Sejak Perang Dingin berakhir dan Uni Soviet bubar, hubungan AS-Rusia telah mengalami siklus yang panas, dingin, berantam dan berdamai.
Sejak Donald Trump terpilih menjadi presiden AS, salah satu prioritas politiknya adalah memperbaiki hubungan AS-Rusia. Namun satu labirin atau sesuatu yang membingunkan telah dihembuskan tentang insiden peretasan atau hacking Rusia dan yang terbaru tentang "Russiagate" atau "Skandal Intervensi Rusia"
Baru-baru ini Kongres AS mengeluarkan sebuah undang-undang tentang hubungan untuk tiga negara yang menyebabkan hubungan AS-Rusia dan hubungan antara Trump dan Putin menjadi semakin rumit dan membingungkan.
Pada 27 Juli, DPR-AS atau the House mengeluarkan UU yang sama dengan pemungutan suara 419 YEA/Yes, dan 3 Nays/No.
Fokus sanksi terhadap Rusia dikarenakan diyakini hacker/peretas Rusia ikut campur dalam pemilu AS yang lalu. . Ketua Komite Bersenjata Senat AS John McCain mengatakan: "Teman-temanku, Amerika Serikat perlu mengirim pesan yang kuat kepada Vladimir Putin dan penyerang lainnya bahwa kita tidak akan mentolerir serangan terhadap demokrasi kita. Itulah tujuan dari UU ini."
Senator Republikan Linsey Graham mengatakan: "Setiap anggota Kongres yang tidak ingin menghukum Rusia atas apa yang telah mereka lakukan adalah mengkhianati demokrasi. Dan jika presiden tidak menandatangani undang-undang ini untuk menghukum Rusia, dia itu berarti menghianati demokrasi. "
Tapi Trump menuliskan dalam Twitternya: "Hubungan kita dengan Rusia berada pada titik terendah sepanjang masa dan berbahaya. Anda bisa berterima kasih pada Kongres untuk itu." Dalam mengungkapkan ketidak berdayaan dan ketidak puasannya, pada 2 Agustus lalu.
Dua lembaga AS Kongres dan House (DPR) telah mensahkan sanksi dengan mayoritas, jadi veto Trump akan percuma, karena Kongres bisa membatalkan hak vetonya, dan dia akan kehilangan respeknya lebih besar, mau tidak mau harus menyetujui, terlepas dari keluhannya.
Poin penting lainnya dari UU tersebut ada yang mengatur bahwa jika presiden membuat "perubahan besar" terhadap kebijakan Rusia-AS, termasuk menjatuhkan sanksi terhadap Rusia yang telah ditetapkan, dia harus membuat  laporan ke Kongres, dan Kongres memiliki wewenang untuk mem-Veto keputusan presiden.
Berkaitan dengan hal ini, Trump mengatakan dalam sebuah pernyataan setelah dia menandatangani UU tersebut bahwa "UU tersebut sesungguhnya tetap cacat --- terutama karena melanggar otoritas eksekutif untuk bernegosiasi."
Seperti kita ketahui, tujuh sanksi dari pemerintahan Obama semuanya berjalan lancar melalui sebuah perintah eksekutif, tidak disahkan sebagai undang-undang melalui Kongres. Tpi kali ini ada pengecualian harus melalui Kongres untuk dijadi UU.
UU sanksi terhadap Rusia kali ini menambahkan target baru untuk sanksi selain individu dan perusahaan Rusia yang dikenai sanksi sebelumnya: individu dan perwakilan hukum yang ikut berperan dalam memberikan pemerintahan Suriah Bashar al-Assad dengan senjata, mereka yang mengambil bagian dalam pelanggaran HAM di Ossetia Selatan dan Abkhazia, dan mereka yang melakukan serangan cyber terhadap sistem demokrasi AS pada Pemilu 2016.
UU tersebut juga menganalisis semua yang disebut "pelanggaran HAM" dan ancaman militer Rusia selama lima tahun ini, dalam strateginya yang dianggap menjadi ancaman militer terhadap semua negara-negara Eropa, ini semua diakulumasikan.
Pada hari ketika UU babak baru sanksi AS disahkan, Presiden Rusia Vladimir Putin yang berkunjung ke Finlandia, segera memberi tanggapan. Putin mengatakan: "Seperti yang Anda tahu, kita bertindak dengan rendah hati dan sabar. Tapi yang pasti, kita harus meresponnya. Tidak mungkin mentolerir kekasaran terhadap negara kita dibiarkan selamanya."
Pada 30 Juli, Putin mengumumkan bahwa jumlah diplomat AS di Rusia akan dikurangi dari 1.000 menjadi 455, dan mulai 1 Agustus 2017, tindakan tersebut juga mencakup melarang kedutaan AS untuk menggunakan rumah liburannya di "Silver Pine Forest" sebelah barat Moskow, serta beberapa gudang di Jalan Dorozhnaya di selatan Moskow.
Pada tahun 214, ketika terjadi aneksasi Rusia terhadap Krimea, AS dan Uni Eropa menerapkan sanksi ekonomi yang keras terhadap departemen keuangan, pertahanan, dan energi Rusia. Tapi selama tiga tahun, Rusia telah berupaya untuk pelahan pulih.
AS dan Uni Eropa telah menggunakan semua metode mereka pada tahun 2015 dan 2016 , jadi apa yang akan mereka gunakan lagi sekarang? Mereka telah melakukan untuk mempengaruhi pembiayaan untuk gas dan minyak bumi, namun Rusia telah melakukan beberapa tindakan untuk pencegahan dan antisipasi. Jadi banyak analis yang percaya sanksi kali ini tidak akan mempengaruhi ekonomi Rusia lebih dari sekedar pukulan terhadap ekonomi Rusia pada tahun 2015.
Ketua DPR AS Paul Ryan mengatakan dalam sebuah pernyataan: "UU ini melibatkan satu sanksi terluas dalam sejarah, dengan dukungan umum yang jarang terlihat di antara kedua belah pihak, dan merupakan tanggapan atas dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden AS."
Selama pemilihan presiden AS tahun lalu, server e-mail Komite Nasional Demokratik (DNC) diserang oleh hacker yang tidak dikenal dan 20.000 email rahasia terungkap di Wikileaks ".
Pada bulan Desember tahun lalu, laporan dari CIA-AS dan NSA mengatakan semua bukti menunjukkan bahwa Presiden Rusia Putin secara pribadi mengarahkan peretas untuk mengganggu pemilihan AS.
Bagi AS, ini adalah masalah yang sangat serius, mereka tidak pikir mereka juga kerap mengganggu pemilihan negara lain, tapi mereka menjadi marah saat orang lain mencampuri urusan mereka sendiri. Ini standar ganda. Demkian menurut pendapat analis dan pengamat dunia luar.
Pada 5 Agustus, penyelidikan "Russiagate" AS meningkat ke tingkat yang lebih tinggi. Laporan mengatakan bahwa jaksa khusus Robert Mueller telah memilih juri agung (grand jury), dan mengeluarkan surat perintah pengadilan untuk penyelidikan atas pertemuan putra tertua Presiden Trump, Donald Trump Jr. dengan seorang pengacara Rusia. Ini berarti bahwa penuntut memiliki bukti yang cukup untuk mempercepat penyelidikan.
Juri agung adalah sekelompok warga biasa yang, yang bekerja di balik pintu tertutup, mempertimbangkan bukti tindak pidana yang potensial yang dituntut jaksa dan memutuskan apakah tuduhan harus diajukan.
BBC Inggris mengatakan: "Jelas bahwa penyelidikan telah mulai berfokus pada tim inti presiden."
Kongres AS dan kaum establishment telah berjalan di sepanjang dua jalur. Salah satunya adalah penyelidikan "Russiagate", dan yang lainnya meningkatkan sanksi terhadap Rusia. Investigasi "Russiagate" lebih memberi pengaruh pada Trump, untuk membuktikan bahwa dia tidak terlibat dengan Rusia, dia harus bertarung melawan Rusia, dan membenci Rusia, dengan kata lain dia harus berdiri di sisi yang sama dengan yang memberikan sanksi kepada Rusia. Â Jadi kedua track ini dilakukan bersamaan.
Pada saat yang sama, Kongres AS juga telah mensensasionalisasikan insiden hacking/peretasan Rusia dalam pemilihan tahun lalu menjadi "Russiagate", dan terus memperkuat penyelidikan terhadap keterlibatan yang diduga tim Trump dengan "Russiagate".
Jadi banyak pengamat luar yang mempertanyakan, apakah kali ini UU sanksi untuk Rusia atau sanksi untuk Trump? Mengapa elite politik AS tidak menyukai Rusia dan Trump?
Trump memberi komentar dihadapan para pendukungnya: "Cerita tentang Rusia adalah sebuah rekayasa total. Kita tidak akan menang karena Rusia. Kita menang karena kamu, itu yang perlu saya kasih tahu."
Sejak Trump menjabat presiden, meskipun ia telah berulang kali membantah "Russiagate" tapi "skandal" ini kian hari terus berkembang.
Pada 29 Desember tahun lalu, Presiden Obama mengumumkan bahwa dia mendeportasi 35 diplomat Rusia, dan memberi sanksi kepada Rusia karena insiden peretasan tersebut.
Sejak itu Demkrat segera bertindak dan menuntut agar FBI menyelidiki tim Trump. Beberapa anggota kongres Demokrat bahkan menyerukan agar proses pemakzulan dimulai.
The "Washington Post" mengungkapkan pada bulan Januari tahun ini bahwa sebelum Michael Flynn mengambil posisinya sebagai Penasihat Keamanan Nasional yang ditunjuk oleh Trump, dia pernah melakukan hubungan telepon dengan Duta Besar Rusia untuk AS -- Sergey Kislyak, yang mengisyaratkan bahwa mereka akan mencabut sanksi terhadap Rusia.
Sebulan kemudian, Flynn mengajukan pengunduran dirinya kepada presiden, dan keterlibatan Trump dengan "Russiagate" menjadi fokus media AS.
Untuk menanggapi ini, Sekretaris Pers Gedung Putih Sean Spicer berulang kali memanggil reporter, mengatakan bahwa mereka seharusnya tidak menggelengkan kepala lagi. Sean Spicer mengatakan: "Kini kalian sudah mendapatkan Rusia. Jika malam ini Presiden Rusia memakai salad dressing (saos bumbu untuk salad), itu bisa saja sebagai Russian Connection."
Pada bulan Mei tahun ini, Trump tiba-tiba memecat Direktur FBI James Coney, dan mengatakan bahwa dia telah membohongi dan membocorkan informasi.
Coney memberi kesaksian bahwa jaksa agung Trump saat ini, Jenderal Jeff Sessions pernah mengadakan pertemuan pribadi dengan Duta Besar Rusia tahun lalu selama pemilu, tapi dalam Sesi dengar pendapat di Senat telah dibantah.
Pada bulan Mei, "The Washington Post" melaporkan bahwa FBI sedang menyelidiki pertemuan menantu Trump Jared Kushner dengan Duta Besar Rusia dan eksekutif perbankan Rusia tahun lalu selama transisi pemerintah AS. Kushner membantah keras ini.
Pada bulan Juli, "New York Times" melaporkan bahwa putra Presiden Trump, Donald Trump Jr. telah bertemu dengan seorang pengacara Rusia yang memiliki hubungan dengan pemerintah Rusia tahun lalu. Laporan tersebut menyatakan bahwa pengacara tersebut telah menjanjikan kepadanya info intelijen yang bisa menghancurkan kandidat Demokrat. Trump menjadi marah soal ini.
Trump mengatakan: "Saya punya anak laki-laki, dia adalah seorang pemuda yang hebat, dia orang baik. Dia mengadakan pertemuan dengan seorang pengacara dari Rusia. Itu berlangsung dalam waktu yang sangat singkat, dan tidak ada rahasia yang bocor dari pertemuan tersebut. Dan saya pikir ini adalah pertemuan yang mungkin dilakukan oleh kebanyakan orang di bidang politik."
Sejak Trump menjabat presiden , dia tidak dapat mematahkan "kutukan" dan "Russiagate" ini. Setiap kali jika ada pejabat dalam pemerintahan Trump atau bisnis keluarganya ada berhubungan dengan Rusia, maka Kongres AS dan media arus utama AS akan mendramatisasi "Russiagate" secara skala besar, Trump tanpa kompromi akan membantahnya di wawancara TV atau di situs media sosial---Twitter.
Jadi selama enam bulan terakhir ini, dia mengalami masa-masa sulit. Nominasi pejabat resminya masih belum terisi, dia tidak bisa melewati UU, seperti UU layanan kesehatan,  dan perintah eksekutif  (Kepres) ini telah dibatalkan oleh hakim federal, jadi dia merasa tidak enak. Itu sebabnya dia selalu tweet di Twitter, jadi seolah dia memerintah melalui Twitter. Dia juga menjadi musuh media, dan media mainstream (arus utama) tidak akan menyampaikan pesannya.
Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa pemerintahan Trump tentang Putin. Selama kampanye ketika pemilu tahun lalu, Trump secara terbuka memuji Putin beberapa kali atas kepemimpinannya. Tepat sebelum pelantikannya pada Januari 2017, Trump menulis di Twitter: "Memiliki hubungan baik dengan Rusia adalah hal yang baik, bukan hal yang buruk. Hanya orang "bodoh", atau orang "tolol" yang akan menganggapnya buruk! "
Menurut perhitungan CNN yang berbasis di AS yang dilakukan pada bulan Maret tahun ini, selama tiga tahun terakhir, Trump telah secara terbuka berbicara tentang Putin 80 kali. Karena ini, apakah atau tidak Trump dan Putin memiliki hubungan istimewa menjadi fokus media lainnya
Pada 7 Juli, saat KTT G20 di Hamburg, Jerman, Presiden AS Trump akhirnya bertemu dengan Presiden Rusia Putin untuk pertama kalinya. Pertemuan tersebut, yang semula dijadwalkan berlangsung 30 menit, namun akhirnya berlangsung selama lebih dari dua jam.
Sputnik News yang berbasis di Rusia melaporkan bahwa selama pertemuan mereka, Trump dan Putin membahas situasi Suriah, memerangi terorisme. Dan keamanan siber/cyber. Namun, orang lebih fokus pada bagaimana mereka akan membahas kejadian peretasan pemilu AS.
Untuk hal ini Putin memberi penjelasan: Trump bertanya tentang ini, dan saya menjelaskannya kepada dia. Sejauh yang saya tahu, dia puas dengan jawaban saya.
Namun Menlu AS Rex Tillerson menyangkal hal ini, yang menyatakan bahwa Trump dan Putin terlibat dalam sebuah diskusi "lama, hangat", dan bahwa masalah ini mungkin merupakan "perbedaan yang tidak dapat dipecahkan" antara kedua negara saat ini.
Namun, Trump, yang tidak bisa lepas dari kecurigaan adanya hubungan dengan "Russiagate," melakukan apa yang dia senangi di KTT G20 lagi.
Presiden Eurasia Group Ian Bremmer mengatakan tentang makan malam pada 7 Juli 2017; pada hari itu bahwa Trump tidak ditemani penerjemahnya untuk pertemuan pribadinya dengan Putin.
Ian Bremmer menceritakan: Ditengah jamuan makan malam, Trump bangkit dan berjalan mengelilingi meja makan jamuan, dan pergi duduk disebelah Putin hanya disertai penerjemah Putin, dan mereka asyik sekali mengobrol dengan seksama sekitar satu jam.
Maksudnya setelah perjamuan berakhir, dan iringi-iringan mobil Angela Merkel telah meninggalkan tempat, tapi Putin dan Trump baru pergi satu per satu meninggalkan tempat pada 11:50 p.m (siang). Â Pertemuan pribadi ini sekali lagi menjadi topik bagi media AS untuk disensasionalkan, dan pertanyaan diajukan ke Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada sebuah konferensi pers.
Keir Simmon, wartawan dari National Broadcasting Company bertanya: Kita tahu bahwa Presiden Trump dan Presiden Putin bertemu tiga kali selama G-20, jelas ini untuk bilateral mereka bertemu....
Menlu Rusia, Sergey Lavrov menjawab: Ya, Mungkin mereka bertemu di toilet, dan itu untuk yang keempat kalinya. (Tampaknya karena merasa kesal atas pertenyaan ini...).
Selama ini Putin telah memainkan permainan politik dengan presiden AS lebih dari 10 kali. Gaya kerasnya membuat banyak elit arus utama Amerika Serikat merasa tidak nyaman. Dengan beberapa putaran sanksi terhadap Rusia dari negara-negara Barat yang dipimpin oleh AS, Putin tidak pernah surut dan gentar. Dia secara militer menentang ekspansi NATO ke timur, dan juga tiba-tiba mengirim pasukan ke Suriah. Meski mendapat tekanan besar dari sanksi Barat, prestise Putin tumbuh lebih tinggi dan terus lebih tinggi.
Memang banyak pengamat dan analis yang melihat, sentimen anti-Rusia di AS lebih dalam dan lebih luas daripada yang telah diantisipasi. Ada banyak alasan, Â ada alasan sentimen-historis, dan alasan yang realistis.
Alasan sentimen-historisnya karena tampaknya AS memiliki pendapat tertentu tentang Rusia. Mereka merasa Rusia tidak sesuai dengan standar peradaban Barat, dan bukan negara Barat. Juga, masih banyak orang Barat yang masih hidup dalam bayang-bayang Perang Dingin, yang masih terjebak dalam oposisi terhadap Rusia yang berlangsung selama 50 tahun, yang susah sekali untuk menghapusnya dari kenangan dan ingatan mereka.
Tidak perduli apa yang banyak orang katakan, Trump tetap saja dengan gigih untuk memperbaiki hubungan dengan Rusia. Pada 2 Agustus lalu setelah Trump menandatangani UU yang memberlakukan sanksi terhadap Rusia, dia tetap menekankan bahwa AS berharap agar Rusia dapat mengambil tindakan untuk memperbaiki hubungannya dengan AS, dan berharap agar AS dan Rusia dapat mengupayakan kerjasama mengenai isu-isu global di masa depan, dan sehingga menunjukkan bahwa sanksi ini tidak diperlukan.
Kenyataannya, setelah Trump menjabat, kerja sama dengan Rusia diam-diam dimulai. Namun, kelakuannya sering membuat orang bingung.
Pada 5 April lalu, Trump mengutuk serangan senjata kimia di Suriah. Ketika wartawan menanyakan lebih lanjut tentang apakah dia akan melakukan tindakan militer, tanggapan Trump adalah "wait and see."
Padahal pada 5 September 2013, saat itu Trump pernah meng-Tweet: "Presiden Obama, jangan mengirim pasukan ke Suriah."
Tapi kali ini Trump berubah sikapnya dengan berkata: "Sikap saya terhadap Suriah dan Bashar al-Assad telah mengalami perubahan. Saya orang yang fleksibel, dan akan mengubah pendapat saya setiap saat. "
Sehari setelah pernyataannya ini, dia memerintahkan AS untuk meluncurkan rudal jelajah Tomahawk, menghancurkan sebuah depot penyimpanan minyak bumi di sebuah pangkalan militer Suriah, serta 20 pesawat yang disimpan di hanggar atau di landasan pacu. Hal ini memperburuk konflik AS-Rusia.
Pada 12 April, militer AS tiba-tiba menggunakan "ibu dari semua bom" melawan "Negara Islam/ISIS" di salah satu basis terowongannya di Afghanistan. Pada saat yang sama, militer AS juga mengadakan latihan militer gabungan terbesar dengan ROK/Korsel dalam 40 tahun, dan mengancam bahwa hal itu mungkin akan melakukan serangan mendadak terhadap DPRK/Korut.
RIA Novosti mengutip ahli militer Mikhail Khodarenok pada 14 Agustus lalu, yang mengatakan bahwa AS menunjukkan kepada Korut, Rusia, dan Iran seberapa kuatnya mereka, ingin menewaskan tiga burung dengan satu batu/tembakan. Yury Shvykin, wakil ketua komite Pertahanan Duma Rusia, mengatakan bahwa Trump adalah seorang politisi impulsif dan tidak dapat diprediksi.
Pada tanggal 4 Mei, secercah cahaya tiba-tiba muncul dalam situasi Suriah. Rusia, Turki, dan Iran menandatangani sebuah memorandum di ibukota Khazakhstan di Astana, memutuskan untuk menetapkan "zona de-eskalasi" di Suriah. Pasukan oposisi Suriah mengirim sebuah delegasi ke perundingan perdamaian untuk pertama kalinya ini merupakan terobosan terbesar. Dan di balik ini adanya kerja sama pemerintahan Trump.
Kita tahu jika untuk perundingan internasional di Suriah, satu hal adalah bahwa Rusia yang mengarahkan prosesnya di Astana dan yang lain adalah PBB telah mengarahkan prosesnya di Jenewa. Kini, AS telah mengakui proses yang dilakukan di Astana, dan ambil bagian dalam rangkaian dokumen yang dihasilkan oleh proses Astana, dan sedang melaksanakan/mengimplemetasikan dokumen-dokumen ini di Suriah. Ini adalah sesuatu yang belum kita lihat dalam laporannya.
Setelah itu kita bisa melihat Menlu AS Tillerson mengumumkan pada 7 Juli bahwa AS, Russia dan Yordania telah mencapai kesepakatan gencatan senjata di Suriah bagian barat daya.
Pad 19 Juli, Presiden AS Trump menangguhkan proyek rahasia pemerintahan Obama yang memerintahkan CIA pada tahun 2013 untuk melaksanakannya menyediakan peralatan dan pelatihan kepada oposisi Suriah, dengan harapan agar bisa memperbaiki hubungannya dengan Rusia.
Dan dua hari setelah pertemuan antara Trump dan Putin, Menteri Luar Negeri AS Tillerson membuat pernyataan garis keras, yang mengindikasikan bahwa Rusia harus memindahkan tentara dan senjata beratnya dari Ukraina timur dan mengembalikan Krimea, yang telah dicaplok pada tahun 2014, meskipun dia tidak menyebutkan nama dari Semenanjung ini.
Trump bercuit dalam Tweternya: "Tidak ada sesuatupun yang akan dilakukan sampai masalah Ukraina dan Suriah teratasi."
Semua pihak bisa melihat bahwa Trump menyerang Suriah tanpa berpikir matang, lalu berpelukan untuk bekerja sama dengan Rusia; Dia mengambil sikap garis keras tanpa ada ruang untuk negosiasi dalam masalah Ukraina, apa yang akan dilakukan presiden "fleksibel" ini selanjutnya? Sulit diprediksi.
Sejak mantan Presiden AS Obama memulai penyelidikan terhadap "Russiagate" akhir tahun lalu, selama enam bulan terakhir ini, telah menggali banyak hal dan mengadakan banyak pemeriksaan, namun masih belum menemukan bukti langsung bahwa Presiden Rusia Putin memerintahkan peretas untuk meretas, juga tidak ditemukan bukti hubungan Trump dengan "Russiagate".
Tapi Kongres tampaknya selalu menentang Trump di setiap kesempatan, yang membuat dia menjadi frustrasi. Jadi, ke arah mana strategi Trump untuk Rusia akan berkembang? Bisakah masih ada penghangatan atau menjadi baik dalam hubungan AS-Rusia?
Sejak Trump mulai menjabat pada bulan Januari tahun ini, pejabat utama Gedung Putih masih sering kali dalam proses menyesuaikan diri, dan pemerintah memiliki banyak posisi kunci yang masih belum terisi.
Berdasarkan pengamatan dari "Washington Post," dari 575 posisi jabatan kunci yang nominasinya memerlukan persetujuan presiden dan Senat, hanya 50 yang telah disetujui. 165 posisi memiliki nominasi resmi, dengan 3 nominasi back-up, berarti 357 posisi tersisa benar-benar kosong. Hal ini mempengaruhi operasi mesin/mekanisme nasional yang efektif.
Hingga hari ini, Trump masih belum secara resmi merilis strategi global lengkap atau strateginya terhadap Rusia.
Krisis Ukraina juga telah dipandang sebagai titik kontroversi antara AS dan Rusia yang sulit dipecahkan. Kontes militer geostrategis antara kedua negara tidak pernah berhenti di Eropa Timur dan Ukraina.
Dari 10 Juli sampai 23 Juli, Ukraina dan AS melakukan latihan militer bersama "Sea Breeze 2017" yang diadakan di perairan Laut Hitam di lepas pantai Ukraina. Sekitar waktu yang sama, AS dan 23 sekutu NATO mengadakan latihan militer dengan nama "Saber Guardian" di Bulgaria, Hungaria, dan Rumania.
Pada akhir Juli, Rusia juga mengadakan empat latihan militer di Buryatia, Kaukasus Utara, Laut Kaspia, dan Laut Baltik, yang menlibatkan beberapa angkatan militernya.
Pada saat yang sama, intrik nuklir antara AS dan Rusia terus berlanjut. Pada 3 Juli lalu, menurut laporan tenaga nuklir dunia terbaru dari Stockholm International Peace Research Institute, pada awal 2017, AS memiliki total 6.800 hulu ledak nuklir, dan Rusia memiliki 7.000 hulu ledak nuklir. Nuklir kedua negara itu menyumbang atau mendominasi pemilikan 93% dari total dunia.
Sehingga menurut Kastaf Gabungan AS Dunford mengatakan bahwa dengan aspek-aspek ini telah menentukan bahwa Rusia adalah musuh mereka.
Pada 31 Juli lalu, Wakil Presiden AS Mike Pence berjanji saat bertemu dengan presiden Estonia, Latvia, dan Lituania di ibu kota Estonia, Tallinn, bahwa AS akan secara tegas mendukung ketiga negara ini dalam menghadapi ancaman dari Rusia.
Mike Pence mengatakan: "AS menolak setiap usaha untuk menggunakan kekerasan, ancaman, intimidasi, atau pengaruh jahat di Negara-negara Baltik, atau terhadap sekutu yang telah terikat perjanjian dengan kita (AS)."
Meski AS dan Rusia sering memamerkan kekuatan militer mereka satu sama lain, kedua belah pihak tetap menjaga komunikasi di tingkat senior.
Pada 6 Agustus, Menlu AS Tillerson dan Menlu Rusia Lavrov mengadakan pertemuan informal di Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN. Lavrov mengatakan bahwa "kami yakin AS siap untuk melanjutkan dialog, karena tidak ada jalan lain." Tillerson berkomentar bahwa tidak ada manfaat dalam menghentikan semua komunikasi karena hanya dikarenakan satu masalah.
Banyak pengamat dan analis yang percaya bahwa baik Rusia maupun AS tidak memiliki banyak harapan untuk memperluas kerja sama perdagangan mereka. Fokus kerja sama antar dua negara ini adalah di sektor keamanan. Salah satu aspek di sektor keamanan adalah kerjasama kontraterorisme, dan yang lainnya adalah non-proliferasi nuklir, dan mereka tidak menghentikan kerjasama mereka dalam aspek itu.
Bahkan saat pihak Barat memberlakukan sanksi paling berat terhadap Rusia, kerja sama non-proliferasi nuklir 2015 mereka tidak berakhir, dan mereka melanjutkan kerja sama anti-terorisme negara mereka di Suriah.
Akhir-akhir ini, misteri "Russiagate" terus makin meningkat dan Presiden AS Trump masih terjebak dalam labirin ini.
Selain konflik dengan Demokrat, kita dapat mengatakan Trump juga berkonflik dengan seluruh kelas elit AS, jadi dia dapat disebut "pemimpin anti-establihment" oleh media AS.
"Establishment" ini mencakup para pemimpin dari kedua belah pihak (Republikan dan Demokrat), pemimpin kelompok berkepentingan, pemimpin media, dan pemimpin departemen intelijen, tampaknya Trump telah mengecewakan mereka semua.
Orang-orang ini percaya bahwa hal-hal yang telah dilakukan Trump tidak sesuai dengan kepentingan AS, jadi mereka berusaha sekeras mungkin untuk menghentikannya. Itulah mengapa "Russiagate" menjadi metode atau cara yang terbaik untuk menentang pemerintah Trump, karena jika mereka dapat memverifikasi "Russiagate," maka AS dapat menuduh dia melakukan pengkhianatan, dan hal ini akan sangat serius. Jika mereka tidak dapat menuntutnya, mereka tidak dapat terus melakukan sensasionalisasi terhadapnya dan menyakitinya, dan menurunkan posisi politiknya.
Jadi konflik Trump dengan Kongres sekarang terfokus pada hubungan AS-Rusia, namun di balik konflik ini, sebenarnya mencerminkan konflik kepentingan antara partai-partai politik yang sangat mendalam, dan juga mencerminkan konflik yang mendalam antara elite non-mainstream seperti Trump dan elit mainstream tradisional.Demkian pandangan para analis dunia luar.
Dengan mengamati "Russiagate" yang menjerat dengan sanksi AS dan pemilu presiden AS dan konflik Trump dengan Kongres AS dalam kebijakan hubungan AS-Rusia, dalam labirin ini sulit untuk melihat mana yang jadi kepala dan yang mana ekornya. Kita hanya dapat melihat bahwa hal ini hanyalah perpanjangan dari oposisi partai politik dan pembatasan timbal balik yang disebabkan oleh rawa-rawa politik era Obama.
Hal ini juga karena elit tradisional AS tidak percaya Rusia dan kepada Putin pada khususnya. Ahli strategi senior, Henry Kissinger, yang mewakili elite AS, menggambarkan Rusia seperti ini dalam bukunya "World Order": "Selama berabad-abad. Kebijakan Rusia telah mengikuti tempo spesialnya sendiri, dan terus berkembang. Hanya ketika perlu menyesuaikan sistem domestiknya untuk menyesuaikan diri dengan wilayah besarnya, ekspansi akan berhenti sementara, tapi ketika tiba-tiba menderu kembali, seperti arus ombak yang kembali. Dari Peter the Great ke Putin, masa telah berubah, namun kecepatan Rusia Ekspansi tetap mengkhawatirkan hal yang sama. "
Pemikiran diatas ini yang mungkin terus di percaya oleh para elit politik AS hingga saat ini. Demikian menurut pandangan banyak analis dan pengamat dunia luar....
Sucahya Tjoa , 18 Agustus 2017.
Sumber: Media TV dan Tulisan luar Negeri
https://www.malaysiakini.com/news/390858
https://www.theguardian.com/us-news/2017/jul/25/us-house-representatives-sanctions-russia
http://edition.cnn.com/2017/07/25/politics/iran-sanctions-bill/index.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H