Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tiongkok Menjadikan KTT G20 Hangzhou Ajang Untuk Lebih Berkontribusi di Dunia (2)

23 September 2016   15:28 Diperbarui: 23 September 2016   15:44 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(* kebijakan ekonomi satu negara yang mencoba memperbaiki masalah ekonominya dengan cara yang cendrung memperburuk masalah ekonomi negara-negara lain.)

Williem Cohen, mantan Menhan AS mengatakan: “Well, kita telah melihat apa masalah Tiongkok dan kita (AS) semua bisa melihat? Kita sedang melihat hambatan perdagangan mulai naik di berbagai negara, proteksionisme dan sentimen anti-globalisasi yang tampaknya menyebar di Eropa dan di Amerika Serikat juga.”

Sebuah laporan dari “Global Trade Alert” menyatakan bahwa AS adalah negara yang paling membatasi perdagangan bebas. Dari tahun 2008 sampai 2016, AS elah menerapkan lebih dari 600 tindakan diskriminatif terhadap negara-negara lain. Pada tahun 2015 saja telah melakukan 90 tindakan, terbanyak dibanding dengan negara manapun.

Jika berbicara tentang liberalisasi pasar perdagangan terpadu ekonomi global, dan fasilitasi investasi, AS dan Eropa yang paling wahid. Mereka setiap hari berbicara tentang bagaimana kita harus terlibat dalam proses komersialisasi, dengan mengatakan jika produksi mereka tidak bisa masuk, maka investasi juga tidak dilakukan. Mereka selalu menghenaki negara lain untuk reformasi, dan terpaksa negara itu harus benar-benar menerapkan reformasi dengan cara yang progresif. (ingat desakan IMF kapada zaman krismon tahun 1998 kepada Indonesia).

Melihat di panggung internasional sekarang, di kedua platform internasional penting G20 dan APEC, kita dapat melihat bahwa selama tujuh atau delapan tahun, bahkan sepuluh tahun terakhir, tampaknya pemimpin Tiongkok yang paling lantang dan sering membicarakan tentang liberalisasi pasar perdagangan dan fasilitasi investasi.

Sejak Barack Obama menjabat presiden AS, dia mendorong ke depan Trans-Pacific Partnership (TPP), yang menyebutnya sebagai strategi ekonomi untuk menyeimbangkan kawasan Asia-Pasifik. Negosiasi-negosiasi telah terus digodok dari awal dengan menghindari peraturan WTO. Pada Juni 2013,  AS memprakarsai Transaltalntic Trade dan Investment Partnership (TTIP) atau Kemitraan Transaltlantic Perdagangan dan Investasi.

AS menyatakan ingin membuat perjanjian perdagangan bebas dengan speksifikasi yang lebih tinggi, dan tingkat yang lebih tinggi. Tapi ini hanyalah alasan saja, karena ketika para perancang strategi AS bersaksi kepada Kongres ternyata mereka meyakinkan pemerintah AS dan anggota Kongres, ini sebenarnya adalah masalah geopolitik, dan untuk tujuan tingkat yang lebih besar, hal itu dilakukan untuk mencegah dan membendung kebangkitan Tiongkok, dan mencegahkan Tiongkok menikmati terlalu banyak manfaat dalam sistem perdagangan dunia.

Obama pernah mengatakan, tanpa diragukan bahwa tujuan dari TPP adalah untuk tidak membiarkan negara-negara seperti Tiongkok untuk menentukan masa depan peraturan ekonomi global dan perdagangan global. Dia mengatakan ini secara terbuka.

Juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok mengatakan bahwa Tiongkok terbuka untuk TPP, dan senang melihat itu akan di-implementasikan. Ini terlihat sekali suatu bentuk kontras atas ke-egoisan AS.

Pada 22 September 2016, Direktur Pelaksana (Managing Director) IMF Christine Lagarde mengatakan bahwa IMF mungkin sekali lagi memotong prospek pertumbuhan ekonomi global untuk 2016, karena permintaan saat ini lemah, perdagangan dan investasi berhenti berkembang, dan pertumbuhan semakin tidak seimbang, yang menyebabkan prospek ekonomi terlihat suram.

Tekanan dari penurunan ekonomi telah dirasakan oleh semua orang di dunia, baik negara maju dan negara berkembang. Alasannya karena drive asli dari revolusi industri dan dari beberapa putaran terakhir dari perkembangan ekonomi global tidak lagi mencukupi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun