Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"ISIS" di Irak dan Suriah Ditumpas, Benarkah "ISIS" Sudah Lenyap?

6 Desember 2017   11:06 Diperbarui: 6 Desember 2017   12:48 4251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak analis yang berpikir "ISIS adalah produk yang sangat aneh yang dibuat dalam kondisi historis tertentu.

Pada bulan September 2014, AS dengan cepat mengumpulkan kekuatan kontra terorisme dengan lebih dari 50 negara, termasuk Inggris, dan Prancis, serta Uni Eropa, NATO, dan Liga Arab untuk melawan "ISIS."

Namun, kontraterorisme pimpinan AS ini hanya menciptakan lebih banyak terorisme, dan semakin banyak terorisme yang terjadi.

Pada musim panas 2015, di medan perang Irak, sekitar 80% wilayah Provinsi Al Anbar diduduki oleh "ISIS." Hampir setengah dari wilayah nasional Suriah juga dikuasai oleh "ISIS." Karena itulah, kehebatan koalisi kontraterorisme pimpinan AS diragukan. 

Seorang analis dari sebuah think tank AS mengatakan, "Untuk meningkatkan efektivitas serangan udara, mereka harus dipandu dan dikoordinasikan dengan pasukan darat." Namun strategi AS untuk melawan "ISIS" memiliki "redline/garis merah" yang kritis, tidak boleh melintasi garis merah,  yang berarti sama sekali tidak akan mengirim pasukan darat apapun.

Selain itu, AS jauh lebih tertarik untuk menggulingkan pemerintahan al-Assad daripada melawan "ISIS", dan bahkan ingin memanfaatkan berbagai kekuatan oposisi campuran yang baik dan jahat di Suriah untuk menggulingkan pemerintahan al-Assad.

Hal ini menyebabkan AS pikirannya bercabang dua ketika menghadapi "ISIS".

Negara-negara Eropa juga mendukung tujuan utama pasukan oposisi Suriah untuk menggulingkan pemerintahan al-Assad, dan tidak menganggap bahwa "ISIS" sebagai prioritas utama mereka.

Di antara koalisi, masing-masing negara dalam koalisi memiliki gagasan sendiri, dan mereka tidak bersatu dalam tujuan mereka. Misalnya, dari mereka yang ikut serta dalam pertempuran, kita dapat melihat bahwa Australia dan Inggris memiliki gagasan yang berbeda dari AS. Jadi perbedaan semacam ini dalam tujuan mereka juga menyebabkan mereka terganggu dalam tujuan melawan "ISIS".

Beberapa negara Teluk juga memiliki sikap yang sangat rumit terhadap nasib kelompok ekstremis "ISIS", karena menganggap kekalahan "IS" akan berarti kemenangan bagi Iran dan Suriah.

Negara kritis lainnya adalah Turki. Ketika menghadapi keputusan apakah akan membantu orang Kurdi saat melakukan baku tembak dengan "ISIS" di perbatasan Turki-Suriah, mereka tidak dapat mengambil keputusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun