Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tiongkok Menjadikan KTT G20 Hangzhou Ajang Untuk Lebih Berkontribusi di Dunia (2)

23 September 2016   15:28 Diperbarui: 23 September 2016   15:44 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 4 September, jam 3:30 sore, 2016, KTT G20 Ke-11 dengan resmi dibuka. Maka dunia memasuki “Periode Hanzhou” . G20 Hangzhou ini bertemakan : “creating an innovative, invigorative, interconnected, and inclusive global economy,” (menciptakan inovatif, memperkuat, saling berhubungan, dan ekonomi inklusif). Menetapkan empat prioritas : “memulai jalur baru untuk pertumbuhan,” “lebih mengefektikan dan mengeffisienkan kelola ekonomi dan keuangan global,” perdagangan internasional yang kuat dan investasi,” serta “ pembangunan yang inklusif dan saling berhubungan.”

Prioitas ini semua diavokasikan oleh Tiongkok. Ini menjadi arah pengembangan bagi masa depan ekonomi global—ini menjadi unsur baru Tiongkok. Jika elemen ini bergabung ke dalam G20, akan menyebabkan kemana arah G20 akan berjalan dan menjadi mekanisme untuk menangani krisis untuk mendapatkan drive baru dan arah baru.

Menghadapi Tantangan ekonomi global akhir-akhir ini, saat upacara pembukaan Presiden Xi Jinping menawarkan lima proposal: memperkuat koordinasi dalam kebijakan ekonomi makro, untuk bersama-sama mempromosikan pertumbuhan ekonomi global dan menjaga stabilitas keuangan; berinovasi pola pengembangan dan mejelajahi driver pertumbuhan baru; meningkatkan tata kelola ekonomi global dan menerapkan mekanisme jaminan; membangun ekonomi global yang terbuka sambil terus mempromisikan leberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi; dan mengimplementasikan Agenda Pembangunan Berkelanjutan hingga 2030 untuk mempromosikan pertumbuhan yang inklusif.

Kelima proposal yang dibuat Presiden Xi Jinping merupakan resep Tiongkok yang disediakan untuk tantangan pembangunan ekonomi global sebagai ketua G20 tahun ini.

Beberapa pengamat melihat kontribusi Tiongkok untuk G20 tahun ini memiliki arti penting dan berkarakter unik. Karena Tiongkok tampaknya tidak memikirkan G20 sebagai tim penyelamat individu untuk keadaan darurat, tetapi sebagai mekanisme dengan efek jangka panjang.

Mekanisme ini dapat benar-benar digunakan untuk pembangunan dengan cepat di masyarakat internasional, dan menjadi mekanisme jangka panjang untuk mempromosikan invigorative dan inovasi. Jadi bukan ‘tablet obat’ yang hanya digunakan dalam keadaan darurat.

Sekarang telah menjadi platform tidak hanya digunakan untuk mengobati gejalanya. Hal ini telah menjadi kelompok untuk menyembuhkan akar masalah. Kali ini, beberapa solusi Tiongkok telah diusulkan, termasuk reformasi sistem pasokan, yaitu reformasi sistemik, dan bukan hanya kebijakan moneter dan keuangan yang lalu.

Sebelum KTT ke-11 para pemimpin G20, KTT B20 (Business 20) seperti yang diadakan di Hangzhou pada 3 September 2016, dan Presiden Xi Jinping menyampaikan pidato dengan judul “New Starting Point for Chinese Development and New Blueprint for Global Growth,” (Titik Awal Baru Untuk Pembangunan Tiongkok dan Blueprint Baru Untuk Pertumbuhan Global), dimana ditekankan bahwa Tiongkok berharap untuk membangun ekonomi global yang inovatif, terbuka, saling berhubungan dan inklusif dengan semua negara, dan memacu ekonomi global menuju jalan kekuasaan, keberlanjutan, keseimbangan dan inklusi.

KTT Hangzhou sebenarnya juga membawa tema sebelumnya, dan membuka jalan bagi semuanya di masa depan. Hal ini terutama membuat G20 membuat cakrawala, sehingga tujuannya lebih luas jangkauannya. Memberitahu pihak-pihak yang sedang mencari model pertumbuhan ekonomi dan kerjasama global model baru, mencegah tren ideologi yang akan kembali ke masa lalu. Maka dengan diselenggarakannya KTT Hangzhou ini diharapkan semua pihak dapat memahami nilai yang lebih dalam dari konsep-konsep ini. Jadi sebagai tonggak sejarah.

Dengan usulan Tiongkok, mulai tahun 2016 misi utama G20 telah mengimplementasikan “Agenda Perkelanjutan 2030” dari PBB sesuatu yang telah direstui G20, platform utama ini untuk tata kelola ekonomi global, dengan kemampuan untuk memimpin/mengontrol dalam jangka panjang.

KTT G20 Hangzhou akan menjadi tonggak yang menandai transisi G20 dari mekanisme respon krisis ke mekanisme tata kelola (governance) jangka panjang.

Pada 3 September, kepala negara Tiongkok dan AS mengajukan dokumen ratifikasi mereka untuk “Perjanjian Paris” tentang perubahan ikilim kepada Sekjend PBB Ban Ki-moon. Langkah dari Tiongkok dan AS ini mendapat pujian tinggi dari negara-negara dan masyarakat internasional. Beberapa media mengatakan bahwa ini adalah hadiah dua negara yang diberikan sebagai kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan global.

Ban Ki-Moon mengatakan: “Kepemimpian Tiongkok telah mengarahkan perdebatan untuk memfasilitasi G20 untuk bergerak dari manajemen krisis keuangan jangka pendek ke perspektif pembangunan jangka panjang.”

Tiongkok secara simultan merupakan ekonomi dunia terbesar kedua dunia, negara berkembang terbesar, pasar berkembang terbesar, dan penyumbang terbesar bagi perkeonomian global. Analis luar mengatakan itu  adalah “jembatan ideal” komunikasi untuk menyatukan Timur dan Barat, dan link partner di Selatan dan Utara Hemisphere (belahan dunia).

Xi Jinping mengatakan: “G20 seperti sebuah jembatan yang memungkinkan semuan orang untuk datang bersama-sama dari seluruh dunia.  Ini jembatan persahabatan yang bisa menyebarkan benih-benih persahabatan ke seluruh dunia, untuk meningkatkan saling percaya dan cinta, shingga membuat kita tidak menjadi jauh. Ini adalah jembatan kerjasama, dan kita dapat menggunakannya untuk merencanakan bersama-sama, memperkuat koordinasi, memperdalam kerjasama, dan saling mencari keuntungan.  Ini adalah jembatan masa depan, dan kita dapat menggunakannya untuk berbagi nasib yang sama, menghadapi masalah umum, dan bekerja keras untuk masa depan, demi menyambut hari esok yang lebih indah.

Sebagai salah satu anggota pendiri G20, Tiongkok selalu memainkan peran positif dan konstruktif dalam kelompok. Dengan ekonomi Tiongkok yang telah memasuki masa normal, KTT G20 Hangzhou telah difokuskan secara signifikan, untuk masalah ekonomi dan keuangan global yang menonjol, agar membuat seluruh dunia menaruh harapan kepada KTT ini.

jacob-funk-kirkegaard-57e4e6f33397739b1194ed79.png
jacob-funk-kirkegaard-57e4e6f33397739b1194ed79.png
Jacob Funk Kirkegaard, Senior Fellow the US Think Tank the Peterson Institute for Economies mengatakan: “Kontribusi Tiongkok untuk pertumbuhan global terus menjadi terbesar dari setiap negara tunggal. Jadi Peran Tiongkok dalam hal ini benar-benar penting. Tidak ada yang perlu diragukan lagi. Menurut saya, kami berharap untuk tahun depan, itu akan menjadi lebih penting, karena saya pikir realitis, yang disayangkan adalah pertumbuhan di pasar negara berkembang lainnya di G20, dan negara non G20  mungkin akan melambat jauh, sehingga untuk tahun-tahun akan datang, Tiongkok akan menjadi lebih penting daripada sekarang ini sebagai sumber pertumbuhan global.”

Beberapa negara telah pulih cukup baik, dan beberapa negara belum pulih dengan baik. Ada beberapa perbedaan dalam kebijakan yang mereka buat, sehingga negara-negara G20 perlu menyesuaikan kembali kebijakan mereka bersama, dan menemukan jalan agar ekonomi global dapat pulih menjadi keadaan normal.

Sejarah Terbentuknya G20

Sepanjang sejarah manusia, krisis sering menjadi kekuatan untuk perubahan, dan perubahan adalah cara untuk mengubah bahaya menjadi aman. Setelah krisis minyak Timur Tengah di tahun 1970an, AS, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia dan Kanada membentuk G7 untuk saling menyesuaikan kebijakan ekonomi mereka.

Setelah krisis  finansial Asia tahun 1997, muncul Pertemuan Menteri Keuangan dan Bank Sentral G20., Ketika terjadi krisis Suprime Mortgage yang meningkat menjadi krisis global. Kemudian diciptakan KTT Pemimpin G20 pada tahun 2008. Ini semua lahir setelah adanya krisis.

Pada 15 September 2008, selama akhir pekan, banyak stasiun TV menyiarkan: Lehman Brothers, salah satu bank investasi yang paling terhormat dan terbesar di dunia terpaksa menyatakan dirinya bangkrut. Selian itu Merrill Lynch harus dijual pada hari itu. Pasar uang dunia sedang anjlok dan Lehman Brothers memasuki prosedur likuidasi kebangkrutan.

Lehman Brothers bank investasi terbesar dunia yang telah mengalami pasang surut selama 158 tahun mengumumkan kebangkrutannya. Setelah itu Merrill Lynch, salah satu sekuritas ritel dan bank investasi paling terkenal dibeli oleh Bank of America. Perusahaan asuransi terbesar dunia American Inter National Group juga runtuh.

Setelah itu terjadi mulailah terjadi krisis keuangan internasional, yang mengarah ke prospek ekonomi yang melamban di seluruh dunia. Terjadi kerugian berjumlah lebih dari ratusan milyar USD, puluhan juta orang kehilangan pekerjaan, utang nasional AS meningkat dua kali lipat.

Pada 2008, setelah krisis keuangan internasioanl pecah, para pemimpin dari 20 negra-negara (G20) memutuskan untuk mengambil tindakan terpadu untuk mencegah ekonomi global memasuki depresi besar, karena skala krisis keuangan 2008 kala itu bahkan lebih bergejolak dibandingkan krisis pasar saham AS pada tahun 1929.

Pada 15 Nopember 2008, para pemimpin negara-negara G20 bertemu di Washington D.C. untuk membahas cara membuat stabilitas abadi bagi sistem keuangan internasional, yang kala itu telah terluka parah. George W. Bush mengatakan saat itu, “Jika Anda tidak mengambil langkah-langkah keputusan, maka dapat dibayangkan bahwa negara kita bisa menuju menjadi depresi besar melebvihi dari ‘Great Depression.’ Jadi pemerintahan saya telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk menangani krisis kredit ini.”

Pada KTT Washington, anggota G20 telah mencapai persetujuaan untuk membuat rencana aksi (action plan) untuk menghadapi krisis keuangan, yang termasuk item penting dengan mengambil langkah-langkah darurat untuk mendukung ekonomi global dan menstabilkan pasar keuangan, memperkuat pengawasan keuangan, dan menentang proteksionisme perdagangan.

Pada tahun 2008, selama KTT Whasington para pemimpin G20 pertama, ada dua langkah yang paling penting. Salah satunya adalah semua negara memutuskan untuk mencegah depresi ekonomi  di seluruh dunia, mereka masing-masing berjanji untuk melaksanakan rencana aksi stimulus ekonomi. Tindakan yang kedua mencegah kembalinya proteksionisme perdagangan.

Dihadapkan dengan “krisis keuangan dunia global dalam sartu abad” para pemimpin G20 bekerjasama selama masa sulit ini, dan masing-masing anggota mengimplementasikan rencana stimulus ekonomi.

Pada 3 Nopemeber 2008, Kongres AS meloloskan  rencana bantuan keuangan sebesar 700 milyar USD. Pada 8 Nopemeber, bank diseluruh dunia bersama-sama menurunkan suku bunga untuk menyelamatkan pasar. Pada 21 Nopember Jerman menyetujui 500 milyar euro bailout bank. Pada 10 Nopember, Tiongkok meluncurkan stimulus ekonomi 4 trillyun RMB. Dalam periode tahun 2009-2010 di AS banyak proyek jalan bebas hambatan dan jembatan dibangun dengan diberi papan pengumuman dibangun atas stimulus ekonomi.

KTT G20 telah diselenggarakan beberapa kali selama terjadi penurunan ekonomi global. Pada 12 April 2009, KTT G20 ke-2 diselenggarakan di London, Inggris. KTT ini diselenggarakan untuk pelaksanaan pemulihan dan pertumbuhan rencana ekonomi global untuk total 1,1 trilyun USD.

Pada 24 September 2009, KTT G20 ke-3 diadakan di Pittburg, AS, dalam KTT ini dikonfirmasi posisi G20 sebagai forum utama kerjasama ekonomi internasional, dan menegaskan tujuan reformasi kuantitatif untuk Bank Dunia dan IMF, memulai proses evaluasi bersama untuk “kerangka yang kuat, berkelanjutan pertumbuhan keseimbangan,” serta mencapai konsensus penting tentang sistematika dari KTT G20.

Hari ini telah diputuskan untuk menggunakan G20 sebagai platform utama kerjasama ekonomi internasional. Dan diharapkan bertemu setiap tahun.

Pada 25 September, 2009, para pemimpin G20 mengumumkan keberadaan KTT permanen G20 diatas kertas (secara hitam diatas putih).

Dalam KTT G20 ke-3 di Pittburg ditegaskan G20 sebagai platform global penting bagi perekonomian penting untuk membahas masalah-masalah nasional dan menegosiasikan urusan pembangunan global. Setelah itu posisi bersejarah G20 dalam proses pembangunan telah dipatokkan.

Namun, dalam proses untuk menanggapi krisis keuangan global, beberapa negara telah mengorbankan negara lain untuk kepentingannya sendiri.

Kebijakan Pelonggaran Kuantitatif Merugikan Negara Lain

Pada 25 Nopember 2008, Federal Reserve AS mulai menerapkan putaran pertama dari kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing policies). Pada 4 Nopemebr 2010, Federal Reserve AS mengumumkan untuk melaksanakan putaran kedua kebijakan pelonggaran kuantitatif. Pada 15 September 2012, Federal Reserve AS mulai menggelar putaran ketiga kebijakan pelonggaran kuantitatif.

AS telah terus menerus menggulirka kebijakan moneter kuantitatif, untuk memaksakan USD terus terdepresiasi, sehingga pergeseran (mengalihan) krisis keuangan pada seluruh dunia.

Banyak ahli yang menyesalkan tindakan AS tersebut, meskipun mereka juga bisa menyetujui pemerintah mengintervensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam skala terbatas, selama waktu tertentu. Tetapi AS melakukan terus menerus tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain, dengan memaksimalkan kepentingan sendiri, dan melakukan kebijakan pelonggaran kuantitiatif moneter, terutama dengan mata uangnya sendiri yang mempunyai pengaruh besar di seluruh dunia. AS seharusnya tidak melakukkan itu, karena pada kenyataannya itu akan membuat encer pasar mata uang global dan pasar modal. Sehingga akan mengalihkan resiko kepada orang lain.

Pada 5 September 2013, KTT G20 ke-8 di St. Peterburg, Rusia. Semua pihak prihatin dengan negara berkembang atas kebijakan moneter pelonggaran kuantitiaf yang memiliki efek peluberan (spillover). Dan menyerukan negara-negara terkait untuk mengambil tanggung jawab atas kebijakan ini, dan lebih melakukan komunikasi dengan pihak lain ketika akan meneysuaikan kebijakan moneter mereka.

Pad 15 Nopember 2014, pada KTT G20 di Brisbane, Australia. Temanya “meningkatkan pertumbuhan, menciptakan lapangn kerja, dan mengurangi resiko.”

Pada KTT G20 Antalya, Turki, dilanjutkan diskusi dari KTT yang baru lalu. Tapi karena terjadinya sekitar serangan terorois Paris, KTT mengajurkan masyarakat internasional untuk bersatu kerjasama memerangi terorisme.

Dari mulai KTT G20 Wahsington tahun 2008 hingga KTT G20 di Hangzhou 2016, KTT G20 memiliki sejarah 8 tahun. Selama 8 tahun ekonomi global berada dalam pengaruh krisis keuangan internasional, keadaan masih berada dalam kelelahan yang berkepanjangan, dan pertumbuhan tetap berkurang.

Para analis merasa aneh, hingga kini perdagangan internasional masih belum ada pertumbuhan, dan kadang-kadang terjadi pertumbuhan negatif. Sehingga keadaan berada dalam lingkungan yag aneh. Banyak ekonom terkenal telah menyebutnya sebagai ‘Stagnasi Besar,’ karena meskipun dunia telah memiliki pertumbuhan 3%, tapi masih memiliki tingkat inflasi, jadi jika menghilangkan hal-hal lainnya, pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi tidak terlalu memuaskan.

Saat ini selain ekonomi global dalam Stagnasi Besar, arena politik dunia juga sedang mengalami masa sulit.

AS sekarang lagi menjelang pemilu, dan terjadi kerusuhan Brazil dengan adanya pemakzulan presidennya. AS juga lagi melaksanakan strateginya menyeimbangkan di Asia-Pasifik, sehingga semua itu membuat kontrateorisme kawasan menjadi tidak efektif selama bertahun-tahun. Kenyataanya masih terus terjadi terorisme; selain itu ada konflik antara AS dan Rusia; ada lagi hubungan Turki dan Rusia yang selalu on-off, hal-hal ini mungkin memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung pada situasi ekonomi dunia secara keseluruhan.

Ekonomi dalam keadaan stagnan dan komplek, situasi dunia sedang berada dalam persimpangan jalan untuk melakukan perubahan sekali lagi. Kekuatan Barat sedang surut, KTT G20 telah pindah ke Timur. Banyak analis dan pakar menaruh harapan tinggi terhadap Tiongkok sebagai pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomo global saat ini.

Selama beberapa tahun terakhir, ekonomi Tiongkok telah memasuki keadaan normal baru. Ekonominya meningkat 6,9% tahun lalu. Walaupun tidak tinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya lebih dari 10 tahun, tapi dunia melihat tidak banyak negara-negara yang tumbuh seperti itu.

Dalam situasi pertumbuhan ekonomi global yang berat dan proteksionisme perdagangan yang terus membesar ke depan, dunia sedang mencari dan menciptakan sistem ekonomi global yang lebih inklusif, sehingga setiap peserta dapat memperoleh manfaat nyata dan bertumbuh.

Kebijakan dengan pelonggaran kuantitatif tradisonal tidak bisa lagi mengatasi masalah yang sedang kita hadapi sekarang ini. Stagnasi perekonomian terus berlanjut akan membawa berbagai isu-isu politik dan ekonomi yang komplek dan beragam.

Saat ini, ekonomi AS secara bertahap pulih, tapi mengapa negara-negara lain di dunia tetap terombang-ambing?

Pada 23 Juni 2016, Inggris mengadakan referendum nasional untuk meninggalkan Uni Eropa. Hasilnya 51,89% penduduknya setuju dan 48,11% menentang Uni Eropa (Brexit).

Dalam pidatonya David Cameron, PM Inggris mengatakan : “Saya sangat yakin bahwa Inggris akan lebih kuat, lebih aman, dan lebih baik berada dalam Uni Eropa, tetapi rakyat Inggris telah membuat keputusan yang sangat jelas untuk mengambil jalan yang berbeda. Dan kerana itu, saya pikir negara membutuhkan kepemimpinan segar untuk mengambil arah itu.”

Dengan dikejutkan oleh hantaman kirisis keuangan tahun 2008 di AS, pada 2009 krisis utang Eropa pertama melanda Yunani. Pada 2001, merembet ke Portugal, Italia, Irlandia, dan Spanyol. Eropa buru-buru menetapkan langkah-langkah bantuan darurat, dan biaya Inggris di Eropa meningkat. Ditambah dengan Uni Eropa membutuhkan Inggris untuk mengambil pengungsi Timur Tengah dan isu-isu lainnya, rakyat Inggris menjadi sangat marah.

Baru-baru ini, pemimpin “Front Nasional” Prancis – Marine le Pen berjanji bahwa jika dia terpilih menjadi presiden pada tahun 2017, dia akan menggelar referendum bagi Prancis untuk meninggalkan Uni Eropa.

Menurut jajak pendapat IPOSOS yang dilakukan bebebrapa negara Uni Eropa, 48% rakyat Italia, 42% rakyat Prancis, dan sekitar dua per tiga dari rkayat Eropa di negara-negara seperti Swedia dan Jerman menginginkan hak untuk referendum untuk meniggalkan Uni Eropa.

Sekarang pertumbuhan ekonomi global tidak baik, sehingga membuat orang sering merasa frustasi, dan yang membuatnya mudah timbul sentimen populis. Dalam situasi seperti ini, orang akan menjadi tidak rasional, dan mereka akan mengatributkan semua kemalangan mereka dengan sangat sederhana masalah-masalah globalisasi atau disebabkan negara-negara asing, termasuk perusahaan asing, perdagangan asing, imigrasi asing akan mereka kucilkan semua.

Populis telah lahir kembali, dan memukul arena politik banyak negara Uni Eropa, serta muncul penampilan di banyak negara maju.

Di Jepang, Abe, telah berusaha untuk memutar balikkan sejarah agresi Jepang dan terpilih kembali. Di AS, calon presiden Donal Trump yang telah disebut politikus polulis, pedukugnya terus menigkat, yang menyebabkan banyak negara merasa tidak nyaman.

Kita bisa mengatakan bahwa polulisme memiliki suara cukup besar di banyak negara, karena kadang-kadang mereka akan membungkus dirinya dalam bendera demokrasi, atau bahkan kadang-kadang dalam bendera patriotisme. Patriotisme sangat penting, tapi kadang-kadang mereka membungkus dirinya dengan ini, dan itu akan berpisah hubungan organik antara negara-negara, dan menyebabkan ekonomi global untuk memasuki saling ungul-ungulan.

Di seluruh dubia, gerakan anti-globalsiasi sering berubah menjadi insiden kekerasan di jalan-jalan. Di beberapa negara berkembang di Afrika dan Asia, kekacauan ekonomi, kondisi miskin dan terorisme menjadi semakin lazim.

Beberapa negara yang tadinya telah cukup pendapatannya, stabil dan baik menjadi miskin dan bergejolak karena perang lokal yang mengerikan. Jika kita kembali ke 20 tahun lalu di bebebrapa negara, mereka tadinya belum mundur atau miskin, tapi kini menjadi bergolak dan miskin. Ini sebenarnya disebabkan masalah dengan tata kelola global, dan kita perlu merenungkan ini.

Jika kita melihat kembali sejarah, orang tidak akan melupakan krisis kapitalis global yang terjadi pada tahun 1929 dan 1933 yang mennyebabkan ekonomi dunia kapitalis seluruhnya runtuh, karena produksi industri turun 44%, tingkat pengangguran negara meningkat menjadi antara 33% dan 50%, dan total perdagangan internasional turun 66%. Bank dan pabrik tutup, dan orang-orang hidup dalam kemiskinan.

Terjadinya Perang Dunia

Tidak hanya Jerman, Italia, dan Jepang tidak mempelajari akar masalah dari krisis ekonomi dari struktur sistem mereka sendiri, mereka juga mulai dengan perang invasif kepada negara-engara lain untuk menjarah sumber penjarahan, merangsang ekonomi dan menggerser kiris ke negara-negara lain.

Karena dari itu, meletuslah P.D. II, maka mulailah benacana yang belumnya tidak pernah terlihat dalam sejarah manusia. AS secara aktif mengambil bagian dalam perang dan memimpin perang melawan fasisme, dan muncul sebegai pemenang dan menjadi pemenang politik dan ekonomi terbesar.

Jadi ketika ekonomi menjadi suram, mereka menyalahkan orang lain, mengatakan bahwa orang lain mengambil pekerjaaan mereka, sehingga mereka mulai mempertimbangkan menduduki negara-negara lain dan mencuri sumber daya negara-negara lain dengans senjata. Dan P.D. II pecah.  Ini jelas sebuah tragedi yang serius tidak adil, metode yang tidak manusiawi oleh negara-negara kuat yang mengambil keuntungan dari negara-negara yang lemah dan mengambil sumber daya mereka.

Untuk menanggapi krisis keuangan pada tahun 2008, AS meloloskan rencana bantuan darurat 700 milyar USD dan rencana untuk menanamkan 250 milyar USD infus kepada bank, tapi ini hanya seperti setetes air yang dituangkan ke lautan--selama 20 trilyun USD kerugian di perumahan dan pasar saham AS.

Pada bulan Oktober 2008, media Prancis mengungkapkan bahwa think-tank AS, RAND Corporation mengatakan dalam sebuah laporan evaluasi yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan yang menggunakan 700 milyar USD untuk menyelematkan pasar mungkin tidak se-efektif menggunakan 700 milyar USD untuk makan siang dan mulai perang.

Pada bulan Maret tahun ini, situs keuangan AS mengungkapkan bahwa Menteri Keuangan Jepang Taro Aso mengatakan ketika membahas bagaimana menghindari deflasi bahwa situasi Jepang menemukan dirinya ini hari sangat mirip dengan ekonomi AS selama rezim Presiden Roosevelt sebelum P.D. II. AS hanya terhindar dari deflasi dengan P.D. II. Dia mengatakan bahwa saat ini, Jepang perlu menemukan titik percikan serupa untuk menghindari deflasi. Ketika Taro Aso mengatakan ini, PM Shinzo abe juga hadir.

Beberapa pakar Tiongkok mengusulkan, “Kita mungkin harus menghindari tragedi yang terjadi di abad ke-20 sebaik mungkin. Kita percaya kersajasama yang dapat saling meguntungkan. Kita benar-benar percaya  dalam kerjasama mungkin tidak sebagus pihak lain sejauh teknik berjalan, tapi ketika kita belajar dari mereka, kita bisa mendapat ide lain.”

Kebijakan Keuangan Negara Maju Yang Mau Menang Sendiri

Mulai tahun 2009, Jepang dan Uni Eropa masing-masing meluncurkan dengan skala besar kebijakan pelonggaran kuantitatif keuangan. Akhir-akhir ini, Gubernur Bank Jepang Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa ia tidak akan ragu untuk menambah pelonggaran kuantitatif.

Di Eropa, Bank of England, bank sentral Inggris, dan bank lainnya di Eropa, dan Bank of Japan semua menggunakan suku bunga negatif. Dengan kata lain, mereka tidak mungkin menggunakan metode lain. Bank Sentral AS Federal Reserve-AS telah melaksanakan tiga putaran pelonggaran kauntitiatif. Dan itu masih ditambah dengan kebijakan suku bunga 0,25, yang pada dasarnya 0.  Dalam situatsi semacam ini, kebijakan moneter sebenarnya tidak memiliki banyak ruang untuk digunakan.

Semua orang mendevaluasikan mata uang mereka dan menggeser krisis, ini telah menyebabkan perdagangan global terhenti pertumbuhannya, dan harga pokok komoditas jatuh. Hal ini juga telah menyebabkan beberapa negara berkembang masuk dalam penurunan ekonomi atau bahkan menjadi krisis parah.

Yang membuat keadaan lebih buruk lagi, beberapa negara telah menciptakan benteng perdagangan dengan kebijakan “beggar-thy-neighbor”* demikian menurut para analis.

(* kebijakan ekonomi satu negara yang mencoba memperbaiki masalah ekonominya dengan cara yang cendrung memperburuk masalah ekonomi negara-negara lain.)

Williem Cohen, mantan Menhan AS mengatakan: “Well, kita telah melihat apa masalah Tiongkok dan kita (AS) semua bisa melihat? Kita sedang melihat hambatan perdagangan mulai naik di berbagai negara, proteksionisme dan sentimen anti-globalisasi yang tampaknya menyebar di Eropa dan di Amerika Serikat juga.”

Sebuah laporan dari “Global Trade Alert” menyatakan bahwa AS adalah negara yang paling membatasi perdagangan bebas. Dari tahun 2008 sampai 2016, AS elah menerapkan lebih dari 600 tindakan diskriminatif terhadap negara-negara lain. Pada tahun 2015 saja telah melakukan 90 tindakan, terbanyak dibanding dengan negara manapun.

Jika berbicara tentang liberalisasi pasar perdagangan terpadu ekonomi global, dan fasilitasi investasi, AS dan Eropa yang paling wahid. Mereka setiap hari berbicara tentang bagaimana kita harus terlibat dalam proses komersialisasi, dengan mengatakan jika produksi mereka tidak bisa masuk, maka investasi juga tidak dilakukan. Mereka selalu menghenaki negara lain untuk reformasi, dan terpaksa negara itu harus benar-benar menerapkan reformasi dengan cara yang progresif. (ingat desakan IMF kapada zaman krismon tahun 1998 kepada Indonesia).

Melihat di panggung internasional sekarang, di kedua platform internasional penting G20 dan APEC, kita dapat melihat bahwa selama tujuh atau delapan tahun, bahkan sepuluh tahun terakhir, tampaknya pemimpin Tiongkok yang paling lantang dan sering membicarakan tentang liberalisasi pasar perdagangan dan fasilitasi investasi.

Sejak Barack Obama menjabat presiden AS, dia mendorong ke depan Trans-Pacific Partnership (TPP), yang menyebutnya sebagai strategi ekonomi untuk menyeimbangkan kawasan Asia-Pasifik. Negosiasi-negosiasi telah terus digodok dari awal dengan menghindari peraturan WTO. Pada Juni 2013,  AS memprakarsai Transaltalntic Trade dan Investment Partnership (TTIP) atau Kemitraan Transaltlantic Perdagangan dan Investasi.

AS menyatakan ingin membuat perjanjian perdagangan bebas dengan speksifikasi yang lebih tinggi, dan tingkat yang lebih tinggi. Tapi ini hanyalah alasan saja, karena ketika para perancang strategi AS bersaksi kepada Kongres ternyata mereka meyakinkan pemerintah AS dan anggota Kongres, ini sebenarnya adalah masalah geopolitik, dan untuk tujuan tingkat yang lebih besar, hal itu dilakukan untuk mencegah dan membendung kebangkitan Tiongkok, dan mencegahkan Tiongkok menikmati terlalu banyak manfaat dalam sistem perdagangan dunia.

Obama pernah mengatakan, tanpa diragukan bahwa tujuan dari TPP adalah untuk tidak membiarkan negara-negara seperti Tiongkok untuk menentukan masa depan peraturan ekonomi global dan perdagangan global. Dia mengatakan ini secara terbuka.

Juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok mengatakan bahwa Tiongkok terbuka untuk TPP, dan senang melihat itu akan di-implementasikan. Ini terlihat sekali suatu bentuk kontras atas ke-egoisan AS.

Pada 22 September 2016, Direktur Pelaksana (Managing Director) IMF Christine Lagarde mengatakan bahwa IMF mungkin sekali lagi memotong prospek pertumbuhan ekonomi global untuk 2016, karena permintaan saat ini lemah, perdagangan dan investasi berhenti berkembang, dan pertumbuhan semakin tidak seimbang, yang menyebabkan prospek ekonomi terlihat suram.

Tekanan dari penurunan ekonomi telah dirasakan oleh semua orang di dunia, baik negara maju dan negara berkembang. Alasannya karena drive asli dari revolusi industri dan dari beberapa putaran terakhir dari perkembangan ekonomi global tidak lagi mencukupi.

Pada KTT G20 Hangzhou, Tiongkok mengusulkan bahwa G20 harus menempatkan kepentingan yang sama pada kebijakan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, serta reformasi untuk sisi permintaan dan penawaran.

Pada kenyataannya, rencana reformasi ekonomi Tiongkok kedua ini telah menarik perhatian dunia. Reformasi di sisi penawaran yang dianjurkan Tiongkok adalah jenis inovasi. Ini telah menggantikan metode yang terdahulu, yang menggunakan metode sederhana model ekspansi moneter dan kuantitatif untuk memacu pertumbuhan ekonomi kearah salah satu  penyesuaian struktural, dan optimasi struktural.

Jadi analis melihat kontribusi terbesar dari KTT G20 Hangzhou sebenarnya dalam advoksi model baru untuk pertumbuhan ekonomi global, serta mencoba untuk menemukan sebuah rencana jangka panjang untuk pertumbuhan ekonomi global.

Sejak dari mula KTT G20 pertama, reformasi keuangan internasional telah menjadi topik penting dari KTT selama bertahun-tahun.

Sudah untuk waktu yang lama, Tiongkok telah menjadi pendukung utama reformasi dalam struktur keuangan internasional. Sebagai negara ekonomi terbesar kedua di dunia, peran dan suara Tiongkok dalam reformasi terus tumbuh, dan Tiongkok telah memberi kontribusi penting untuk diskusi terkait dan memberi hasil dalam KTT masa lalu.

Hari ini, situasi ekonomi global bahkan lebih rumit dari sebelumnya. Pengamat ingin melihat bagaimana Tiongkok akan membentuk jalur baru untuk kerjsama internasional dan koordinasi sistemasisasi? Bagaimana itu akan memperkuat perekonomian global dalam periode baru tata kelola ekonomi global ini?

 Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB)

Pada 31 Agustus 2016, Kanada resmi bergabung dengan AIIB. PM Kanada, Justin Trudeau mengatakan: “Saya pikir meskipun hubungan itu secara historis sangat kuat, namun telah terjadi sedikit tidak terlalu diprioritaskan selama beberapa tahun terakhir, dan saya senang untuk membawanya kembali.”

Kanada menetapkan untuk bergabung dengan AIIB adalah hal baik. Pertama-tama, ini menjadi perubahan besar dalam kebijakan Kanada, karena di masa lalu. Sebenarnya di masa lalu Tiongkok pernah mengundang Kanada untuk bergabung, tetapi pemerintah Kanada pada waktu itu tidak seperti sekarang, pemerintahan yang lalu harus melihat dulu pada AS untuk apa yang akan dilakukan.

Pada saat itu, AS mengatakan bahwa pihaknya tidak ingin sekutunya untuk bergabung dengan AIIB yang baru diusulkan Tiongkok, sehingga Kanada tidak berani bergabung dengan AIIB. Pada kenyataannya, pembangunan ekonomi Tiongkok telah membentuk area yang diminati mayoritas ekonomi dunia.

Saat ini, AIIB telah memiliki 57 negara anggota pendiri termasuk Tiongkok, Korsel (ROK), Inggris, Jerman, Prancis dan Italia. Rencananya AIIB untuk negara batch (gelombang) kedua yang akan bergabung aplikasi harus diajukan sebelum akhir September 2016, dan mereka akan disetujui pada awal tahun 2017.

Selain dari Kanada, Yunani dan negara-negara lain juga sedang mempertimbangkan untuk mengajukan aplikasi mereka, terlihat semakin banyak negara yang bersedia bergabung dengan AIIB pimpinan Tiongkok.

Hal ini menunjukkan AIIB masih berharap mendapatkan kepercayaan semua orang. Tugas dari AIIB terutama untuk membantu negara-negara Asia, terutama dalam investasi infrastruktur di negara-negara yang tidak sangat berkembang.

Ini adalah Bank investasi infrastruktur. Setelah ini bisa tercapai dan negara secara bertahap berkembang, mereka tidak perlu lagi menerima uang dari AIIB.  Bagi yang ingin menciptakan infrastruktur, untuk membuat hal-hal seperti jalan, jembatan, dan infrastruktur umum serta fasilitas higienis seperti MCK, dan hal seperti telekomunikasi, sehingga memungkin untuk berkembang. Jadi pengaruh AIIB akan tumbuh lebih besar lagi. Dan bisa menjadi IMF kedua, yang akan mempengaruhi beberapa perubahan besar.

Inisiatif Belt and Road untuk membantu menghubungkan negara-negara berkembang yang kebetulan cocok dengan “Agenda Pembanguan Berkelanjutan 2030 PBB” Saat ini sudah lebih dari 100 negara dan kelompok-kelompok internasional yang telah bergabung denga Belt and Road Intiative.

Tiongkok telah menandatangani kerjasama untuk bersama-sama membangun “Belt and Road” lebih dari 30 negara di sepanjang jalan mereka, dan mulai kerjasama kapasitas industri internasional bersama-sama dengan lebih dari 20 negara.

Hal ini menunjukkan tanggung jawab internasional Tiongkok sebagai kekuatan utama. Tiongkok mengharapkan pihak lain tidak berpikir bahwa “Belt and Road” mempunyai ambisi tertentu, sebab sebagian besar apa yang telah dilakukan adalah strategi untuk mempromosikan pembangunan yang inklusif.

Jadi, jika negara-negara maju punya ide seperti ini, untuk coba membantu negara-negara terbelakang mengembangkan diri, dunia akan menjadi tempat yang lebih indah. Meskipun anggota G20 tidak pernah bisa mencapai kesepakatan untuk banyak masalah, tapi tampaknya Tiongkok tidak pernah menyerah untuk menambahkan hikmah yang lebih bagi Tiongkok untuk tata kelola global (global givernance).

Tiongkok menyatakan bahwa mereka telah menerapkan reformasi ekonomi yang inklusif, dan telah mempromosikan kepada semua pihak untuk brainstorming bersama-sama. Sehingga kita dapat membuat kue global untuk semua orang, dan bekerja untuk membuat proses ini lebih setara, adil, dan transparan, serta membuat orang untuk mempertimbangan untuk bisa suka. Termasuk kepentingan rakyat di negara maju dan berkembang. Tiongkok ingin membuat basis yang umum bagi umat manusia. Karena dianggap usulan semacam ini merupakan sesuatu yang dapat menyatukan lebih banyak orang, dan disetujui lebih banyak orang.

Ini adalah sifat inklusif, keterbukaan dan pembangunan yang berkelanjutan yang telah memungkinkan bangunan ekonomi Tiongkok untuk mendapatkan drive untuk pembangunan berkelanjutan. Tiongkok saat ini sedang berkerja untuk berpartisipasi dalam memeliharaan dan meregulasi tantanan internasional, dan menjaga kepentingan sejumlah besar negara-negara berkembang.

Tapi Tiongkok menyatakan tidak melakukan secara revolusioner yang berusaha menggulingkan sistem internasional saat ini. Menyatakan tujuan Tiongkok tidak menggulingkan tantanan internasional yang ada  saat ini. Tanggung jawab Tiongkok dinyatakan untuk pelan-pelan mendorong reformasi sistemik dari dalam, sehingga menjadi setara dan efektif. Sebagai contoh, bisa bersandar lebih ke arah negara-negara berkembang, atau lebih mempertimbangkan kepentingan negara berkembang, dan menunjukkan perduli dengan situasi mereka.

Dengan dunia saat ini tenggelam dalam nasib yang sama dengan saling keterkaitan, tidak ada satu negarapun yang bisa lolos krisis ekonomi dan mencapai pembangunan berkelanjutan sendiri.

Dengan berbagai alasan, setiap negara memiliki kepentingan dan pembelaan untuk diri sendiri, sehingga sulit untuk mencapai kesepakatan dalam banyak urusan.

Selama G20 tahun ini, Tiongkok tampaknya berusaha untuk mengubah situasi ini, dan menjadi stabilisator bagi pembangunan ekonomi global.

Masalah ekonomi global, terutama dalam hal koordinasi kebijakan dan membentuk peraturan, mengharuskan semua negara untuk saling berkoordinasi. Setiap negara dapat menggunakan peraturan dan standar yang sama untuk membuat penilaian, apakah sesuai  atau tidak ada sesuatu kepentingan mereka sendiri berdasarkan situasi mereka sendiri.

Ini berarti perlu ada negosiasi, dan dalam negosiasi mungkin saja ada perdebatan, tapi pada akhirnya mereka akan berkompromi dan mencapai kesepakatan dengan konvergensi terbesar dari kepentingan. Dan itu yang pasti akan terjadi.

Jadi kita harus fokus kepada kebersamaan utama kita, dan mempertahan perbedaan kecil. Hal itu sangat penting dalam tata kelola global (global governanace), dalam proses pembentukan peraturan glaobal dan keoordinasi kebijakan global.

Tampaknya Tiongkok sebagai Ketua G20 tahun ini mengungkapkan keinginan yang kuat untuk lebih membangun saling berhubungan, dalam rangka merangsang pertumbuhan ekonomi global.    

Tiongkok berkeinginan memperluas cakrawala G20, sehingga bisa melihat lebih banyak, dan benar-benar mempertimbangkan kepentingan ekonomi global, dan bukan hanya untuk kepentingan negara-negara dalam kelompok G20 sendiri.

Perkembangan ekonomi global telah membuat hubungan antara ekonomi dunia menjadi semakin hari semakin lebih dekat. Tiongkok telah mengusulkan “jalan pertumbuhan yang inklusif,” dengan memberikan sebuah konsep baru untuk tatakelola global (global governanace).

Tiongkok menyatakan ingin menunjukkan kerja kerasnya untuk mengambil tanggung jawab sebagai kekuatan utama, dengan memberi dorongan yang stabil yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi global, serta berbagi pengalaman bangunan-ekonominya sendiri dengan negara-negara lain yang membutuhkannya.

G 20 tahun ini telah berakhir, mudah-mudahan akan memiliki efek mendalam. signifikansinya tidak hanya di cetak ulang hubungan antara negara, tapi lebih untuk membuat keputusan besar untuk arah ekonomi ini yang berada dipersimpangan sejarah baru. Kita harapkan Tiongkok akan terus memberikan kontribusi kebijaksanaan Tiongkok untuk semua sektor tata kelola global. 

( Habis)

Sumber : Media TV dan Tulisan Luar Negeri.

http://weibo.com/2082892671/E6HlzF0WY?type=comment

http://china.dwnews.com/news/2016-09-03/59766181.html

http://www.g20.org/English/

http://www.g20.org/English/Hangzhou/About/index.html

http://www.scmp.com/topics/g20-hangzhou

http://weibo.com/2082892671/E6HlzF0WY?type=comment

http://china.dwnews.com/news/2016-09-03/59766181.html

https://www.richardduncaneconomics.com/chinas-economic-crisis-part-4-one-world-is-not-enough/

Sucahya Tjoa

18-September 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun