah alat yang menyebabkan timbulnya konflik dan perpecahan. Hukum bukan merupakan alat integrasi tetapi merupakan pendukung ketidaksamaan dan ketidakseimbangan yang dapat membentuk perpecahan.  Hukum dan kekuasaan merupakan sarana dari kaum kapitalis yang berkuasa di bidang ekonomi untuk melanggengkan kekuasaan. O.W. Holmes, Holmes menekankan perlunya sarjana hukum yang berkaitan dengan pekerjannya memberikan perhatian kepada penelaahan-penelaahan yang objektif dan empiris dari kenyataan sosial yang aktual sebagaimana yang dilakukan oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi.

Roscoe Pound mengungkapkan mengapa hukum itu selalu "dinamis" dengan menelusuri nilai-nilai dan norma-norma yang ada dan berkembang dalam masyarakat yang selalu berubah-ubah sesuai perkembangan pemikiran masyarakat pada setiap waktu dan tempat. Pound berasumsi bahwa hukum itu relatif berdasarkan pendapat dari kohler. Benyamin Cardozo, dalam setiap praktik peradilan terdapat suatu ketidakpastian yang semakin besar yang diakibatkan oleh keputusan pengadilan. 

Adalah suatu manifestasi yang tidak dapat dicegah dari kenyataan bahwa proses peradilan bukanlah penemuan hukum, melainkan penciptaan hukum. Max weber memandang hukum sebagai suatu kumpulan norma-norma atau aturan-aturan yang dikelompokkan dan dikombinasikan dengan konsensus, menggunakan alat kekerasan sebagai daya paksaan. Ia menganggap bahawa hukum adalah kesepakatan yang valid dalam suatu kelompok tertentu.

BAB VII (Teori Fungsionalisme Struktural sebagai Alat Analisis Terhadap Hukum)

Teori fungsionalisme struktural merupakan suatu bangunan teori yang pengaruhnya paling besar terhadap ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbert Spencer. Fungsionalisme mmerupakan sebuah teori sosial murni yang besar yang mengajarkan bahwa dalam analisis social secara teknis masyarakat dapat dipahami dengan melihat sifatnya. 

Pada hakikatnya masyarakat terususun atas bagian-bagian secara struktural yang bertujuan agar masyarakat dapat terus bereksistensi, yang didalamnya tidak ada satu bagianpun dalam masyarakat yang dimengerti tanpa mengikutsertakan bagian yang lain. Apabila salah satu bagian masyarakat berubah maka akan terjadi gesekan-gesekan kebagian yang lain. Teori Fungsionalisme struktural menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik juga perubahan- perubahan dalam masyarakat. 

Konsep utamanya yaitu fungsi, difungsi, fungsi lain, fungsi manifest dan keseimbangan. Fungsionalisme Struktural memusatkan perhatian masalah mengenai bagaimana cara menyelesaikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan. Teori fungsionalisme mengajarkan bahwa secara teknis masyarakat dapat dipahami dengan melihat sifatnya sebagai suatu analisis sistem sosial dengan pandangan bahwa masyarakat pada hakikatnya tersusun kepada bagian- bagian secara struktural dimana masyarakat terdapat berbagai sistem dan faktor yang mempunyai peran dan fungsinya masing-masing.

Teori funsionalisme struktural dan kaitanya dengan hukum adalah fungsionalisme melihat bahwa dengan adanya struktur pemerintahan dan adanya aparatur negara sebagai struktur yang memiliki fungsi masing-masing dari lembaga- lembaga yang telah dibentuk oleh pemerintah. Seperti dengan adanya pengadilan, yang didalamnya ada hakim serta ada juga jaksa, ada juga kepolisan yang mereka sudah memiliki tugas dan wewenang masing-masing. Dalam fungsionalisme hukum telah ada sehingga dapat memenuhi fungsi-fungsinya seperti halnya hakim untuk menegakkan keadilan, tanpa harus memikirkan apakan fungsi itu harus ada atau tidak, tetepi hal tersebut merupakan suatu kebutuhan dari masyarakat.

BAB VIII (Teori Konflik)

Konflik merujuk pada adanya dua hal atau lebih yang tidak selaras dan bertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Konflik lahir dari kenyataan akan adanya perbedaan-perbedaan. 

Teori konflik memberikan perspektif ketiga mengenai kehidupan sosial. Berbeda dengan para fungsionalis yang memandang masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang harmonis dengan bagian-bagian yang berkerja sama. Teori konflik menekankan bahwa masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok yang terlibat dalam persaingan sengit mengenai sumber daya yang langka. 

Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi adanya perbedaan ciri- ciri yang dibawa individu yang terlibat dalam suatu interaksi. Dengan ciri yang terdapat dalam interaksi sosial, konflik menjadi bagian yang akan selalu ada dalam dinamika sosial. Soerjono Soekanto mengemukakan empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat, yakni perbedaan antarindividu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial.

Lewis A. Coser membedakan konflik menjadi dua bentuk yakni konflik realistis dan konflik non realistis.  Konflik dibedakan menjadi dua yaitu konflik in-group dan konflik out-grup. Konflik in-group merupakan konflik yang terjadi dalam kelompok itu sendiri. Sedangkan konflik out group merupakan konflik yang terjadi antara suatu kelompok dan kelompok lain. Sumber konfik yang terjadi dalam sebuah kelompok yaitu teori struktur sosial dan teori psychocultural.  

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menajemen konflik dengan mekanisme pada kekerasaan melalui manajemen konflik sosial budaya yang terjadi sebenarnya dapat dinetralisasi dengan menciptakan consensus. Consensus ini akan dapat mengtasi perbedaan pendapat dan kepentingan antar golongan dalam masyarakat. Dengan demikian, konflik yang terjadi akan menjerumus kearah kekerasan sehingga intergrasi sosial budaya akan dapat tercapai.

BAB IX (Teori Interaksionisme)

Teori interaksionisme simbolik merupakan salah satu teori yang banyak digunakan dalam penelitian sosiologi. Teori ini memiliki keterkaitan dari pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa tindakan sosial yang dilakukan oleh individu didorong oleh hasil pemaknaan sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Teori interaksionisme simbolik menganalisis masyarakat berdasarkan makna subjektif yang diciptakan individu sebagai basis tindakan sosialnya. 

Individu diasumsikan bertindak lebih berdasarkan apa yang diyakininya, bukan berdasar pada apa yang secara objektif benar. Apa yang diyakini benar merupakan produk konstruksi sosial yang telah diinterpretasikan dalam konteks atau situasi yang spesifik. 

Sebagai contoh, tindakan orang yang merokok. Fakta objektif ilmu medis menyatakan bahwa merokok berakibat buruk bagi kesehatan organ tubuh. Namun sekelompok anak muda memilih untuk tetap merokok bukan karena mereka tidak tahu kebenaran objektif yang menjadi resiko merokok, tetapi karena mereka meyakini bahwa merokok itu meningkatkan imajinasi positif tentang dirinya setidaknya dilingkungan pergaulannya.

BAB X (Teori Dramaturgi)

Teori dramaturgi adalah teori yang menjelaskan bahwa interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater atau drama diatas panggung. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan pada orang lain, melalui pertunjukan dramanya. Untuk mencapai tujuan manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mengembangkan perannya. Menurut Ritzer pertunjukan drama seorang aktor drama juga harus mempersiapkan perlengkapan pertunjukan, antara setting, kostum, dan tindakan non-verbal lainnya. Tujuannya untuk meningkatkan kesan baik pada lawan interaksi dan meluruskan jalan untuk mencapai tujuan.

Dalam teori ini manusia berbeda dengan binatang karena mempunyai kemampuan berpikir, bisa mempelajari dan mengubah makna dan simbol, melakukan tindakan dan berinteraksi. Fokus pendekatan dramaturgi adalah bukan apa yang orang lakukan, atau mereka melakukan tetapi bagaimana mereka melakukannya. Menurut Burke perilaku manusia harus bersandar pada tindakan. Tindakan sebagai konsep dasar dalam drama.

BAB XI (Kondisi Modernitas; Analisis Terhadap Hukum)

Hukum sebagaimana yang terdapat dinegara-negara dunia sekarang yang kita jalankan ini, tidak lepas dari hukum modern. Munculnya hukum modern didasari oleh kemunculan paradigma positivisme dalam ilmu-ilmu sosial yang terjadi pada abad ke-18 hingga akhir abad ke-19. Kuatnya paradigma positivisme membuat tatanan hukum modern mulai membebaskan diri dari tatanan hukum kuno sehingga hukum menjadi sangat rasional. Aliran ini akan meyakini dalam menangani suatu kasus, hakim akan mengidentifikasi prinsip-prinsip hukum yang relevan dan akan menerapkan secara deduktif sehinga ketentuan hukum tersebut akan menuntut penyelesaian perkara. Negara modern adalah personifikasi dari tata hukum. 

Artinya, negara dalam segala akifitasnya senantiasa didasarkan hukum. Negara hukum terbagi menjadi dua kelompok yakni negara hukum formal dan negara hokum materiil. Negara modern membawa perkembangan yang positif bagi pelaksanaan studi secara sosiologis. Salah satu perkembangan penting yang berhubungan dengan hal tersebut adalah hukum semakin menjadi institusi yang diadakan secara sengaja. Selain itu, munculnya Negara modern ini juga memicu terjadinya sentralisasi kekuasaan ditangan Negara, sehingga menghendaki Negara sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Golongan Borjuis berperan penting terhadap terbentuknya sistem hukum modern, mereka menjadi kekuatan sosial penting yang melatar belakangi perombakan hukum lama menjadi modern. Hukum itu berubah dan dibentuk oleh kekuatan kekuatan sosial dalam masyarakat, seperti yang dilakukan kaum borjuis. Hukum sebagai institusi yang memberi keadilan mengalami pengkajian ulang sesuai kekuatan sosial yang membentuknya. Hukum kuno muncul secara spontan melalui perilaku dan interaksi masyarakat. 

Hampir tidak ada kkesenjangan antara apa yang diatur dengan apa yang dikerjakan masyarakat. Keadaan yang demikian tidak dijumpai dalam hukum modern yang dibuat secara sengaja oleh suatu badan tersendiri untuk tujuan-tujuan yang ditentukan oleh badan itu sendiri. Hukum modern memiliki kelengkapan dan perlengkapan untuk dapat bertindak secara jauh lebih keras daripada hukum kuno, mulai dari badan legislatif, yudikatif, eksekutif, dan sebagainya.

Melalui strukturisasi yang ketat, hukum modern menjadikan dirinya institusi yang terlalu sempit untuk dapat mengakomodasi besarnya persoalan yang dihadapinya. Dalam keadaan demikian, pengamatan sosiologis menunjukkan bahwa masyarakat berusaha untuk menemukan jalannya sendiri dalam menangani persoalan-persoalan yang dihadapinya. Sekalipun suatu negara menyatakan dirinya sebagai negara berdasarkan hukum, tetapi tidak semua persoalan dapat diselesaikan melalui jalan atau institusi hukum. 

Suatu sistem hukum sudah dapat dikatakan ada, apabila di situ ditemukan suatu sistem peraturan yang menjadi acuan perbuatan dan harapan dari para anggota suatu sistem social, spesialisasi posisi-posisi yang dipercaya mengemban fungsi-fungsi normatif. Kritik atas hukum selalu ditujukan kepada tidak memadainya hukum sebagai alat perubahan dan sebagai alat untuk mencapai keadilan substantif, setidaknya ada 3 tipe model hukum: Hukum Represif (Represssive Law), Hukum Otonom (Auronomus Law) dan Hukum Responsif (Responsive Law).

BAB XII (Masa Depan Sosiologi Hukum Di Indonesia)

Munculnya sosiologi hukum di Indonesia masih tergolong cukup baru seperti halnya di negara-negara lain. Namun dalam karya- karya para yuris Indonesia sering kali terselip konsep-konsep sosiologi hukum walaupun tidak dinyatakan secara tegas.Tidak hanya sosiologi hukum yang masih asing, sosiologi sebagai ilmu yang umum tentang masyarakat baru mulai tradisinya sesudah Perang Dunia II. Sosiologi hukum akan muncul apabila dalam masyarakat terjadi situasi-situasi konflik. 

Keadaan di Indonesia waktu itu memang tergolong sangat tenang sehingga penggunaan metode sosiologis oleh van Vollenhoven dan Ter Haar hanya dibatasi dalam lingkungan praksis saja, yaitu apakah hukum adat itu layak disebut hukum ataukah tidak layak. Pada waktu itu suasana intelektual tingkat dunia juga tidak membantu berkembangnya kajian hukum secara sosiologis di Indonesia.

Pada awal abad XX memang masih terlalu dini untuk berbicara mengenai sosiologi hukum, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia ilmu hukum pada umumnya. Keadaan yang terus berubah membuat sosiologi hukum berkembang. Perkembangan sosiologihukum di Indonesia tidak bisa terlepas dari perubahan yang terjadi sejak revolusi kemerdekaan. Pencapaian kemerdekaan Indonesia tidak berlangsung secara yuridis tradisional, melainkan secara politik sosiologis. Setelah kemerdekaan Indonesia melakukan pembaruan di bidang hukum dalam rangka usaha mengembangkan kehidupan masyarakat Indonesia. Tanpa sosiologi hukum maka kenyataan hukum tidak akan dibicarakan secara sistematis.

Dekade 1970 an disebut sebagai momentum mulai berkembangnya sosiologi hukumdi Indonesia, dengan ditandai munculnya tulisan-tulisan yang tergolong ke dalam studi sosial mengenai hukum, yaitu yang memandang dan menempatkan hukum dalam konteks sosial yang lebih besar. Dalam rentang waktu antara 1970-1980 mulai terjadi institusionalisasi tentang kajian sosial terhadap hukum yang berlangsung hampir serempak di fakultas-fakultas hukum di Indonesia, terutama di UNDIP. 

Sosiologi hukum memasuki kurikulum fakultas hukum sejak tahun 1980, dan program pasca sarjana pun juga ada mata kuliah sosiologi hukum. Di luar fakultas- fakultas hukum pendekatan sosiologis juga memasuki badan-badan resmi misalnya di Departemen Kehakiman di bawah Menteri Muchtar Kusumaatmadja, lembaga tersebut bernama Lembaga Pembinaan Hukum Nasional. Kemudian berganti nama menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional. Badan Pembinaan Hukum Nasional menjalin hubungan serta kerjasama yang erat dengan fakultas-fakultas hukum serta menyediakan diri sebagai tempat untuk mengembangkan studi sosiologis terhadap hukum.

KESIMPULAN

Adanya sosiologi hukum di Indonesia memberikan berbagai manfaat dan juga sangat berperan penting untuk Indonesia kedepannya. Sosiologi hukum sendiri merupakan cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari hukum dilihat dari sisi atau konteks sosialnya. Yang mana membahas hubungan antara masyarakat serta hukum, mempelajari dengan analistis dan empiris apa saja pengaruh timbal balik antara hukum dengan gejala sosial lainnya. 

Hukum yang berkeadilan, hukum yang menjadi harapan. Oleh karena itu kebijakan hukum yang dibuat harusnya hukum yang ius constituendem atau yang menggambarkan keinginan masyarakat mendatang secara objektif. Kebijakan hukum yang dibuat harus dapat digunakan untuk masyarakat tidak hanya sekarang tetapi dapat mengantisipasi masa yang akan datang dan bermanfaat bagi kemanusiaan, berkeadilan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 

Ada beberapa hal yang perlu dicermati, sosiologi Indonesia seharusnya tetap mengarahkan pendidikannya pada penciptaan kecerdasan, pemberdayaan manusia, menyelaraskan dan menyempurnakan sikap dan perilaku, menyiapkan pemikir dan pekerja sosiologi yang inovatif, kreatif, serta mandiri. Sosiologi Indonesia dimanapun ia bekerja tetaplah berfungsi sebagai pemikir dan analisis sosiologi yang handal. Momentum pasca reformasi seharusnya dimanfaatkan untuk terus menggalakkan kegairahan perkembangan sosiologi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun