Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pak, Aku Bosan Disebut Penghuni Kampung Penjahat

24 Juni 2024   19:52 Diperbarui: 25 Juni 2024   12:03 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Baru sekarang Bapak menyesal." Kata ayah Edo.

"Menyesal kenapa Pak?" Wajah Edo begitu penasaran dengan apa yang ada dalam pikiran ayahnya.

"Bapak menyesal, dulu ikut terlibat dalam perampokan. Dan salah satu korbannya juga meninggal karena ulah kami yang merampok di jalanan desa. Gak cuman itu, suatu ketika bapak merampok di salah satu toko emas di kampung sebelah. Pemilik toko juga tidak selamat." 

Rasa penyesalan begitu nampak dari raut wajah ayahnya Edo, ketika mengingat kembali kejadian lama yang telah menorehkan rasa penyesalan seumur hidupnya. Bahkan sampai usianya mulai sepuh, penyesalan itu tak juga raib dari dalam hatinya. 

"Jadi Bapak dulu juga penjahat? Bapak ngerampok? Bapak kok tego Pak! Lah terus uang untuk sekolahku dulu dari mana? Uang dari merampok juga? Edo berbicara dengan nada tinggi.

"Wes, Le. Jangan diingat-ingat lagi kisah masa lalu. Bapak sekarang sudah menyesal dan taubat. Walaupun taubatnya sudah terlambat ketika Bapak sudah menghilangkan nyawa korban bapak. Bapak menyesal."

Seketika air mata jatuh dari mata sang ayah. Ada raut penyesalan yang begitu dalam hinggap dalam hatinya. Mungkin saja jika ia bisa mengulang kisah lama, ia ingin menghapus semua tindak kejahatan dalam catatan hidupnya.

Saat ini, semua sudah terlambat, ketika kampung yang dia cintai ternyata menjadi sarang penjahat dan banyak orang yang menghujatnya. Bahkan pemuda kampung tersebut pun tidak bisa lagi bekerja di tempat lain, apalagi di ibukota.

Tak terasa, air mata Edo pun jatuh. Dia begitu terpukul ketika mengetahui kejahatan yang pernah dilakukan ayahnya itu. Ia tidak menyangka ayahnya yang dianggap penuh kesabaran ternyata telah meninggalkan kisah kelam dalam hidup mereka. Dan kini apa yang telah dilakukan ayahnya menimpa dirinya. Mungkinkah itu karma atas kejahatan orang tua?

Beberapa saat kemudian Edo berkata pada sang ayah. 

"Pak. Aku bosan dan aku lelah dipanggil anak rampok. Aku ingin bisa kerja seperti orang-orang lainnya. Aku ingin kerja dan mencari uang. Enggak mau jadi beban keluarga. Dan aku ingin bekerja dengan cara yang halal dan tidak menyakiti orang, Pak." Air mata Edo semakin deras jatuh dan membasahi pakaiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun