Karena dari itu, meletuslah P.D. II, maka mulailah benacana yang belumnya tidak pernah terlihat dalam sejarah manusia. AS secara aktif mengambil bagian dalam perang dan memimpin perang melawan fasisme, dan muncul sebegai pemenang dan menjadi pemenang politik dan ekonomi terbesar.
Jadi ketika ekonomi menjadi suram, mereka menyalahkan orang lain, mengatakan bahwa orang lain mengambil pekerjaaan mereka, sehingga mereka mulai mempertimbangkan menduduki negara-negara lain dan mencuri sumber daya negara-negara lain dengans senjata. Dan P.D. II pecah. Ini jelas sebuah tragedi yang serius tidak adil, metode yang tidak manusiawi oleh negara-negara kuat yang mengambil keuntungan dari negara-negara yang lemah dan mengambil sumber daya mereka.
Untuk menanggapi krisis keuangan pada tahun 2008, AS meloloskan rencana bantuan darurat 700 milyar USD dan rencana untuk menanamkan 250 milyar USD infus kepada bank, tapi ini hanya seperti setetes air yang dituangkan ke lautan--selama 20 trilyun USD kerugian di perumahan dan pasar saham AS.
Pada bulan Oktober 2008, media Prancis mengungkapkan bahwa think-tank AS, RAND Corporation mengatakan dalam sebuah laporan evaluasi yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan yang menggunakan 700 milyar USD untuk menyelematkan pasar mungkin tidak se-efektif menggunakan 700 milyar USD untuk makan siang dan mulai perang.
Pada bulan Maret tahun ini, situs keuangan AS mengungkapkan bahwa Menteri Keuangan Jepang Taro Aso mengatakan ketika membahas bagaimana menghindari deflasi bahwa situasi Jepang menemukan dirinya ini hari sangat mirip dengan ekonomi AS selama rezim Presiden Roosevelt sebelum P.D. II. AS hanya terhindar dari deflasi dengan P.D. II. Dia mengatakan bahwa saat ini, Jepang perlu menemukan titik percikan serupa untuk menghindari deflasi. Ketika Taro Aso mengatakan ini, PM Shinzo abe juga hadir.
Beberapa pakar Tiongkok mengusulkan, “Kita mungkin harus menghindari tragedi yang terjadi di abad ke-20 sebaik mungkin. Kita percaya kersajasama yang dapat saling meguntungkan. Kita benar-benar percaya dalam kerjasama mungkin tidak sebagus pihak lain sejauh teknik berjalan, tapi ketika kita belajar dari mereka, kita bisa mendapat ide lain.”
Kebijakan Keuangan Negara Maju Yang Mau Menang Sendiri
Mulai tahun 2009, Jepang dan Uni Eropa masing-masing meluncurkan dengan skala besar kebijakan pelonggaran kuantitatif keuangan. Akhir-akhir ini, Gubernur Bank Jepang Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa ia tidak akan ragu untuk menambah pelonggaran kuantitatif.
Di Eropa, Bank of England, bank sentral Inggris, dan bank lainnya di Eropa, dan Bank of Japan semua menggunakan suku bunga negatif. Dengan kata lain, mereka tidak mungkin menggunakan metode lain. Bank Sentral AS Federal Reserve-AS telah melaksanakan tiga putaran pelonggaran kauntitiatif. Dan itu masih ditambah dengan kebijakan suku bunga 0,25, yang pada dasarnya 0. Dalam situatsi semacam ini, kebijakan moneter sebenarnya tidak memiliki banyak ruang untuk digunakan.
Semua orang mendevaluasikan mata uang mereka dan menggeser krisis, ini telah menyebabkan perdagangan global terhenti pertumbuhannya, dan harga pokok komoditas jatuh. Hal ini juga telah menyebabkan beberapa negara berkembang masuk dalam penurunan ekonomi atau bahkan menjadi krisis parah.
Yang membuat keadaan lebih buruk lagi, beberapa negara telah menciptakan benteng perdagangan dengan kebijakan “beggar-thy-neighbor”* demikian menurut para analis.