Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sepak Terjang AS untuk Menjual Arsenal Pertahanan Udara

19 Desember 2017   12:17 Diperbarui: 19 Desember 2017   15:10 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://nationalinterest.org

Sejak awal tahun ini, ketegangan di Semenanjung Korea meningkat setiap harinya karena AS, Jepang dan Korsel (ROK) telah melakukan latihan militer di kawasan sekitar semenanjung ini, satu demi satu latihan militer dilakukan, yang secara bertahap skalanya meningkat terus.

Pada saat yang sama, senjata pemusnah massal dan canggih telah dikerahkan di kawasan ini untuk membuka dengan paksa struktur keamanan regional, yang mau tidak mau mempengaruhi perdamaian dan stabilitas Semenanjung.

Akhir-akhir ini latihan militer AS, Korsel dan Jepang sering dilakukan, dan Jepang berusaha memperkuat sistem anti-rudalnya. Hal ini telah meningkatkan tekanan pada keamanan regional secara keseluruhan terutama terhadap Tiongkok dan Rusia.

Dihadapkan dengan situasi regional yang kompleks dan ketat, bagaimana tanggapan bersama Tiongkok dan Rusia?

Pada 11-16 Desember lalu, latihan komputerisasi bersama antara Russia dan Tiongkok yang kedua dengan kode nama "Airspace Security 2017" diadakan di Beijing. Berita tentang latihan bersama ini menjadi perhatian dan topik hangat perdebatan di dunia Barat.

Jadi, mengapa latihan tanpa pertarungan ini menyebabkan beberapa negara di luar kawasan menjadi tegang? Meskipun kedua negara ini berkali-kali menekankan bahwa latihan ini tidak diarahkan ke pihak ketiga manapun, mengapa beberapa negara berkeras bahwa latihan ini ditujukan kepada  mereka?

Lalu apa yang dilakukan dalam latihan ini yang dikatakan mereka berdua bahwa tanpa ada penembakan senjata apapun?

Pada 11-16 Desember, di Beijing militer Russia dan Tiongkok (PLA) melakukan latihan gabungan staf komando untuk personil dua pihak dalam kompurterisasi yang berkode nama "Aerospace Security 2017."

Dalam latihan ini, kedua belah pihak berlatih menggunakan perencanaan, komando, dan mengkoordinasikan senjata dalam latihan gabungan mengenai peperangan anti-udara dan anti-rudal untuk menghadapi serangan rudal balistik mendadak, provokatif, dan serangan rudal jelajah yang ditujukan wilayah kedua negara.

Latihan ini tidak ditargetkan pada pihak ketiga manapun. Ini yang dinyatakan oleh AU-PLA. Ke depan, Tiongkok dan Rusia akan memperkuat kerja sama di bidang anti-udara dan anti-rudal sesuai kebutuhan.

Konsep Latihan Gabungan "Airospace Security 2017."

Konsep pertama untuk  tipe jenis latihan militer bersama antara Tiongkok dan Rusia. Konsep kedua adalah latihan staf komando, dan ini adalah latihan strategis tingkat staf komando. Kepala Staf AU-PLA dan AU-Rusia memobilisasi Deputi Kepala Stafnya masing-masing.

Konsep ketiga adalah latihan komputer, Kedua belah pihak memasukkan data senjata anti-udara dan anti-rudal mereka masing-masing ke dalam sistem komputer, dan mensimulasikan frekuensi, batch, radar, sistem pencarian, arahan, dan hal-hal lain, dan kemudian kedua sisi bersama-sama mengerahkan senjata untuk mencegat mereka; mereka terutama mencegat rudal balistik dan rudal jelajah.

Sebenarnya, ini bukan kali pertama untuk latihan pertahanan kedirgantaraan Tiongkok-Rusia.

Pada bulan Mei 2016, telah dilakukan latihan gabungan pertama "Aerospace Security 2016." Lokasi latihan pada waktu itu berpusat di Pusat Penelitian Ilmiah Komando Utama Angkatan Aerospace Rusia (the Scientific Research Center of the Russian Aerospace Defense Forces' Central Command).

Pada saat itu, latihan lebih difokuskan pada jika tiba-tiba menemukan rudal balistik dan rudal jelajah yang bersamaan diluncurkan menuju kedua negara, dan Rusia dan Tiongkok mencegat mereka pada saat bersamaan setelah berkomunikasi.

Dan untuk latihan kali ini, lokasinya di Beijing, Tiongkok. Arah intersepsinya lebih banyak datang dari ancaman rudal balistik dan jelajah dari Asia Timur Laut.

Ahli dari Institut Studi Timur Jauh Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Vassily Kashin, percaya bahwa S-400 dan S-300 Rusia dan Tiongkok HQ-9 (Hong Qi-9) akan ambil bagian dalam latihan terkomputerisasi "Aerospace Security-2017"

Stasiun TV "Russia Today" melaporkan bahwa selama latihan ini, kedua militer tersebut akan mensimulasikan ancaman nyata dan mengambil tindakan oposisi atau berhadapan di ruang maya.

Para komandan akan menggunakan sistem perintah otomatis dan sistem pertahanan udara dalam melaksanakan peluncuran simulasi.

Tujuan dari latihan tersebut, menurut pemimpin redaksi "Arsenal Otechesrva" Rusia, Viktor Murakhovsky, mengatakan bahwa latihan ini membuktikan kompatibilitas sistem anti-udara dan anti-rudal mereka (antara Tiongkok dan Rusia).

Ini mengacu pada model pertukaran informasi, pencocokan transmisi data, dan masalah teknis lainnya dari kedua belah pihak.

Latihan ini dengan jelas mengusulkan anti-rudal jelajah selain rudal anti-balistik. Rudal balistik dan rudal jelajah adalah dua jenis ancaman regional utama yang dihadapi kawasan Asia Pasifik saat ini.

Selain itu, situasi anti-rudal di Asia Pasifik saat ini semakin serius. Analis dan pengamat pikir rudal jelajah ditambahkan ke latihan ini telah membawa kepraktisan yang lebih baik pada pertahanan luar negeri kedua negara, karena sekarang ada banyak ancaman berskala besar di masa depan di sekitar dua negara ini, dan kemungkinan besar mereka bisa tampil sebagai rudal jelajah.

Rudal jelajah semacam ini mungkin merupakan rudal jelajah subsonik tradisional, dan ini mungkin rudal jelajah supersonik masa depan. Ada banyak peralatan sekarang yang merupakan rudal supersonik, dan beberapa di antaranya bersifat hipersonik, karena pertahanan kedirgantaraan memiliki beberapa metode hipersonik yang dikembangkan setiap negara.

Metode ini adalah untuk semua ancaman masa depan yang harus diperhatikan kedua belah pihak, dan mungkin membawa tanggapan yang berbeda terhadap target yang berbeda dalam latihan komputer, dan menggunakan senjata dan personil yang berbeda, karena itu dianggap lebih praktis.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa kemampuan gabungan anti-rudal bilateral Tiongkok-Rusia telah terjadi lompatan dari "back to back" menjadi "bahu-membahu (shoulder to shoulder)," dan tingkat saling percaya kedua militer telah tercapai pada titik ketinggian baru.

"Back to back" dalam hal ini mengacu pada masing-masing pihak memainkan peran yang berlawanan selama latihan. Sebagai contoh, Rusia memainkan sisi biru dan Tiongkok memainkan sisi merah, dan dua pihak menggunakan interferensi yang dikomputerisasi untuk melakukan oposisi antara merah dan biru.

Dalam situasi itu, kedua belah pihak terlibat dalam perencanaan "back to back" di mana mereka tidak saling mengenal, dan mereka membawa rencana ini ke departemen pengarah, di mana departemen pengarahan mengarahkan dan menyesuaikannya, saat mereka memainkan peran perang-perangan, dan latihan dilakukan berdasarkan rencana pertempuran bagi kedua belah pihak, sebelum kesimpulan akhir diambil, dan menyimpulkan sisi merah menang atau sisi biru yang menang.

Kali ini adalah latihan "bahu membahu (shoulder to shoulder) yang sebenarnya dalam metode operasi, ini benar-benar mengacu pada bagaimana saat ini, Tiongkok-Rusia memainkan sisi yang sama antara mereka berdua dalam memainkan bagian merah, dan mereka mengkoordinasikan senjata dan personil, untuk menghadapi ancaman serupa dengan metode tempur terkoordinasi antara personil dan senjata mereka dikoordinasikan dalam resistensi bersama untuk menyerang target dan ancaman. Inilah yang dimaksud dengan "bahu-membahu."

Menggunakan metode "bahu-membahu" sama rumitnya dengan latihan live. Dalam situasi seperti ini, Tiongkok dan Rusia tidak hanya harus mengatasi masalah seperti prosedur perintah staf yang tidak berhubungan, perintah yang tidak disampaikan dengan cepat, dan bahasa komputer yang berbeda untuk menerapkan peperangan terkoordinasi antara personil dan senjata api, mereka juga harus menghubungkan mata rantai data berbagai senjata mereka tanpa menuggu-nunggu.

Artinya data itu telah face to face. Tentu saja, ketika menyangkut hal rudal dan pertahanan udara, Rusia jauh lebuh maju daripada Tiongkok. Tapi Rusia rela membuka teknologi anti rudalnya yang lebih maju dari pada Tiongkok dan memasukkannya ke dalam sistem komando terkomputerisasi Tiongkok. Dunia luar percaya ini adalah pengalaman yang menunjukkan tingkat saling percaya yang tinggi antara militer kedua negara tersebut.

Tahun lalu mereka melakukan intersepsi bersama. Tahun ini, mereka menambahkan komunikasi intelijen, komando gabungan, dan koordinasi taktis. Pengamat percaya bahwa latihan ketiga pasti akan menuju ke arah tentara sesungguhnya, atau latihan komando staf yang memiliki beberapa tentara sesunguhnya, dan di masa depan, akan berusaha membentuk jaringan anti-udara dan anti-rudal gabungan di Asia Timur Laut, di Kawasan Timur Jauh Rusia dan Tiongkok timur laut.

Pada sore hari 30 November, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok Wu Qian menekankan di depan banyak kamera bahwa latihan anti-rudal Tiongkok-Rusia tidak diarahkan ke pihak ketiga manapun. Tiongkok dan Rusia telah menyatakan sikap ini dua tahun berturut-turut.

Tidak diarahkan pada pihak ketiga manapun, analis melihat ini pertama-tama, karena pilihan politik. Pilihan politisnya adalah bahwa Tiongkok dan Rusia tidak membentuk aliansi.  Hubungannya adalah mitra strategis dan terkoordinasi, jadi tidak perlu menggabungkan politik dan ideologi ke dalam hubungan internasional mereka.

Sistem anti-rudal adalah sistem pertahanan. Mereka bertindak untuk mencegat rudal yang lain yang ditujukan menembak mereka. Tapi rudal apa yang akan ditembakkan ke arah mereka? Mereka mengatakan bahwa hal itu tidak ditargetkan pada pihak ketiga manapun, namun rudalnya pasti berasal dari pihak ketiga.

Mereka mengatakan bahwa mereka tidak secara aktif mengancam pihak lain, tapi pihak lain juga tidak bisa mengancam kita. Pernyataan mereka bahwa ini tidak ditargetkan pada pihak ketiga manapun berarti bahwa mereka tidak merancang negara lain yang akan menyerang untuk hal ini sebelumnya, dan sistem pertahanan rudal gabungan yang mereka rancang tidak ditujukan untuk ancaman rudal dari arah mana atau dari wilayah tertentu. Selama ancaman semacam ini ada, mereka perlu membangun sistem pertahanan semacam ini.

Latihan Gabungan Akibat Sensasionil dan Propagasi

Meski begitu, latihan gabungan Tiongkok dan Rusia dalam menjaga keamanan kedirgantaraan telah tunduk pada propagasi dan sensasionalisme media asing selama dua tahun terakhir.

Situs "Washington Times" yang berbasis di AS melaporkan pada 12 Juli lalu, bahwa "Rusia dan Tiongkok bersiap untuk melawan AS di seluruh dunia. Moskow dan Beijing memiliki kepentingan bersama dalam melemahkan pengaruh global AS dan secara aktif bekerja sama dalam hal itu. "

Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya teori dan komentar demikian muncul di sektor kedirgantaraan. Tahun lalu, dalam latihan anti-rudal Tiongkok-Rusia "Aerospace Security-2016", Rusia melakukan uji coba meluncurkan rudal dari sistem rudal anti-balistik "Nudol" A-235.

Departemen Pertahanan AS segera menuduh Tiongkok dan Rusia melakukan operasi gabungan yang menargetkan sistem pertahanan rudal yang dikerahkan di Eropa

Dari sini, kita bisa melihat bahwa latihan gabungan Tiongkok dan Rusia di sektor kedirgantaraan selalu menyentuh saraf masyarakat internasional.

Jadi, apa yang dimaksud dengan "keamanan kedirgantaraan/aerospace security"? Dan mengapa masyarakat internasional memandangnya semakin penting konsep ini?

Aerospace/Dirgantara untuk dua negara dalam latihan gabungan ini, terutama mengacu pada ruang lingkup PLA bagi Tiongkok dan Angkatan Udara bagi Rusia. Strategi angkatan udara Tiongkok menggabungkan udara dan ruang angkasa, pada kenyataannya, kekuatan udara dan kedirgantaraan Tiongkok terkait keduanya.

Lalu mengapa isu pertahanan kedirgantaraan menjadi semakin mendesak? Karena militerisasi ruang angkasa telah berkembang dengan pesat beberapa tahun terakhir ini, dan masih ada banyak ancaman baru, dan muncul di sektor baru ini.

Ulah AS Untuk Kedirgantaraa

Misalnya, AS yang menerbangkan X-37B, X-37B  terus-menerus di angkasa selama lebih dari dua tahun. Tidak ada yang tahu mereka itu sedang melakukan apa. Ini jelas metode militer, karena dikembangkan dari anggaran militer.

Meskipun Tiongkok dan Rusia telah mengusulkan untuk menandatangani sebuah perjanjian untuk melarang militerisasi angkasa luar, AS jelas-jelas menolak untuk menandatanganinya. Karena AS memiliki keuntungan di sektor kedirgantaraan secara taktis dan praktis, dan tidak mau melepaskan keuntungan ini.

Jadi ini adalah teori pasti untuk militerisasi antariksa,  yang pasti dirgantara akan mengarah ke militerisasi. Jadi semua negara berfokus pada militerisasi udara,  ruang angkasa rendah dan antariksa jauh, dan militerisasi ini adalah seleksi yang sangat alami.

Sejak awal tahun ini, ketegangan di Semeanjung Korea terus meningkat karena ulah AS, Jepang dan Korsel terus meningkatkan latihan militer gabungan di kawasan ini, serta mengerahan arsenal-arsenal canggih yang terus meningkat.

"Latihan bersama udara terbesar dalam sejarah Korsel dan AS." Beginilah bagaimana media Korsel menggambarkan latihan udara berskala tahunan kode nama "Vigilant Ace" yang diadakan oleh Korsel dan AU-AS di atas udara Semenanjung Korea dari 4 sampai 8 Desember ini.

Laporan mengatakan bahwa latihan udara AS-Korsel ini melibatkan lebih dari 230 pesawat untuk mengambil bagian. Militer AS bahkan memobilisasi bomber supersonik B-1B, jet tempur F-22 Raptor, dan jet tempur F-35 Lightning untuk ikut serta dalam latihan ini. Ini adalah pertama kalinya jet tempur generasi kelima AS berada di Asia Pasifik.

Yang lebih penting lagi adalah stasiun SBS Korsel melaporkan, pada hari pertama latihan udara gabungan Korsel-AS diadakan, militer Korsel merilis sebuah berita yang mengenjutkan: enam jet tempur F-22 dan enam jet tempur F-35A tidak akan segera kembali ke pangkalan AS di Jepang setelah selesai latihan ini.

Kim Sung-duk, humas AU-Korsel mengatakan: Sampai saat ini, belum diputuskan kapan F-22 dan jet tempur lainnya akan kembali ke basis asalnya setelah latihan.

Ini tampaknya berarti setelah latihan 5 hari, jet tempur F-22 militer AS mungkin tetap tinggal di Semenanjung Korea, dan persiapan untuk opsi militer AS terhadap Korut mungkin sudah dianggap selesai.

Stasiun SBS Korsel melaporkan, "opsi militer AS" terhadap Korut/DPRK terdiri dari lima langkah, dan langkah terakhir adalah penempatan alutsista canggih  di Semenanjung Korea.

"Alat serbu strategis AU-AS" merujuk pada pesawat tempur siluman F-22 dan F-35 yang bisa menyerang fasilitas rudal nuklir Korut dengan tepat.

Selain itu, Kepala Staf Gabungan Korsel menyatakan bahwa armada pengebom B-1B AS yang ditempatkan di Pangkalan Angkatan Udara Andersen akan mengunjungi Semenanjung dan ikut serta dalam latihan pengeboman.

B-1B memiliki julukan "Swan of Death," dan bersama dengan B-52 dan B-2, dianggap sebagai salah satu dari tiga pembom strategis utama di AS, mereka mampu mengeboman secara merata, yang bisa mengakibat kerusakan sangat serius, dan ketiganya memiliki daya angkut sangat besar.

Kantor Berita Yonhap percaya bahwa kemunculan armada B-1B telah memberikan tekanan ekstrim pada Korut.

Juru Bicara dari Komisi Urusan Korut/DPRK membuat sebuah pernyataan pada 2 Desember yang mengecam AS dan Korsel untuk latihan udara bersama berskala terbesar dalam sejarah yang ditujukan kepada Korut, dan mendorong terjadinya situasi tentatif dan intens di Semenanjung Korea ke ambang batas untuk meledak.

TV Pusat Korea Anchor menyiarkan laporan: Jika Semenanjung Korea dan seluruh dunia ditarik ke dalam arus perang nuklir yang disebabkan perang nuklir berbahaya AS yang menggila, tanggung jawabnya harus ditanggung sepenuhnya oleh AS.

Beberapa analis percaya bahwa latihan militer AS-Korsel akan memperburuk permusuhan yang tegang di Semenanjung Korea, dan membawa bahaya bagi perdamaian dan keamanan regional.

Jadi kita bisa melihat integrasi udara dan dirgantara menjadi ancaman masa depan. Selain itu, ada berbagai metode pendeteksian yang digunakan satelit AS yang terkonsentrasi di area ini, dan melakukan pengawasan yang ketat terhadap Korut.

Korsel dan Jepang juga sama. Metode pengintaian udara dan dirgantara, metode komunikasi, dan metode navigasi semuanya terkonvergensi ke arah ruang angkasa. Pertentangan akan terjadi disini, pertentangan dalam lingkup dirgantara akan tak terelakkan, dan menjadi aspek yang sangat penting, jadi hal ini perlu diperhatikan dan diwaspadai. (Indonesia juga mencemaskan hal ini, baca: Chappy Hakim Ungkap Penyebab 'Lubang' di Pertahanan Udara ).

Beberapa analis mengatakan bahwa sejak tahun lalu, dengan latihan anti-rudal Tiongkok-Rusia yang pertama, NATO telah meningkatkan tingkat dan keadaan oposisinya, dan AS telah mengambil keuntungan dari ini untuk memulai operasi eskalasi rudal berskala besar.

Menurut sebuah laporan 18 November dari "Financial Times" yang berbasis di Inggris, Departemen Pertahanan AS mengkonfirmasi pada 17 November bahwa AS akan menjual sistem pertahanan rudal Patriot ke Polandia senilai 10,5 miliar USD. Sehingga "tembok pertahanan rudal" NATO di Timur Eropa telah memiliki landasan lain yang ditambahkan padanya. Sebuah pertahanan udara  anti-rudal dan "pengepungan rudal" terhadap Rusia telah terbentuk.

Bagi Rusia, Rusia lebih memperhatikan ancaman dari barat dan barat daya, tidak seperti Tiongkok. Ancaman dari luar berasal dari Asia Timur Laut, dari kawasan timur Tiongkok.

Rusia percaya bahwa NATO terus berkembang ke arah timur, dan sistem pertahanan rudal AS menurut istilah dari Barrack Obama telah "NATO-ize (di NATO-kan)," dan menjadi sistem pertahanan rudal NATO. Sistem ini terus mendorong ke arah perbatasan Rusia. Hasil dari ini adalah bahwa sebuah "iron shroud/kain kafan besi" terbentuk di sekitar Rusia, dan mereka bisa menyerang Rusia tapi Rusia tidak dapat menyerang mereka.

Jadi Rusia sangat cemas. Pada tahun 2007, mereka mengusulkan untuk bekerjasama dengan Tiongkok dalam hal pertahanan rudal.

Menurut sebuah laporan 14 November dari TV Asahi, Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan bahwa di masa depan, hal itu akan menempatkan sistem intersepsi rudal Aegis berbasis darat yang baru dari AS.

Opini publik percaya bahwa hal ini adalah tanggapan terhadap permintaan Presiden AS Donald Trump terhadap Jepang bahwa mereka diminta untuk membeli peralatan militer AS yang dia utarakan pada KTT Jepang-AS pada 6 November.

Trump mengatakan: Dia akan menembak mereka (rudal musuh) di luar langit saat dia sudah melengkapi pembelian banyak tambahan peralatan militer dari AS.

Beberapa analis percaya bahwa jika dua sistem Aegis berbasis darat dikerahkan di Jepang, maka AS akan benar-benar menyelesaikan sistem anti-rudalnya di bagian timur Eurasia, dan kerangka AS untuk sistem pertahanan rudal global pada dasarnya akan selesai.

AS dan NATO membangun sistem pertahanan rudal global (GMD/ global missile defense), yang mengarah ke Eropa dikenal sebagai European Phased Adaptive Approach (EPAA).

Solusi untuk penyebaran di Eropa ini sudah selesai. Ada Aegis berbasis laut yang berada di darat dan Standard-3 menuju ke darat, dan mereka dikerahkan di pantai utara Laut Tengah, di sekitar Romania, dan di Polandia, membentuk sistem anti-rudal di teater atau arena Eropa.

Pada saat yang sama, di Asia Pasifik, AS telah mulai mengerahkan kapal perusak Aegis kongo-class, dan rudal Standard-3 juga telah berada di darat. Ada juga kawasan Timur Tengah sebagai tambahan, di mana Israel telah membawa teknologi pertahanan rudal AS dan membentuk sistem anti-rudalnya sendiri. AS juga bisa menggunakan sistem anti-rudal ini, jadi ketiga wilayah ini benar-benar bergabung membentuk satu badan pertahanan dan penyerangan.

Sistem pertahanan Aegis berbasis darat yang dipesan pemerintahan Shinzo Abe, Jepang telah memperburuk situasi dan menimbulkan gejolak situasi ofensif dan defensif di Asia Timur Laut, serta menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional pihak-pihak terkait di kawasan tersebut.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengambil sikap keras dengan sangat jelas, mengungkapkan keprihatinannya tentang Jepang yang membawa sistem Aegis berbasis darat, dan Tiongkok juga jelas mengekspresikan pertentangannya dan protes keras.

Situasi yang Diinginkan AS Untuk Jual Senjata

Latar belakang situasi seperti atas ini justru yang diinginkan AS, dimana terus mengaduk "air di lumpur" di Asia Timur Laut. Apa maksud dibalik ini semua bagi AS?

Menurut analis, AS memiliki hipotesis dalam hal pengembangan penting sistem anti-rudalnya. Pertama-tama, mereka ingin memastikan keamanan mutlak negaranya sendiri, jadi dari perspektif AS, mereka memiliki kemampuan yang sangat kuat untuk melakukan serangan nuklir, dan ini juga mengharuskan bahwa jika mereka melakukan serangan nuklir, mereka tidak akan menerima serangan balasan nuklir. Maka mereka ingin mengembangkan kekuatan anti-rudalnya, dengan pertahanan rudal yang strategis, pertahanan rudal tempur, dan pertahanan rudal taktis.

Selain itu, AS ingin menarik aliansinya lebih dekat melalui pertahanan rudal, dan membuat aliansi dan militer sekutunya bahkan lebih terintegrasi.

Integrasi ini bisa dicapai melalui pertahanan rudal, dan bukan hanya pertahanan rudal, namun selain pertahanan rudal, di garis depan harus ada pengintaian dan peringatan dini rudal.

Juga harus ada informasi intelijen, transmisi intelijen, dan komunikasi. Harus ada juga perintah dan kontrol, soal pengendalian senjata. Pembentukan keseluruhan rantai informasi ini mencakup keseluruhan aliansi dalam sistem ini. Siapa yang bisa memberikan info intelijen ini? Hanya AS bisa yang menyediakannya.

Ketiga, pertahanan rudal AS merupakan sumber kekayaan yang sangat besar. AS pernah meramalkan bahwa keseluruhan pasar pertahanan rudal kira-kira dua triliun USD, yang berarti bahwa ketika sampai pada skala penjualan global dari sistem rudal strategis, pertempuran, dan taktis, memiliki skala pasar sekitar dua triliun USD .

Tampaknya situasi sekarang masih  belum mendekati mencapai skala itu, jadi perlu mempromosikan sistem anti-rudal dan meminta sekutu-sekutunya untuk membelinya, dan juga perlu menciptakan situasi yang mengharuskan mereka membeli.

Upaya Rusia Dan Tiongkok

Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok dan Rusia telah mengadakan serangkaian kerjasama militer yang telah memainkan peran stabil yang harus mereka lakukan di kawasan tersebut.

Saat ini, jika situasi di kawasan ini menjadi tidak begitu tenang, Tiongkok dan Rusia mungkin akan memulai lebih banyak kerjasama di masa depan. Tapi untuk menyudutkan mereka,  AS dan Barat kapan pun Tiongkok dan Rusia mulai bekerja sama, beberapa ucapan dengan motif tersembunyi mulai muncul, dan menyebarkan adanya "ancaman" dari kedua negara ini.

Apakah betul kerjasama Tiongkok dan Rusia menimbulkan ancaman?

Sejak Tiongkok dan Rusia pertama kali merilis berita bahwa mereka mengadakan latihan militer, beberapa negara dengan motif tersembunyi mulai menggunakan ini untuk membesar-besarkan hal-hal lain, dan bahkan mulai mengambil apa yang disebut "tindakan balasan."

Laporan mengatakan bahwa dari tanggal 11 sampai 12 Desember, AS, Jepang, dan Korsel mengadakan latihan militer di perairan dekat Jepang, dan berfokus untuk memperkuat pertukaran informasi rudal balistik dan kemampuan pelacakan lintasan rudal.

Jepang mengerahkan kapal perusak Kongo-class, Kapal perusak yang dilengkapi Aegis JDS Chokai, sedang AS dan Korsel mengerahkan beberapa kapal untuk ambil bagian. Tema utama latihan tersebut adalah kerjasama dan sharing informasi intersepsi rudal. Banyak pengamat dan analis yang mempertanyakan. apakah ini sebuah kebetulan?

Pada 17 November, Kementerian Pertahanan Tiongkok mengumumkan bahwa Tiongkok dan Rusia akan mengadakan latihan komando staf gabungan anti-rudal yang kedua rudal dari tanggal 11 sampai 16 Desember.

Tapi Jepang baru membuat pengumuman publik tentang latihan gabung diatas pada 10 Desember, sehingga banyak pihak yang berpikir ini suatu latihan yang diadakan secara dadakan.

ICBM - Rudal Balistik Antar Benua

Ada lebih dari 50 negara di dunia yang memiliki rudal balistik, dan lebih dari 20 negara dengan rudal balistik jarak menengah, serta hampir 7 atau 8 negara dengan rudal balistik antar benua (ICBMs).

Dari sekian banyak negara-negara pemilik ICBM, mungkin ada yang melakukan peluncuran atau peluncuran tanpa disengaja yang akan menimbulkan ancaman bagi negara lain. Di Asia Timur Laut, AS menggunakan kapal selam nuklir rudal balistik di wilayah tersebut, juga menggelar rudal balistik berbasis peluncuran kapal selam dalam formasi padat di Guam dan Samudra Pasifik Barat.

Selain itu, pembom strategis AS sering melakukan patroli di Semenanjung Korea dan Laut Jepang, dan membawa sejumlah besar rudal jelajah udara. Pada saat yang sama, wilayah AS sendiri juga memiliki ICBM yang ditujukan ke arah Asia Timur. Ini sangat jelas terlihat adanya ancaman ke kawasan ini.

Meskipun Tiongkok dan Rusia tidak menargetkan pihak ketiga manapun, mereka telah berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari konotasi dalam kerja sama militer, dan tidak ada bagian tempur dari latihan anti-rudal Tiongkok-Rusia, tapi itu tidak berarti Tiongkok dan Rusia kemampuan anti-rudalnya buruk.

Kemampuan anti-rudal Tiongkok-Rusia tidak hanya masih pada  tingkat "menggeser mouse saja."

Pada paruh pertama tahun ini, "China Aerospace Science and Technology Corporation" mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mengembangkan "rudal pertahanan kedirgantaraan generasi baru" yang bisa menyerang puluhan kilometer di atmosfer jauh, setara dengan rudal 27 kali kecepatan suara.

Beberapa analis percaya bahwa Tiongkok telah muncul sebagai negara dengan pertahanan rudal yang kuat.

Akhir bulan lalu, media mengutip Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa beberapa hari sebelumnya, militer Rusia telah melakukan uji coba peluncuran rudal pencegat anti-balistik di tempat uji coba rudal Kazakhstan.

Analisis media mengatakan bahwa rudal pencegat ini adalah rudal pencegat 53T6 Gazelle yang lebih baik, dan menjadi sebuah komponen sistem intersepsi A-235.

Sumber: http://nationalinterest.org
Sumber: http://nationalinterest.org
Sebelum diadakan latihan gabugan militer ini, AL-PLA mengadakan evaluasi profesional dan kompetitif dari rudal "Blue Sword Cup", dan mengorganisir frigat baru dari tiga armada untuk dilibatkan dalam menghadapi latihan dengan sengit di lingkungan tempur yang hampir nyata untuk latihan dengan pasukan dan amunisi hidup pada rudal dan pertahanan udara, untuk menguji kemampuan anti-rudal AL-PLA.

Dari sini, pengamat dapat melihat bahwa kemampuan anti-rudal Tiongkok dan Rusia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dan di masa depan, akan memiliki kemampuan untuk menghadapi ancaman dari manapun juga.

Konfigurasi standar sebagai kekuatan utama harus memiliki senjata nuklir, senjata ofensif strategis, dan senjata pertahanan strategis, mereka memiliki pedang di satu tangan dan satu perisai di tangan yang lain.

Semua kategori kekuatan utama sama, mereka harus memiliki pedang dan perisai, itu menjadi konfigurasi standar kekuatan utama. Senjata ofensif strategis Tiongkok telah berkembang dengan sangat cepat, namun senjata defensif strategis Tiongkok juga sedang dikembangkan. Rusia juga sama.

Pedang di satu tangan dan perisai di tangan yang lain. Saat ini, Tiongkok telah membentuk kemitraan strategis dan terkoordinasi, dapatkah Tiongkok terlibat dalam kerjasama strategis di sektor anti-rudal?

Rusia mengajukan pertanyaan semacam ini sejak lama. Sebagai ancaman dari rudal balistik tetangga dan rudal jelajah yang terus meningkat, kedua negara ini kini mulai lebih memperhatikan topik ini.

Bagi sebuah negara yang seluas Tiongkok, dengan wilayah yang luas seperti Tiongkok, pasti perlu membentuk pertahanan udara di seluruh wilayahnya, sehingga seluruh wilayah udaranya aman. Tiongkok telah menyatakan bahwa pada tahun 2035, Tiongkok akan mencapai modernisasi yang mencakup modernisasi militer, dan modernisasi sektor militer inti.

Jadi, modernisasi pertahanan udara dan rudal merupakan indeks penting modernisasi pertahanan nasional Tiongkok. Jika teknologi rudal dan pertahanan udaranya membaik, atau Tiongkok menggunakan kerjasama dengan Rusia ini untuk lebih meningkatkan kemampuan anti-rudal dan anti-udara yang berarti ofensif dan defensifnya kuat. Tiongkok merasa harus kuat di kedua wilayah ini setiap saat.

Konsep kemitraan strategis dan terkoordinasi antara Tiongkok dan Rusia ini adalah hubungan dimana tidak ada aliansi yang terbentuk. Militer Tiongkok dan Rusia mempunyai hubungan yang baik, tapi bukan aliansi. Demikian mereka menekankan dalam pernyataanya.

Bentuk baru dari hubungan keamanan ini menguntungkan stabilitas regional, dan pada saat yang sama, Tiongkok juga percaya bahwa karena bentuk baru konsep keamanan yang diajukan oleh Tiongkok jika bisa diterima oleh lebih banyak negara, hal itu akan membawa perdamaian, stabilitas, dan pembangunan yang berkelanjutan ke kawasan. Semoga memang demikian...

Sumber: Media Tulisan dan TV Luar Negeri Dan Dalam Negeri.

https://www.reuters.com

https://www.sbs.com.au

https://thediplomat.com

http://nasional.kompas.com

kompas.com

http://nasional.kompas.com

http://nationalinterest.org

https://www.globalsecurity.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun