Memang banyak pengamat dan analis yang melihat, sentimen anti-Rusia di AS lebih dalam dan lebih luas daripada yang telah diantisipasi. Ada banyak alasan, Â ada alasan sentimen-historis, dan alasan yang realistis.
Alasan sentimen-historisnya karena tampaknya AS memiliki pendapat tertentu tentang Rusia. Mereka merasa Rusia tidak sesuai dengan standar peradaban Barat, dan bukan negara Barat. Juga, masih banyak orang Barat yang masih hidup dalam bayang-bayang Perang Dingin, yang masih terjebak dalam oposisi terhadap Rusia yang berlangsung selama 50 tahun, yang susah sekali untuk menghapusnya dari kenangan dan ingatan mereka.
Tidak perduli apa yang banyak orang katakan, Trump tetap saja dengan gigih untuk memperbaiki hubungan dengan Rusia. Pada 2 Agustus lalu setelah Trump menandatangani UU yang memberlakukan sanksi terhadap Rusia, dia tetap menekankan bahwa AS berharap agar Rusia dapat mengambil tindakan untuk memperbaiki hubungannya dengan AS, dan berharap agar AS dan Rusia dapat mengupayakan kerjasama mengenai isu-isu global di masa depan, dan sehingga menunjukkan bahwa sanksi ini tidak diperlukan.
Kenyataannya, setelah Trump menjabat, kerja sama dengan Rusia diam-diam dimulai. Namun, kelakuannya sering membuat orang bingung.
Pada 5 April lalu, Trump mengutuk serangan senjata kimia di Suriah. Ketika wartawan menanyakan lebih lanjut tentang apakah dia akan melakukan tindakan militer, tanggapan Trump adalah "wait and see."
Padahal pada 5 September 2013, saat itu Trump pernah meng-Tweet: "Presiden Obama, jangan mengirim pasukan ke Suriah."
Tapi kali ini Trump berubah sikapnya dengan berkata: "Sikap saya terhadap Suriah dan Bashar al-Assad telah mengalami perubahan. Saya orang yang fleksibel, dan akan mengubah pendapat saya setiap saat. "
Sehari setelah pernyataannya ini, dia memerintahkan AS untuk meluncurkan rudal jelajah Tomahawk, menghancurkan sebuah depot penyimpanan minyak bumi di sebuah pangkalan militer Suriah, serta 20 pesawat yang disimpan di hanggar atau di landasan pacu. Hal ini memperburuk konflik AS-Rusia.
Pada 12 April, militer AS tiba-tiba menggunakan "ibu dari semua bom" melawan "Negara Islam/ISIS" di salah satu basis terowongannya di Afghanistan. Pada saat yang sama, militer AS juga mengadakan latihan militer gabungan terbesar dengan ROK/Korsel dalam 40 tahun, dan mengancam bahwa hal itu mungkin akan melakukan serangan mendadak terhadap DPRK/Korut.
RIA Novosti mengutip ahli militer Mikhail Khodarenok pada 14 Agustus lalu, yang mengatakan bahwa AS menunjukkan kepada Korut, Rusia, dan Iran seberapa kuatnya mereka, ingin menewaskan tiga burung dengan satu batu/tembakan. Yury Shvykin, wakil ketua komite Pertahanan Duma Rusia, mengatakan bahwa Trump adalah seorang politisi impulsif dan tidak dapat diprediksi.
Pada tanggal 4 Mei, secercah cahaya tiba-tiba muncul dalam situasi Suriah. Rusia, Turki, dan Iran menandatangani sebuah memorandum di ibukota Khazakhstan di Astana, memutuskan untuk menetapkan "zona de-eskalasi" di Suriah. Pasukan oposisi Suriah mengirim sebuah delegasi ke perundingan perdamaian untuk pertama kalinya ini merupakan terobosan terbesar. Dan di balik ini adanya kerja sama pemerintahan Trump.