Pada 9 Mei 2016 lalu, mengindikasikan tidak ortodok, ia mengatakan akan mencari pembicaraan multilateral untuk menyelesaikan sengketa di Laut Tiongkok Selatan. Hal ini pasti tidak akan di diterima oleh Tiongkok.
Tapi menurut tabloid “Global Times” mengatakan bahwa Beijing tidak akan cukup naif untuk percaya bahwa presiden baru akan membawa solusi untuk sengketa Laut Tiongkok Selatan. “Hanya waktu yang akan memberitahu pemimpin baru, baik itu Duarte atau tidak, akan pergi ke arah memulihkan hubungan bilateral.”
Seperti diketahui tindakan AS dalam menghasut dalam konflik ini, jelas tidak bermanfaat bagi resolusi sengketa.
Tapi menurut pengamatan, semakin banyak negara telah secara bertahap memahami sifat dasar dari ekskalasi masalah Luat Tionkok Selatan, dan semua pihak berusaha membentuk kesamaan untuk menuju penyelesaikan perbedaan.
Tidak lama setelah Menhan AS Carter menaiki kapal induk dan berlayar melalui perairan Luat Tiongkok Selatan yang dipersengketakan, pada 18 April 2016 lalu. Menlu Rusia, Sergey Lavrov, dan Menlu India Sushma Swarajmet pada Pertemuan tahunan para Menlu yang ke-14 antara Tiongkok-Rusia –India merilis “Komunike Bersama” setelah pertemuan tersebut.
Sikap Rusia Terhadap Masalah Laut Tiongkok Selatan
Tiongkok, Rusia, India berjanji akan menjaga tantanan hukum maritim berdasarkan hukum internasional, dan menyata mereka percaya semua perselisihan terkait harus diselesaikan oleh pihak-pihak yang terlibat melalui negosiasi dan konsultasi.
Ada pengamat yang melihat dengan tiga Menlu negara utama ini bertemu, dengan Rusia dan India secara terbuka menyatakan mereka mendukung Tiongkok dalam masalah Laut Tiongkok Selatan, ini menggambarkan bagaimana opini publik internasional tidak memnyembunyikan kebenaran dari publik umum, tidak seperti AS dan Barat. Karena dalam kenyataan negara-negara ini semua independen dan memiliki pendapat sendiri.
Pada 29 April 2016, Lavrov sekali lagi dengan jelas menyatakan Rusia akan langsung terlibat dan mendukung dalam penyelesaian damai kedaulatan dan sengketa maritim melalui konsultasi dan negosiasi, dan menentang internasionalisasi masalah Laut Tiongkok Selatan.
Menurut analis sikap sangat jelas Rusia ini berdasarkan dengan dua alasan penting. Salah satu alasan, Rusia percaya bahwa provokasi AS di Laut Tiongkok Selatan tidak menguntungkan perdamaian dan stabilitas di Laut Tiobngkok Selatan dan daerah sekitarnya, dan bahkan kawasan Asia-Pasifik itu sendiri. Karena Rusia memiliki kekhawatiran besar terhadap AS atas “Menyeimbangkan Kembali” Asia-Pasifik, terutama AS yang menggunakan krisis Semenanjung Korea dijadikan alasan untuk mengelar Sistem Pertahanan Udara THAAD.
Rusai juga percaya dengan penggelaran Sistem THAAD akan merusak keamanan strategis Rusia dan daerah sekitarnya.