Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Donald Trump Terpilih Sebagai Presiden AS - Apa Pengaruh Terhadap TPP dan Dunia?

27 November 2016   12:42 Diperbarui: 27 November 2016   16:43 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 9 Nopember 2016, pemilihan presiden AS berakhir dengan kemenangan Donal Trump dari kandidat Partai Republik sebagai presiden terpilih AS yang ke-45, mengalahkan Hillary Cliton yang disukai sebelumnya.

Terpilihnya Trump telah bikin goncang AS dan dunia. “New York Post” memberi komentar,  Presiden Trump : mereka mengatakan itu tidak mungkin. “The Mainichi Newspaper”:Gedung Putih akan menjadi  Gedung Yang Mengerikan (White House will become “House of Horror”).  “The Guardian” Inggris: Trump menang, dunia menunggu.

Kenyataan memang seorang taipan real estate yang tidak mempunyai pengalaman politik sekarang telah menjadi pemimpin AS, lalu perubahan apa yang akan dilakukan untuk AS?

Dalam kampanye Trump mengatakan: Saya akan menarik AS dari Trans-Pacific Partnership (TPP) yang belum diratifikasi. Sekutu kita belum membayar sahamnya dengan adil, dan saya sudah banyak membicarakan hal ini baru-baru ini. Sekutu kita harus berkontribusi atas biaya keuangan, politik, dan kemanusiaan, mereka harus bayar beban keamanan. Mereka harus lakukan itu, beban keamanan yang lura biasa kita, tapi banyak dari mereka dengan se-enaknya tidak melakukannya.

Kebijakan Trump selama kampanye bisa dikatakan sebagai “obat kuat”. Tapi apakah mimpi Trump ini akan menjadi kenyataan, betulkah Trump akan memenuhi janjinya selama kampanye untuk menjadi kenyataan?

Pada 10 Nopember pagi dengan jet pribadi Trump ke Washington D.C menuju Gedung Putih.m Di Gedung Putih Presiden Obama sekarang bertemu dengan Presiden tepilih Trump untuk malakukan transisi kekuasaan. Ini menandakan secara bertahap berlangsung era baru milik presiden baru Trump.

Era Trump

AS kini mulai dengan “Era Trump”. Setelah Trump yang menampilkan pikiran independen selama kampanye setelah berkantor, apa yang akan menjadi tindakan kebijakan dalam dan luar negerinya?

Negara di seluruh dunia pada memperhatikan dan memprediksi. Jusuf Kala: Kemenangan Donald Trump akan menyusahkan dunia. Pengamat politik luar negeri Universitas Airlangga, Ahmad Safril Mubah: Trump terkenal anti perdagangan bebas dan ini akan berpengaruh buruk kepada Indonesia. Trump selama kampanye memusuhi Muslim akan melahirkan sentimen negatif terhadap AS pada umumnya dan Trump pada khususnya. AS tak akan menganggap Asia sebagai pivot dan Tiongkok bisa lebih bebas bergerak. Meski demikian, keputusan tetap bergantung kepada dinamika politik dalam negeri AS.

Untuk hubungan Sino-AS selama pemerintahan Obama dengan strategi untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik menjadi istilah kunci. Sekarang dengan Trump apakah strategi menyeimbangkan Asia-Pasifik akan bertemu dengan “terminator?”

Kebijakan Trump “America First” yang berulang kali diserukan dalam kampanye, AS perlu untuk menaikkan kembali strateginya. Jadi pandangan apa yang dimiliki Trump untuk Asia-Pasifik? Dan efek apa yang akan berpengaruhi situasi di kawasan Asia-Pasifik?

Kecemasan Jepang & Abe

Kurang dari 10 hari pada 17 Nopember 2016 Trump dimumumkan sebagai presiden AS berikutnya, PM Shinzo Abe dari Jepang bergegas menemui Trump di New York. Abe menjadi pemimpin asing pertama yang menemui Trump. Bahkan sebelum pada 10 Nopember, Abe telah mengadakan hubungan telepon untuk mengatur pertemuan tanggal 17 Nopember diatas.

Abe mengatakan: Seperti apa yang saya katakan, saya tidak akan lebih mendetail tentang diskusi hari ini dengan presiden (terpilih) Trump. Namun saya percaya tanpa kepercayaan antara kedua negara, aliansi tidak akan berfungsi di masa depan. Dan atas hasil diskusi hari ini saya yakin bahwa Trump adalah pemimpin yang bisa saya sangat percayai.

Pengamat melihat mengapa Abe begitu ingin bertemu dengan Trump untuk segera membangun hubungan baik, karena pemerintah dan masyarakat Jepang telah membayangkan bahwa Trump akan memapu mengalahkan Hillary Clinton untuk memenangkan kepresidenan AS.

Pada 9 Nopember dimana Trump terpilih, Jepang yang tanpa kesiapan mental sama sekali mengalami crash di pasar sahamnya. Indek Nikke jatuh hingga 1.000 point, paling buruk dibandingkan dengan perdagangan hari sebelumnya.

PM Jepang Shinzo Abe menginstruksikan Penasehat Khususnya, Katsuyuki Kawai untuk pergi ke AS secepat mungkin dan menghubungi orang-orang yang berafialiasi dengan pemerintahan AS berikutnya.

 

Dan selama dalam pertemuan pemimpin APEC, Abe sendiri menambahkan pertemuan dengan Trump untuk agendanya. Untuk bertemu dengan Bapak Presiden terpilih sebelum Trump resmi berkantor, hal ini sebenarnya fenomena  “langka” , dan memiliki unsur-unsur mengambil tindakan pencegahan setelah menderita kerugian.

Untuk pemilihan presiden AS, tampaknya Abe mendukung kuda yang salah. Dan kal ini kelabakan dan cemas akan strateginya, dan benar-benar cemas. Kecemasan Jepang bukan tidak berdasar, karena selama kampanye, Trump tidak hanya mengeritik “Perjanjian Keamanan Jepang-AS,” dia juga mengatakan bahwa Jepang harus memiliki senjata nuklir dan menyatakan harus bertanggung jawab untuk semua biaya dari pasukan AS yang garrision/dimarkaskan di Jepang.

Trum mengatakan, kita membela Jepang, kita membela Jerman, kita membela Kosel, kita membela Arab Saudi, kita membela banyak negara. Mereka harus membayar kita apa yang seharusnya mereka bayar kita. Kita tidak bisa membela Jepang, raksasa penjual mobik kepada kita yang jumlahnya jutaan.

Dari kata-kata Trump yang menyebutkan “America First” sebagai kebijakannya. Harapan besar dari sudut pandang individu adalah untuk membebaskan diri dari setiap tugas atau beban dari masyarakat internasional.

Menghadapi Trump yang menginginkan kepresidenanannya yang tidak repot dengan pengawasan yang sedikit, Jepang menjadi cemas.

Aliansi Jepang-AS dapatkah diteruskan? Akankah strategi kembali ke Asia-Pasifik diteruskan? Akankah AS terus ikut campur dalam urusan Laut Timur dan Laut Tiongkok Selatan?

Pengamat melihat kunjungan Abe ke New York saat ini terutama untuk memperkuat hubungan dan komunikasi dengan AS.  Sebagai contoh, ketika untuk berurusan dengan keamanan, Obama benar-benar memberikan Abe peluang besar, termasuk mengamandemen UU keamanan, dengan menghapus larangan kolektif membela diri dan mengirim pasukan ke luar negeri, itu menjadi kenyataan. Obama melakukkan ini agar ia bisa mendorong maju strateginya untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik dan memberi manfaat ini sebagai perdagangan (imbal balik).

Obama memberi lampu hijau untuk segala sesuatunya, dan itu sebabnya Abe buru-buru melakukan perjalanan ekstrim. Dan kunci dari hubungan aliansi Jepang-AS adalah fokus utama yang Abe perlukan untuk mengkonfirmasi perjalanan ini.

Namun analis dan pengamat menilai untuk keamanan,  AS tidak mungkin akan meninggalkan Jepang, tetapi tentu akan mengurangi. Misalnya, dalam hal garrison/memarkaskan tentara, latihan militer dan kebijakan keamanan. Dan Asia-Pasifik akan lebih seimbang dan akan tidak seperti sekarang, yang difokuskan hanya mendukung Jepang untuk mengkontes Tiongkok.

Gelombang Pasang Juga Menghantam Korsel

Jepang bukan satu-satunya yang mengkhawatirkan bahwa aliansi Jepang-AS mungkin akan melemah. Korsel terkena imbas langsung, Media Korsel bahkan berteriak, suatu “gelombang pasang mungkin menghantam Korsel.

Namun, apa yang membuat Korsel sedikit legah adalah setelah Trump memenangkan pemilu, melakukan panggilan tilpon pertama kepada Park Geun-hye prsiden Korsel, yang mengeksprsikan berapa bernilainya dan perhatian Trump terhadap Semenanjung Korea.

Sebuah laporan dari Kantor Berita Yonhap News Agency mengatakan, Park Geun-hye menyatakan dalam panggilan telpon tersebut berkeinginan untuk terus memperkuat dan mengembangkan aliansi, yang dijawab Trump bahwa ia “setuju 100%” dan berjanji selama panggilan telepon hari itu bahwa AS akan terus mempertahankan status pertahanannya yang kuat untuk melindungi Korsel, dan tetap bertahan dan tidak akan menyimpang dari rutenya dari kerjasama keamanan dengan Korsel.

Hal ini untuk batas-batas tertentu telah menghilangkan kekhawatiran rakyat Korsel tentang hubungan Korsel-AS pada era Trump. 

Mengapa aliansi AS-Korsel dan aliansi Jepang-AS dipertahankan bertahun-tahun, bahkan telah tumbuh lebih kuat?

Karena kepentingan nasional AS dan kepemimpinan AS. Kemimpinan AS yang menyebabkan harus tetap dipertahankan hubungan ini.

Sejarah aliansi Jepang-AS dan AS-Korsel dapat di telusuri kembali ke masa Perang Dingin. Stabilitas dua aliansi  ini adalah pemahaman antara Demokrat dan Republik, dan Trump tidak akan berani mengutik-atik yang bisa menggoncang alinasi tesebut.

Tapi untuk “strategi kembali menyeimbangkan Asia-Pasifik” yang dilontarkan semasa jabatan Obama, akankah Trump bersikap lunak?

Berdasarkan strategi AS saat ini untuk menyeimbangkan Asia –Pasifik, itu basisnya di Jepang, Korsel, Australia dan Singapura, militer AS akan mengerahkan 60% dari AL dan AU dan pasukannya di Asia-Pasifik. Dari jumlah tersebut, untuk tentara AS yang paling penting ditempatkan di Jepang dan Korsel. Ini merupakan strategi AS di Asia-Pasifik.

Namun, kedua pangkalan tersebut telah dikritik Trump karena berkaitan dengan biayanya. Pada Mei lalu tahun ini, dalam wawancara dengan CNN mengenai pangkalan AS di negara sekutu termasuk harus menanggung 100% biayanya. Dia juga mengisyaratkan jika Korsel tidak mau berbagi biayanya, mungkin akan menarik diri dari Korsel. Kalian harus bersiap bahwa mungkin kita akan pergi. Katanya.

Meski kembalinya AS  ke Asia-Pasifik diusulkan saat Obama pertama menjabat, pada kenyataannya, AS tidak pernah meninggalkan Asia-Pasifik. Sejak P.D. II berakhir, AS terus mengejar strategi “dua Samudera” (Atlantik dan Pasifik) dan tidak pernah meninggalkan operasinya di kawasan Asia-Pasifik.

Selama 15 tahun terakhir, AS telah menyesuaikan pangkalan luar negerinya rata-rata setiap tiga tahun. Yang paling penting dari ini adalah penyusunan pasukan di pangkalan Asia-Pasifik. Secara ekonomi, Asia-Pasifik memiliki 40% dari populasi dunia, dan menyumbang 60% PDB global. Skala dan kecepatan pertumbuhan ekonomi Asia-Pasifik merubah kawasan tersebut menjadi pusat ekonomi dunia, sehingga AS tidak akan mungkin tidak aktif campur tangan di kawasan tersebut.

Sifat dari strategi untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik dalam strategi global, melingkar dari Eropa ke Asia-Pasifik. Ini merupakan proses yang rumit selama ini setelah terjadinya Perang Afganistan dan Perang Irak,  tetapi bagaimanapun itu telah melingkar ke Asia-Pasifik. Dan tren ini masih belum selesai, tren ini adalah sesuatu yang pemerintah Trump pasti perlu melakukan dan melanjutkannya.

Pada 11 Nopember, setelah Menteri Pertahanan wanita Jepang, Tomomi Inada dalam rapat kabinet mengatakan kepada wartawan bahwa Jepang tidak akan menghabiskan lebih banyak uang untuk tentara AS yang digarrison/dimarkankan di Jepang.

Tomomi Inada mengatakan: Saya percaya bahwa beban Jepang sudah cukup berat. Anda (AS) tidak akan menanggung biaya lebih besar lagi untuk pasukan AS di Jepang? Pada kenyataannya, Jepang telah mengambil segala sesuatu yang diperlukan untuk itu.

Media Jepang mengeluh bahwa Jepang telah menanggung lebih dari 70% dari biaya itu.

Media Korsel mengatakan bahwa pemerintah Korsel telah menyediakan dana untuk biaya pertahanan yang digunakan militer AS di Korsel, untuk menggaji karyawan Korea di pangkalan militer AS, membangun fasilitas  militer dan perlengkapan barisan belakang.  Biaya itu bertotal KRW 920 milyar (1 KRW=0.000851 USD), dan menyumbang setengah dari total biaya militer AS yang dimarkaskan di Korsel.

Ini tidak akan mudah bagi Jepang dan Korsel untuk membayar lebih lagi, dan dengan pentingnya Asia-Pasifik bagi AS mungkin akan membuat sulit bagi Trump untuk mengekstrak dirinya untuk hal ini.

Saat ini, para analis menilai Trump akan mempertahankan status quo. Dia akan mempertahankan perkembangan kekuatan-kekuatan yang telah dikerahkan di Asia-Pasifik. Karena kita tahu bahwa garnisun militer terutama di negara-negara sekutu, tidak hanya berada disitu untuk membela negara tertentu, ada yang lebih efektif untuk dikendalikan yang memaksa mereka untuk menjadi link penting atau pion penting dari segerobak perang AS sendiri.

Karena itu, beberapa komentator berdasarkan latar belakang ini, pengurangan strategi Trump pasti lebih  terbatas. Meskipun seandainya AS tidak menarik diri dari Asia-Psifik pasti akan menuntut sekutunya di kawasan ini menanggung lebih biayanya, dalam melaksanakan “tugas” strategi menyeimbangkan di luar negerinya untuk kawasan sekutunya.  Sedang untuk strategi ber-resiko untuk kebebasan bernavigasi di Laut Tiongkok Selatan mungkin akan ditangguhkan.

Sikap Trump Terhadap TPP

Dalam strategi untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik yang Obama promosikan, selain dari militer kembali ke Asia, dukungan peting lain adalah TPP. Namun kebijakan pemerintahan Obama mempromosikan TPP telah “diserang” oleh Trump beberapa kali, dan dia telah bersumpah untuk menghancurkan TPP.

Baru-baru ini, pemerintah Obama mengumumkan bahwa mereka telah berhenti mendorong TPP selama masa jabatannya, sementara Jepang menyatakan akan mengambil beban TPP sendiri.

Mengapa sikap Jepang dan AS berbeda pada TPP? Apakah TPP akan dihidupkan kembali di AS?

Pada 10 November, setelah presiden AS saat ini Obama bertemu dengan Presiden AS tepilih Trump, hari berikutnya, Ketua Senat Mayoritas--Mitch McConnell mengumumkan berita besar: Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) arahan pemerintah Obama telah “dieksekusi.”

Pemerintahan Obama juga mengumumkan bahwa mereka tidak akan mendapatkan persetujuan dari Kongres untuk mengedepankan TPP selama masa jabatannya.

Dua pendukung untuk strategi menyeimbangkan Asia-Pasifik, adaah terutama strategi militer mereka dan kemudian TPP, yang merupakan dukungan ekonomi. Ini benar-benar mencakup satu yang kuat dan satu dukungan yang lemah, yang oleh analis disebut sebagai strategi pincang.

Selama kampanye presiden, Trump jelas menentang rencana TPP dari pemerintahan Obama.

Trump mengatakan: Coba bayangkan berapa banyak pekerjaan mobil yang akan hilang lagi jika TPP benar-benar disetujui. Ini akan menjadi bencana besar. Itulah mengapa saya telah mengumumkan kita akan menarik diri dari kesepakatan sebelum itu benar-benar terjadi.

Pernyataan Trump diatas ini membuat banyak negara yang mengambil bagian dalam TPP tidak tahu harus melakukan apa. Sehari sebelum ini, Jepang telah mendukung TPP dan mengharapkan hal itu bisa terus dilaksanakan selama permerintahan Obama.

Menurut sebuah laporan pada tanggal 10 Nopember dari Kyodo News Agency, partai pemerintah Jepang memaksa House of Representaive (DPR) untuk melakukan pungutan suara untuk meluluskan perjanjian TPP, menyetujui RUU ini dan hukum yang berkaitan dengan ini.

Pada hari yang sama, Abe dan Trump mengatakan dalam sambungan telepon mereka : “Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi global, perdamaian dan stablitas di kawasan Asia-Pasifik adalah sumber kekuatan AS.” Tapi berkaitan dengan ekonomi Asia-Pasifik, pengaruh dari “aborsi” TPP terhadap kawasan sangat terbatas.

Jika TPP ambruk, terlihat akan banyak negara tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Ini terlihat TPP bukan suatu yang luar biasa. Ada atau tidak adanya TPP, Anda tidak akan menjadi kaya, jika itu terjadi, Anda akan tidak dapat apa-apa.

Jadi pengaruh TPP terhadap ekonomi Asia-Pasifik terbatas, oleh karena itu ada atau tidak adanya TPP tidak akan memiliki pengaruh yang mendasar pada perekonomian Asia-Pasifik, terutama untuk liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan ini.

Tapi, mengapa Jepang memaksa melalui TPP sebelum hasil pemilu AS diungkapkan? Seperti juga pemerintah Obama mengumumkan bahwa mereka akan melepaskan ini dan menyerahkan persetujuan Kongres yang diperlukan TPP dalam setahun.

PM Jepang, Shinzo Abe mengumumkan pada 14 Nopember bahwa ia akan menerima AS atas menyerah untuk mempimpin TPP. Jepang tidak akan pasif menunggu arah negara-negara lain, tapi harus secara aktif bertindak. Dan mencari jalannya sendiri untuk kepentingan nasionalnya sendiri. Abe mengatakan: Kita harus secara aktif mendorong TPP yang akan di-implementasikan sebelumnya melalui kepemimpinan Jepang. Di masa depan, kita akan meggunakan setiap kesempatan untuk memobilisasi AS dan negara-negara lain dalam menyelesaikan prosedur yang sesuai sesegera mungkin.

Analis melihat alasan Jepang melakukan ini, karena memiliki perhitungannya sendiri, karena mereka tidak akan lakukan jika tidak menguntungkan mereka? Bagi pemerintahan Abe, TPP tidak sekedar perjanjian perdagangan, itu juga akan digunakan sebagai aturan ekonomi Jepang dan Amerika yang dipimpinnya untuk “mengempung Tiongkok di semua sisi” untuk melawan kebangkitan ekonomi dan militer Tiongkok.

Di permukaan, TPP adalah model kerjasama ekonomi, dan model baru regulasi perdagangan internasional, tetapi jika kita lebih teliti menganalisis peraturan ini, terutama untuk melayani kebutuhan geopolitik. Ini adalah perjanjian ekonomi dengan signifikansi politik, dan karena terlihat mereka mengecualikan pasar besar Tiongkok, jadi pengamat melihat ini sebagai kesepakatan politik.

TPP mengalami kemunduran besar, menyebabkan kepanikan dari beberapa negara perserta. AS “berhianat” membuat mereka seperti sedang disingkirkan.

“Financial Times” Inggris mengatakan bahwa kekhawatiran dari sekutu Asia AS, dengan jatuhnya TPP akan menjadi simbol dari menarik dirinya AS dari Asia-Pasifik.

Wakil PM Singapura mengatakan bulan lalu bahwa jika perjanjian TPP berakhir dengan kegagalan, posisi AS di Asia akan mengalami “kemunduran yang parah.”

Tanpa AS bergabung, seberapa besar peran TPP bisa bermain? Beberapa komentator mengatakan bahwa pemerintah Abe berusaha mempromosikan TPP sendiri sebagai taktik mengulur-ngulur, untuk membuat waktu bagi AS untuk “berubah pikiran.”

TPP pasti tidak akan dilaksanakan selama masa jabatan Obama, sejauh ini beberapa media menyatakan TPP mati. Tapi apakah itu benar-banr mati atau akan muncul dengan bentuk lain masih harus lihat.

Dengan berbagai komentar yang ceplas-ceplos tidak tepat dan perilaku yang “polos” Presiden Trump telah membuat dirinya menjadi fokus dunia. Menyebabkan semua orang membuat hipotesis tentang perubahan dan ketidak pastian. Tetapi setelah pemilihan, orang mulai melihat Trump muncul tidak seperti dirinya sebelumnya.

Suatu ketika seorang wartawan pernah bertanya kepadanya “Apakah Anda akan melanjutkan dengan komentar Anda yang dibuat selama kampanye, atau Anda akan lebih terkendalikan?”

Jadi akan dia lanjutkan atau akan dikendalikan? Keputusan macam apa yang Trump akan buat ketika ia memasuki Gedung Putih sebagai presiden ke-45? Kita lihat perkembangan terjadi.

Janji Kampanye

Pada 14 Nopember, di ruang pers Gedung Putih yang penuh sesak, Presiden Obama mengadakan konferensi pers di ruang pers Gedung Putih. Ini adalah konferensi pers pertama bagi Obama setelah hasil pemilu 2016 diumumkan.

Pada konferensi pers, seorang wartawan menanyakan apakah Trump bisa menjadi “prsiden yang memnuhi syarat,” dan Obama yang sebelumnya banyak melakukan kritik keras, malah membuat respon yang cukup “sopan.”

Obama mengatakan: Saran saya, seperti yang saya  katakan kepada Presiden terpilih dalam diskusi kami, adalah ada perbedaan dalam kampanye dan pemerintahan. Saya pikir dia mengakui itu, saya pikir dia tulus dalam hal ini dan ingin menjadi seorang presiden yang sukses dan menggerakkan negara ini maju.

Selama dua hari terakhir, sikap Trump dalam wawancara media sikapnya dikenkang. Pada 11 Nopember, Presiden terpilih Trump dalam sebuah wawancara dengan CBS “90 Minutes” dan sebuah wawancara dengan “Wall Street Journal” dimana dia mengungkapkan beberapa kebijakan yang direncanakan setelah dia berkantor.

Dalam hal Obamacare, yang juga dikenal sebagai “Affordable Care Act,”(UU Perawatan Terjangkau) Trump beralih dari sikap keras selama kampanye, dan mengatakan bahwa dia sedang mempetimbangkan mengubah bukannya membatalkan sepenuhnya.

Wartawan menanyakan: Saya bertanya tentang Obamacare, yang Anda katakan Anda akan mencabut dan menggantinya. Bila Anda menggantinya, Anda akan memastikan bahwa orang-orang dengan prasyarat masih terliput?

Trump menjawab: Ya. Karena itu terjadi dan akanmenjadi salah satu asset terkuat. Anda akan tetap dengan itu? Juga, dengan anak-anak yang hidup ikut orang tua mereka untuk periode perpanjangan, kita akan (tetap begitu). Anda akan tetap seperti itu? Dengan sangat akan tetap itu. Itu menambah biaya, tapi itu sesuatu yang kita akan tetap tak akan rubah.

Sebagai tanggapan, Professor ilmu politik Universitas Duke, Peter Feaver, menunjukkan bahwa calon presiden sering membuat pernyataan intens selama kampanye mereka, tetapi begitu terpilih, mereka pasti kembali ke realitas. Beberapa komentar yang terlalu bersemangat dilakukan selama kampanye berakhir dengan tidak menjadi apa-apa tapi hanya sekedar kata-kata.

Berikut ini sebagai contoh umum untuk seluruh pemilu AS. Misalnya tentang hubungan Sino-AS. Pada tahun 1992, saat pemilu Bill Clinton menyerang pemerintahan George H.W. Bush untuk kebijakan Tiongkok, dan meng-advokasi kebijakan garis keras terhadap Tiongkok, tetapi setelah ia menjabat presiden, tidak hanya dia masuk ke dalam kemitraan strategi dengan Tiongkok, selama masa 8 tahun jabatannya. Dia memperpanjang perlakuan istimewa Tiongkok sebagai negara perdagangan dan mendorong Tiongkok untuk bergabung dengan WTO.

Pada tahun 2000, kata George W Bush selama kampanyenya bahwa Tiongkok bukanlah “mitra strategis” AS, tapi sebenarnya adalah “strategi pesaing” AS. Semacam pemikiran ini cukup jelas terjadi selama periode awal ketika Bush berkantor, tapi setelah serangan teroris 9-11, sikap AS terhadap Tiongkok terasa meningkat. Bush mendefinisikan Tiongkok sebagai “stake holder” dan mengajurkan untuk melanjutkan  hubungannya dengan Tiongkok.

Selama kampanye Obama pada tahun 2008, ia berjanji untuk memasukan Tiongkok dalam daftar sebagai manipulator mata uang, tapi ia juga mengubah pendiriannya dan sikapnya. Selama itu AS telah mengeluarkan tujuh tingkat laporan perubahan dan sebegitu jauh Tiongkok belum terdaftar sebagai manipulator mata uang.

Pengamat melihat dalam politik AS, mesin nasional AS nampaknya seperti sebuah alat (tool), sama seperti bola besi panas yang digunakan pandai besi yang mengunakan sebuah cetakankan yang sama. Apa pun jenis besinya mereka akan tetap menggunakan cetakan yang sama.

Mesin nasional adalah semacam alat ini, tidak perduli apa bentuk bola dari seorang presiden ketika berkantor, baik itu berbentuk persegi panjang, bulat, gepeng, atau datar, ketika keluar dari cetakan hasilnya akan sama.

Itu berarti pola politik AS dan kebijakan tidak didasarkan pada mekanisme politik individu. AS dan mesin nasional memainkan peran penentu, dan ini semacam mekanisme politik dan mesin yang didorong oleh kepentingan nasional AS.

Obama yang akan habis masa jabatannya dan akan meninggalkan kantor, menunjukkan bahwa kampanye berbeda dengan mengatur negara. Ia percaya Presiden terpilih Trump bukanlah seorang idealis, tapi pragmatis.

Obama nengatakan: Saat Anda masih kandidat Anda mengatakan sesuatu yang tidak akurat atau kontroversial, itu dampaknya kurang dari ketika Anda Presiden AS. Semua orang diseluruh dunia akan memperhatikan. Pasar bergerak, masalah keamanan nasional memerlukan tingkat presisi dalam rangka untuk memastikan bahwa Anda tidak melakukan kesalahan.

Meskipun Trump belum mengeluarkan prinsip panduan resmi untuk pemerintahannya, dari pidato yang dia buat dalam kampnyenya, dapat dilihat bahwa Trump akan menjadi adminstrator praktis.

Untuk hubungan Sino-AS, pragmatisme akan menguntungkan kepentingan kedua negara. Kebijakan Trump menurut penasehat Peter Navarro mengatakan selama wawancara dengan BBC, tidak seperti sebagaimana pemerintahan Obama berani mengumumkan kembalinya ke Asia kepada dunia, pemerintahan Trump akan “merendah” dan hormat kepadaTiongkok.

Trump pernah berkata sesuatu yang mirip dengan pidatonya. Memperbaiki hubungan AS dengan Tiongkok merupakan langkah penting menuju abad kesejahteraan. Tiongkok menghormati kekuatan besar dan dengan membiarkan mereka mengambil keuntungan dari kita secara ekonomi, kita sudah kehilangan semua rasa hormat mereka. Kita memiliki defisit perdagangan besar dengan Tiongkok, untuk defisit ini kita harus bisa mencari jalan dengan cepat untuk menyeimbangkannya. Sebuah Amerika yang kuat dan cerdas adalah cara Amerika dalam menemukan teman yang lebih baik dengan Tiongkok. Berdua kita bisa mengambil keuntungan atau kita saling tidak ikut campur pada jalan kita sendiri.

Ketika Presiden Tiongkok, Xi Jinping memberi ucapan selamat kepada Trump, dari merinci hubungan Sino-AS untuk masa depan dari perspektif seperti ini, Presiden Xi mengatakan: dengan kita berdua sebagai negara terbesar berkembang dan negara maju, serta dua ekonomi terbesar dunia, tidak saja harus memilah manfaat kerjasama kedua negara Tiongkok dan Amerika Serikat, itu juga harus menguntungkan masyarakat internasional.

Pada kenyataannya, sebuah sinyal positif sedang dikeluarkan, penasehat nasional senior Trump selama kampanye James Woolsey menulis sepotong opini yang diterbitkan di “South China Morning Post” Hong Kong pada 10 Nopember dengan judul “Under Donald Trump, the US will accept China’s rise as long as it doesn’t challenge the status quo/ Dibawah Donald Trump, AS akan menerima kebangkitan Tiongkok selama itu tidak menantang status quo) dalam artikel dikatakan: “Hal ini diterima luas di Washington hari ini bahwa oposisi pemerintah Obama untuk pembentukan AIIB adalah kesalahan strategis dan saya berharap respon pemerintahan berikutnya untuk Inisiatif ‘Belat and Road’ akan lebih hangat.”

Komentator Reuters pada 11 Nopember “Ini berarti bahwa setelah Trump berkantor Januari mendatang, kebijakan AS terhadap AIIB (Asian Infrastrcture Investment Bank) mungkin berubah.”

Selama kampanye Trump mengusulkan slogan “America First.” Ini sedang mempertimbangkan kepentingan nasional AS yang pertama ketika merumuskan kebijakan luar negeri, keamanan negerinya. Memelihara perdamaian, stablitas dan kemakmuran di kawasan Asia-Pasifik adalah kepentingan semua negara dikedua sisi Samudara Pasifik, yang meliputi AS. Hidup berdampingan dengan damai  antara AS dan Tiongkok serta saling menguntungkan juga akan sesuai dengan kepentingan nasional kedua negara ini.

Karena itulah kita semua mengharapkan dan yakin Presiden AS, Trump akan memimpin AS dengan kebijaksanaan nya sendiri ke arah yang benar, dan memainkan peran positif di kawasan Asia-Pasifik.

Sucahya Tjoa

22 Nopember 2016

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar dan Dalam Negeri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun