Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sukolilo: Kekerasan di Masyarakat dan Sanksi Sosial, Bagaimana Menyikapinya?

23 Juni 2024   00:47 Diperbarui: 23 Juni 2024   08:38 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Membaca judul di atas kiranya Anda mungkin akan seketika menganggap penulis sebagai sosok yang turut serta mengecam dan memberikan stempel daerah Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah itu sebagai "Kampung Begal".

Tidak. Jangan berprasangka buruk dulu. Sebab tidak ada niatan untuk mendiskreditkan keberadaan kampung yang berada di Pulau Jawa itu, yang kita tahu bahwa masyarakat Jawa itu adalah masyarakat yang tinggi nilai-nilai perseduluran, toleransi, tenggang rasa, gotong royong, teposeliro dan sebagainya.

Hal tersebut dikarenakan kultur masyarakat Jawa adalah demikian. Terserah saja bagi siapa saja yang tidak sependapat dengan anggapan ini, karena kasus yang sungguh membuat bulu kuduk merinding itu.

Sedikit mengungkap mengapa identitas Kecamatan Sukolilo menjadi "Kampung Begal" adalah ekses negatif atau sebagai akibat dari terjadinya aksi kurang terpuji atau kekerasaan yang terjadi di salah satu desanya.

Sebagaimana berita yang beredar dan viral adalah adanya pengeroyokan dan penganiayaan terhadap pemilik usaha rental dari Jakarta. Pengusaha yang ditemani tiga orang telah menjadi korban kebrutalan sekelompok masyarakat salah satu desa di Kecamatan tersebut. 

Hal yang mengerikan itu terjadi tatkala pemilik kendaraan dan ketiga kawannya hendak mengambil mobil yang telah dirental dan belum dikembalikan selama beberapa bulan.

Menurut berita yang beredar pula, kasus penggelapan mobil rentalan itu hakekatnya sudah dilaporkan ke pihak berwajib. Tapi karena laporannya dianggap belum membuahkan hasil, akhirnya si pemilik kendaraan melakukan pencarian sendiri. Boleh jadi karena kendaraan itu telah di pasang GPS, maka keberadaannya dapat diendus pemiliknya.

Yang membuat saya merinding dan tak habis pikir, kenapa pihak penyewa justru memprovokasi warga agar mengeroyok pemilik dan teman-temannya itu dengan panggilan "maling".

Nahasnya, karena ulah penyewa tersebut sekelompok masyarakat setempat pun naik pitam dan melakukan pengeroyokan yang berujung pada kematian pemiliknya dan dan luka-luka 3 korban lainnya.

Mengapa kekerasan begitu saja terjadi di sekelompok masyarakat?

Saya tidak mengatakan bahwa semua masyarakat Jawa itu baik atau sebaliknya kurang baik. Tapi dalam tulisan ini cenderung membicarakan mengapa sekelompok masyarakat atau penduduk begitu mudahnya melakukan kekerasan dan kebiadaban terhadap masyarakat lainnya?

Jika melihat sejarah manusia, bahwa manusia itu selalu memiliki dua unsur, ada yang baik dan buruk. Ada yang jahat ada juga yang penyayang. Ada yang begitu toleran dan ada juga yang rasis. 

Hal ini seringkali terjadi di dalam masyarakat yang kompleks. Semua adalah kondisi yang turut mengikis makna-makna toleransi dan kemanusiaan dalam kehidupan manusia itu sendiri.

Nah, jika terjadinya kekerasan di Kecamatan Sukolilo itu mungkin salah satu atau sebagian dari kekerasan yang terjadi di tengah -tengah masyarakat. Karena jika kita membaca berita di berbagai daerah, ada banyak bentrokan massa, pelajar, pemuda yang tawuran, atau kasus menghilangkan nyawa teman, saudara bahkan keluarga sendiri yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Mengapa ini terjadi? 

Pertama, masyarakat itu awalnya adalah baik, tapi mulai tergerus sifat kebaikannya dikarenakan benturan masalah, informasi yang kurang tepat, dan gesekan-gesekan dari berbagai pihak yang sejatinya kadang gesekan itu amat tidak manusiawi. 

Mana mungkin dua masyarakat yang awalnya rukun, akibat gesekan orang perorangan, atau sosok provokator dan atau pihak yang tidak bertanggung jawab, mengakibatkan masyarakat yang awalnya baik, mengalami perubahan perilaku.

Dan sayangnya banyak pula masyarakat yang begitu mudah mempercayai informasi yang disebarkan, tanpa cek dan ricek terlebih dahulu. 

Selain faktor karena gesekan atau hasutan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, boleh jadi karena tingkat pendidikan masyarakat yang dapat dibilang rendah. Jadi tidak berpikir dengan jernih ketika mendapatkan informasi negatif tadi. 

Hal tersebut karena kurangnya pengetahuan terkait sebab dan akibat dan apa yang terjadi jika pelanggaran hukum terjadi. Tahunya bareng-bareng memberikan sanksi kepada sosok yang difitnah tadi, disebabkan karena ketidaktahuan akan informasi dan sanksi hukum yang akan didapatkan jika aktivitas itu benar-benar dilakukan.

Kedua, ada indikasi dan beberapa pernyataan berbagai pihak dari media massa, bahwa kasus-kasus yang terjadi seolah-olah tidak mendapat respons dari pemerintah daerah (desa dan kecamatan). Bahkan aparat keamanan sendiri dianggap diam dengan banyaknya kasus penggelapan di daerah tersebut.

Bahkan dari informasi yang disebar di media massa, kasus kehilangan kendaraan tersebut sudah dilaporkan pada aparat dan sampai kejadian pengeroyokan ini terjadi kasus itu pun belum terungkap. 

Makanya pihak pemilik dan ketiga temannya sengaja mencari sendiri di daerah Sukolilo tersebut karena ingin segera menemukan kendaraannya dengan risiko mengalami kekerasan fisik.

Bayangkan saja ketika daerah yang awalnya dianggap baik, tiba-tiba dicap sebagai kampung begal karena diketahui bahwa di daerah tersebut banyak diketemukan kendaraan "bodong" dan ada beberapa kendaraan tersebut yang telah diekspor ke luar negeri.

Sebuah fakta yang mencengangkan yang terjadi di daerah yang saya kira pihak aparat tidak mungkin tidak mengetahui bahwa kendaraan-kendaraan itu bisa bebas ekspor tapi kondisi kendaraannya tidak layak jual atau ilegal. 

Apakah ini sebuah kelalaian atau kesengajaan yang kita pun kurang begitu tahu. Mungkin pihak yang berwenang yang mengetahui persoalan ini.

Ketiga, mungkin saja pihak aparat setempat tidak mengetahui aksi penggelapan kendaraan tersebut karena luput dari pemeriksaan. Dan mungkin saja aparat tidak begitu peduli pada kasus-kasus kendaraan tersebut, karena persoalan lain dianggap lebih penting untuk diusut secara tuntas.

Babinsa dan Babinkamtibmas adalah ujung tombak pemberdayaan masyarakat dan penampung suara-suara masyarakat bawah. Jika kedua sosok ini dapat optimal dalam menunaikan tugasnya, sepertinya kondisi masyarakat di daerah tersebut sedikit banyak lebih tertata. 

Meskipun fakta di lapangan kadang ketika aparat tegas saja sudah langsung mendapat pertentangan dari masyarakat. Makanya masyarakat setempat seperti mendapatkan kesempatan untuk melakukan tindakan ilegal tersebut.

Mengarahkan masyarakat pada kebiasaan yang baik dalam memahami hukum dan bagaimana efek yang dialami jika melawan dan melanggar hukum seharusnya menjadi pekerjaan rumah yang tidak boleh dianggap remeh.

Semoga ke depannya tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah daerah serta aparat setempat berkolaborasi dalam melakukan pendidikan dan sosialisasi tentang hukum.

Menyadarkan masyarakat memang tidak mudah, tentunya butuh kerja keras dari semua pihak

Keempat, rumitnya persoalan ekonomi kadang sosok yang awalnya begitu baik tiba-tiba kehilangan harapan dan melampiaskan kesulitannya itu dengan tindakan kejahatan. Ketika mencari penghidupan saja sulit bagaimana mau mencukupi kebutuhan sehari-hari. Maka bagi mereka yang tidak mampu mengendalikan dirinya, maka perbuatan ilegal pun dilakukan. 

Selain itu masyarakat sedikit banyak mulai tidak mempercayai sosok-sosok yang seharusnya menjadi panutan, justru melanggar hukum. inilah alasan kenapa kekerasan bisa terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Melihat beberapa indikasi tersebut akibatnya saat ini Sukolilo secara keseluruhan dicap sebagai Kampung Begal. Padahal tidak semua masyarakat di Kecamatan tersebut adalah orang-orang yang melakukan kejahatan dan melakukan kekerasan terhadap korban.

Meskipun demikian semua adalah akibat negatif ketika aksi kekerasan terjadi di tengah-tengah masyarakat, ditambah lagi media informasi dan komunikasi serta media sosial begitu mudah menyebarkan semua berita dan kasus di tengah-tengah masyarakat.

Jika pendidikan dan pemahaman tentang literasi media tidak terus digalakkan, maka masyarakat sedikit atau banyak akan mudah terhanyut dan tercederai perilaku yang awalnya baik tersebut menjadi masyarakat yang berperilaku negatif. Satu kelompok yang berbuat pada akhirnya yang tidak melakukan pun merasakan akibatnya.

Memulihkan Nama Baik Daerah dengan Bukti Diungkapnya Kasus dan Kesadaran Masyarakat dalam Menjaga Lingkungannya

Pembelian stempel kampung begal sejatinya adalah salah satu sanksi sosial yang kebablasan. Bagaimana bisa disebut kampung begal jika pelakunya adalah sekelompok kecil saja. 

Padahal bisa disebut kampung begal jika semua masyarakat di situ adalah pembegal atau pelaku pencurian dengan kekerasan dan penggelapan. Faktanya tidak demikian kan? Saya yakin masyarakat yang baik-baik akan terkena imbas dari stempel yang diberikan.

Tapi lagi-lagi ini adalah hukum sosial yang dampaknya bukan hanya perubahan perilaku masyarakat yang diharapkan, ternyata sampai sejauh ini pihak aparat semakin keras menindak aksi-aksi ilegal dan telah ditangkapnya para pelaku kejahatan serta diamankannya beberapa kendaraan yang diduga hasil kejahatan.

Hal ini perlu diberikan apresiasi dan semestinya aktivitas baik ini juga diberlakukan di semua daerah di seluruh NKRI. Sebab kita masih sering mendapati berita aksi penggelapan dan pencurian dengan kekerasan yang pelakunya masih banyak yang belum tertangkap. 

Bahkan sejatinya aksi tegas ini dilakukan oleh semua elemen di masyarakat, sebelum kekerasan terjadi. Misalnya jika ada salah satu warganya yang kedapatan menyimpan kendaraan ilegal hasil curian atau penggelapan, maka seharusnya segera melaporkan kepada pihak yang berwajib. RT dan RW, tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemuda, hakikatnya tokoh di desa yang juga harus menjadi penengah dan pelerai jika terjadi persoalan di desanya dan mencegah aksi kekerasan terjadi.

Jika pihak yang berwajib telah mendapatkan laporan, semestinya juga harus segera menanggapi dan melakukan penindakan agar kasus tersebut dapat ditangani sesuai prosedur yang tepat.

Begitu pula pemerintah daerahnya selalu mengadakan pertemuan rutin dengan Muspida, Muspika, aparat desa dan masyarakat dalam rangka pencegahan kejahatan di masyarakat.

Kiranya persoalan ini bisa menjadi kaca atau cermin bagi semua pihak, bahwa semua jenis kejahatan di berbagai bidang, lambat laun akan terungkap. 

Maka dari itu, semua kejadian di mana pun berada bisa menjadi pelajaran berharga kepada semua pihak, agar menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan dan terus bersama-sama masyarakat membangun masyarakat yang menjunjung tinggi karakter atau adab yang baik di dalam masyarakatnya. Karena dari sanalah nama baik masyarakat, pemerintah daerah maupun aparatnya dapat terjaga. Semoga.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun