Mohon tunggu...
M Alvian Putra S
M Alvian Putra S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hukum

I Don't Pray For A Miracle, But I Make Them

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku Sosiologi Hukum

30 September 2024   01:01 Diperbarui: 30 September 2024   01:13 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Sebagai contoh, tindakan orang yang merokok. Fakta objektif ilmu medis menyatakan bahwa merokok berakibat buruk bagi kesehatan organ tubuh. Namun sekelompok anak muda memilih untuk tetap merokok bukan karena mereka tidak tahu kebenaran objektif yang menjadi resiko merokok, tetapi karena mereka meyakini bahwa merokok itu meningkatkan imajinasi positif tentang dirinya setidaknya dilingkungan pergaulannya.

BAB X (Teori Dramaturgi)

Teori dramaturgi adalah teori yang menjelaskan bahwa interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater atau drama diatas panggung. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan pada orang lain, melalui pertunjukan dramanya. Untuk mencapai tujuan manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mengembangkan perannya. Menurut Ritzer pertunjukan drama seorang aktor drama juga harus mempersiapkan perlengkapan pertunjukan, antara setting, kostum, dan tindakan non-verbal lainnya. Tujuannya untuk meningkatkan kesan baik pada lawan interaksi dan meluruskan jalan untuk mencapai tujuan.

Dalam teori ini manusia berbeda dengan binatang karena mempunyai kemampuan berpikir, bisa mempelajari dan mengubah makna dan simbol, melakukan tindakan dan berinteraksi. Fokus pendekatan dramaturgi adalah bukan apa yang orang lakukan, atau mereka melakukan tetapi bagaimana mereka melakukannya. Menurut Burke perilaku manusia harus bersandar pada tindakan. Tindakan sebagai konsep dasar dalam drama.

BAB XI (Kondisi Modernitas; Analisis Terhadap Hukum)

Hukum sebagaimana yang terdapat dinegara-negara dunia sekarang yang kita jalankan ini, tidak lepas dari hukum modern. Munculnya hukum modern didasari oleh kemunculan paradigma positivisme dalam ilmu-ilmu sosial yang terjadi pada abad ke-18 hingga akhir abad ke-19. Kuatnya paradigma positivisme membuat tatanan hukum modern mulai membebaskan diri dari tatanan hukum kuno sehingga hukum menjadi sangat rasional. Aliran ini akan meyakini dalam menangani suatu kasus, hakim akan mengidentifikasi prinsip-prinsip hukum yang relevan dan akan menerapkan secara deduktif sehinga ketentuan hukum tersebut akan menuntut penyelesaian perkara. Negara modern adalah personifikasi dari tata hukum. 

Artinya, negara dalam segala akifitasnya senantiasa didasarkan hukum. Negara hukum terbagi menjadi dua kelompok yakni negara hukum formal dan negara hokum materiil. Negara modern membawa perkembangan yang positif bagi pelaksanaan studi secara sosiologis. Salah satu perkembangan penting yang berhubungan dengan hal tersebut adalah hukum semakin menjadi institusi yang diadakan secara sengaja. Selain itu, munculnya Negara modern ini juga memicu terjadinya sentralisasi kekuasaan ditangan Negara, sehingga menghendaki Negara sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Golongan Borjuis berperan penting terhadap terbentuknya sistem hukum modern, mereka menjadi kekuatan sosial penting yang melatar belakangi perombakan hukum lama menjadi modern. Hukum itu berubah dan dibentuk oleh kekuatan kekuatan sosial dalam masyarakat, seperti yang dilakukan kaum borjuis. Hukum sebagai institusi yang memberi keadilan mengalami pengkajian ulang sesuai kekuatan sosial yang membentuknya. Hukum kuno muncul secara spontan melalui perilaku dan interaksi masyarakat. 

Hampir tidak ada kkesenjangan antara apa yang diatur dengan apa yang dikerjakan masyarakat. Keadaan yang demikian tidak dijumpai dalam hukum modern yang dibuat secara sengaja oleh suatu badan tersendiri untuk tujuan-tujuan yang ditentukan oleh badan itu sendiri. Hukum modern memiliki kelengkapan dan perlengkapan untuk dapat bertindak secara jauh lebih keras daripada hukum kuno, mulai dari badan legislatif, yudikatif, eksekutif, dan sebagainya.

Melalui strukturisasi yang ketat, hukum modern menjadikan dirinya institusi yang terlalu sempit untuk dapat mengakomodasi besarnya persoalan yang dihadapinya. Dalam keadaan demikian, pengamatan sosiologis menunjukkan bahwa masyarakat berusaha untuk menemukan jalannya sendiri dalam menangani persoalan-persoalan yang dihadapinya. Sekalipun suatu negara menyatakan dirinya sebagai negara berdasarkan hukum, tetapi tidak semua persoalan dapat diselesaikan melalui jalan atau institusi hukum. 

Suatu sistem hukum sudah dapat dikatakan ada, apabila di situ ditemukan suatu sistem peraturan yang menjadi acuan perbuatan dan harapan dari para anggota suatu sistem social, spesialisasi posisi-posisi yang dipercaya mengemban fungsi-fungsi normatif. Kritik atas hukum selalu ditujukan kepada tidak memadainya hukum sebagai alat perubahan dan sebagai alat untuk mencapai keadilan substantif, setidaknya ada 3 tipe model hukum: Hukum Represif (Represssive Law), Hukum Otonom (Auronomus Law) dan Hukum Responsif (Responsive Law).

BAB XII (Masa Depan Sosiologi Hukum Di Indonesia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun