Mohon tunggu...
M Alvian Putra S
M Alvian Putra S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hukum

I Don't Pray For A Miracle, But I Make Them

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku Sosiologi Hukum

30 September 2024   01:01 Diperbarui: 30 September 2024   01:13 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Pada hakikatnya masyarakat terususun atas bagian-bagian secara struktural yang bertujuan agar masyarakat dapat terus bereksistensi, yang didalamnya tidak ada satu bagianpun dalam masyarakat yang dimengerti tanpa mengikutsertakan bagian yang lain. Apabila salah satu bagian masyarakat berubah maka akan terjadi gesekan-gesekan kebagian yang lain. Teori Fungsionalisme struktural menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik juga perubahan- perubahan dalam masyarakat. 

Konsep utamanya yaitu fungsi, difungsi, fungsi lain, fungsi manifest dan keseimbangan. Fungsionalisme Struktural memusatkan perhatian masalah mengenai bagaimana cara menyelesaikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan. Teori fungsionalisme mengajarkan bahwa secara teknis masyarakat dapat dipahami dengan melihat sifatnya sebagai suatu analisis sistem sosial dengan pandangan bahwa masyarakat pada hakikatnya tersusun kepada bagian- bagian secara struktural dimana masyarakat terdapat berbagai sistem dan faktor yang mempunyai peran dan fungsinya masing-masing.

Teori funsionalisme struktural dan kaitanya dengan hukum adalah fungsionalisme melihat bahwa dengan adanya struktur pemerintahan dan adanya aparatur negara sebagai struktur yang memiliki fungsi masing-masing dari lembaga- lembaga yang telah dibentuk oleh pemerintah. Seperti dengan adanya pengadilan, yang didalamnya ada hakim serta ada juga jaksa, ada juga kepolisan yang mereka sudah memiliki tugas dan wewenang masing-masing. Dalam fungsionalisme hukum telah ada sehingga dapat memenuhi fungsi-fungsinya seperti halnya hakim untuk menegakkan keadilan, tanpa harus memikirkan apakan fungsi itu harus ada atau tidak, tetepi hal tersebut merupakan suatu kebutuhan dari masyarakat.

BAB VIII (Teori Konflik)

Konflik merujuk pada adanya dua hal atau lebih yang tidak selaras dan bertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Konflik lahir dari kenyataan akan adanya perbedaan-perbedaan. 

Teori konflik memberikan perspektif ketiga mengenai kehidupan sosial. Berbeda dengan para fungsionalis yang memandang masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang harmonis dengan bagian-bagian yang berkerja sama. Teori konflik menekankan bahwa masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok yang terlibat dalam persaingan sengit mengenai sumber daya yang langka. 

Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi adanya perbedaan ciri- ciri yang dibawa individu yang terlibat dalam suatu interaksi. Dengan ciri yang terdapat dalam interaksi sosial, konflik menjadi bagian yang akan selalu ada dalam dinamika sosial. Soerjono Soekanto mengemukakan empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat, yakni perbedaan antarindividu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial.

Lewis A. Coser membedakan konflik menjadi dua bentuk yakni konflik realistis dan konflik non realistis.  Konflik dibedakan menjadi dua yaitu konflik in-group dan konflik out-grup. Konflik in-group merupakan konflik yang terjadi dalam kelompok itu sendiri. Sedangkan konflik out group merupakan konflik yang terjadi antara suatu kelompok dan kelompok lain. Sumber konfik yang terjadi dalam sebuah kelompok yaitu teori struktur sosial dan teori psychocultural.  

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menajemen konflik dengan mekanisme pada kekerasaan melalui manajemen konflik sosial budaya yang terjadi sebenarnya dapat dinetralisasi dengan menciptakan consensus. Consensus ini akan dapat mengtasi perbedaan pendapat dan kepentingan antar golongan dalam masyarakat. Dengan demikian, konflik yang terjadi akan menjerumus kearah kekerasan sehingga intergrasi sosial budaya akan dapat tercapai.

BAB IX (Teori Interaksionisme)

Teori interaksionisme simbolik merupakan salah satu teori yang banyak digunakan dalam penelitian sosiologi. Teori ini memiliki keterkaitan dari pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa tindakan sosial yang dilakukan oleh individu didorong oleh hasil pemaknaan sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Teori interaksionisme simbolik menganalisis masyarakat berdasarkan makna subjektif yang diciptakan individu sebagai basis tindakan sosialnya. 

Individu diasumsikan bertindak lebih berdasarkan apa yang diyakininya, bukan berdasar pada apa yang secara objektif benar. Apa yang diyakini benar merupakan produk konstruksi sosial yang telah diinterpretasikan dalam konteks atau situasi yang spesifik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun