Sejak awal tahun ini, meski negara-negara Eropa terus meningkatkan kekuatan kontraterorisme mereka, aktivitas teroris di Eropa tetap pada tingkat prevalensi yang tinggi. Teroris juga sengaja memilih tempat di mana ada banyak turis dan kerumunan orang yang padat untuk diserang.
Statistik awal menunjukkan bahwa dalam delapan bulan pertama tahun ini, di Eropa terdapat setidaknya 13 serangan teroris termasuk di Prancis, Inggris, Jerman, Spanyol, Belgia, Swedia, dan Finlandia, yang menewaskan 58 orang dan lebih dari 300 orang terluka.
Berkaitan dengan hal ini, PM Lybia, Fayez al-Sarraj memperingatkan bahwa meningkatnya jumlah teroris mereka akan dengan sengaja menyamar sebagai pengungsi dan memasuki Eropa melalui Laut Mediterania, yang meningkatkan krisis serangan teroris di Eropa.
Analis dunia luar juga percaya keadaan perang melawan teror masih suram dan kompleks. Kompleksitas ini terutama hadir sebagai koneksi "ISIS" ke dunia luar dan berkembang ke Asia, Afrika dan Eropa. Pada saat yang sama, sebuah laporan baru-baru ini dari sebuah organisasi riset internasional menunjukkan bahwa "ISIS" ada di lima belas negara. Dengan kata lain, "ISIS" dikonfirmasikan telah mendirikan cabang di lima belas negara, dan telah melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemauan mereka.
Beberapa analis percaya bahwa setelah kekalahan "ISiS," arus balik sejumlah besar ekstremis akan menjadi masalah keamanan baru bagi masyarakat internasional.
Sebuah perusahaan konsultan intelijen AS baru-baru ini menerbitkan sebuah laporan yang percaya bahwa ribuan militan "ISIS" dari setidaknya 33 negara telah meninggalkan medan perang di Suriah dan Irak dan kembali ke negara asal mereka.
Menurut data dari "The New York Times" dan "The Washington Post," sejak awal tahun ini, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Denmark, Italia, Spanyol, dan negara-negara lain telah menemukan plot untuk "serigala tunggal" serangan yang dilakukan atas nama "ISIS", beberapa di antaranya telah berhasil dilakukannya, dan pelakunya tampaknya semua adalah lahir dan dibesarkan di negara-negara tersebut (Indonesia juga tidak terkecuali).
Kedua, sulit untuk memastikan bahwa pihak keamanan dapat menangkap 100% dari mereka. Jika kita ingin mencegahnya, kita harus mencegahnya dari segala sudut, dan jika hanya menyerang dari satu sudut saja, maka setiap sudut pertahanan kita akan terganggu. Jadi ini adalah situasi yang cukup nyata dan cukup mengerikan.
Seiring kekuatan pertarungan internasional melawan "ISIS" telah meningkat, dan "ISIS" telah memasuki fase kekalahan total. Namun, ini tidak berarti bahwa akar "ISIS" telah tercabut. Pada kenyataannya, pengaruh inti dari "ISIS" adalah dalam permeasi/perembesan dan kekuatan propagasi dari ideologi ekstremisnya.
Jalal Alabbadi, sorang pakar militer dari Timteng mengatakan: Operasi untuk melawan "ISIS" akan segera berakhir. Mereka telah membunuh banyak dari mereka, tapi itu tidak cukup. Jika kita ingin melawan Daesh (ISIS), bukan di Yordania, bahkan di Suriah, mereka berada di AS, dan bahkan di Filipina, bahkan di Afrika, bahkan di Eropa sekalipun. Daesh berada di sini (sambil menunjuk otak). Jika kita ingin melawan mereka, kita harus memberitahu semua orang bahwa mereka salah, dan ini bukan dengan senjata, bukan dengan pesawat terbang.
Selama teori teroris dan ideologi teroris ada di dunia ini, mereka bisa terdengar oleh banyak orang. Selama teori teroris dan ideologi teroris tidak diberantas, terorisme tidak akan pernah diberantas. Karena itu, kontraterorisme di seluruh dunia, perang melawan teror dan ideologi teroris di semua negara di dunia ini telah dinormalisasi, dan harus dijaga.