Tapi, Tiongkok dan Filipina tidak memiliki kesepakatan tersebut, dan karena itu, Filipina hanya bisa menyerahkan sengketa LTS ini ke tribunal sementara yang dibentuk berdasar Annex 7 dari “UNCLOS.”
Sehingga timbul pertanyaan dari banyak pihak terutama dari Tiongkok, mengapa bagi yang biasa disebut ahli khususnya AS dan media Barat terus berempati atas putusan yang dibuat oleh pengadilan internasional di Den Haag ini? Yang dianggap mencoba menyamarkannya, dengan mencapurkannya dengan PCA yang bergengsi disana, sehingga membuat orang berpikir kasus Filipina seolah-olah diperintah oleh PCA, sehingga jika Tiongkok menyatakan tidak menerima, itu akan terjadi penekanan dari masyarakat umum.
Otoritatif hukum internasional memiliki prosedur yang sangat ketat. Berdasarkan peraturan internasional dan praktik hukum internasional, hakim ITLOS dan ICJ harus mengikuti prosedur dengan meminta setiap hakim memberikan suara.
Pilihan hakim dan arbitor harus mewakili wilayah seluruh dunia sekomprehensif mungkin. Itulah sebabnya ICJ terdiri dari 15 hakim dari semua benua besar, dan ITLOS memiliki sebanyak 21 hakim.
Jika melihat kembali pada tribunal LTS, presiden arbitor dan arbitor lainnya diangkat dan berkonsulatsi dengan, dan terdiri dari lima angggota. Berdasarkan Annex 8 dari “UNCLOS” vonis bisa dibuat setelah setengah suara dari arbitor---suara hanya dari tiga orang.
Analis percaya bahwa mengambil keputusan untuk kepentingan maritim penting, dan kepentingan nasional hanya kepada tangan paling banyak hanya lima orang, dan setidak hanya tiga orang, jelas ini akan runyam dan tidak dapat diterima.
Selain itu pengamat melihat, ada hal-hal aneh terjadi, dan kekurangan berulang kali muncul dalam proses penbentukan tribunal smentara ini. Tribunal terdiri dari empat ahli hukum Eropa, dan juga Thomas A Mensh (dari Ghana) yang sudah lama tinggal di Eropa.
Sehingga Liu Zhenmin, wakil Menlu Tiongkok dengan lantang mempertanyakan: Apakah mereka memahami Asia? Apakah mereka memahami budaya Asia? Apakah mereka memahami isu-isu LTS? Apakah mereka memahami geopolitik yang komplek di Asia? Apakah mereka memahami sejarah LTS? Jadi bagaimana mungkin mereka memberikan putusan yang adil?
Tapi selain itu, masih banyak masalah untuk lima ahli hukum pada daftar tersebut ini sendiri. Pertama bisa dilihat Shunji Yanai yang menunjuk mayoritas dari para ahli hukim ini.