Lagi pula, AS mengawasi terus Suriah dan Iran yang memiliki keinginan terkuat untuk memerangi terorisme di Timur Tengah dan memiliki militer yang relatif kuat diluar dari koalisi kontraterorisme saat melawan "ISIS" yang secara umum dan utama akan mempengaruhi efektivitas kontraterorismenya.
Selama periode ekspansi liarnya "ISIS", tidak ada militer tingkat nasional yang benar-benar melawan "ISIS." Itu karena kurangnya perlawanan terorganisir yang dapat secara kolektif berkembang dalam waktu yang sangat singkat.
Keadaan Berubah Setelah Ruisa Intervensi
Dimulai pada 30 September 2015, Angkatan Udara Rusia mulai melakukan serangan melawan "ISIS" di dalam wilayah Suriah. Permintaan, Persetujuan dan Serangan Udara dilakukan pada hari yang sama (secara simultan dilakukan dalam satu hari yang sama). Serangan kilat ini menyebabkan AS ditinggalkan menjadi abu.
Vladimir Putin menyatakan: Saat ini, ada aktivitas teroris internasional di Suriah dan negara-negara tetangganya, dan satu-satunya metode yang tepat untuk menyerang terorisme internasional adalah serangan pre-emptive (pendadakan).
Menurut catatan statistik Kementerian Pertahanan Rusia, dalam waktu tiga bulan, jet tempur Rusia melakukan 5.240 penerbangan, 145 di antaranya adalah pesawat tempur jarak jauh dan penerbangan rudal strategis, dan menghancurkan infrastruktur, basis pelatihan, peralatan militer, dan efektivitas dari terorisme "ISIS."
Selain itu, Kementerian Pertahanan Rusia juga membentuk sistem pengintaian multi-tier (lapis-ganda) untuk memastikan bahwa target tersebut akurat dan tidak ada kesalahan yang dilakukan.
Meskipun Barat percaya bahwa kontraterorisme Rusia palsu, dan bertujuan menyerang pasukan oposisi Suriah untuk membantu menstabilkan pemerintahan sekutunya, dengan tujuan untuk mempertahankan kepentingannya sendiri di Timur Tengah, tapi walaupun bagaimanapun situasi kontraterorisme di Timur Tengah benar-benar berubah.
Campur tangan Putin yang kuat ini telah menjadikan situasi tidak saja lebih dari sekedar negara-negara Barat yang memberantas "ISIS," Â negara-negara Barat juga harus bersaing dengan koalisi kontraterorisme pimpinan-Rusia. Jadi pada saat itu, kita bisa melihat, terutama setelah 30 September 2015, situasi kontraterorisme di seluruh Timur Tengah dan situasi pertempuran pasukan ekstremis "ISIS" mengalami perubahan yang terbalik.
Dalam pertempuran di Timur Tengah melawan terorisme, Rusia juga memiliki dua sekutu, pada awal 24 Agustus 2016, Turki meluncurkan sebuah operasi militer dengan kode sandi "Operasi Perisai Efrat (Operation Euphrates Shield)" dan melancarkan serangan militer terhadap "ISIS" di wilayah perbatasan Turki-Suriah Ini meletakkan dasar bagi militer Suriah untuk merebut Aleppo.
Menurut laporan dari banyak media, Iran juga mengirim sukarelawan ke Suriah untuk membantu pertarungan militer Suriah.