Tempo.Co, Jakarta pada 18 Mei 2016, memberitakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmanto menyiapkan berbagai cara mengantisipasi kemungkinan terburuk akibat ketegangan di wilayah Laut Tiongkok Selatan.
Dalam menanggapi konflik Laut Tiongkok Selatan, Gatot menekankan TNI berpedoman pada kebijakan politik luar negeri pemerintah Indonesia. “Pemerintah R.I. sudah menghimbau agar semua negara mewujudkan situasi aman di Laut Tiongkok Selatan dan tidak memicu instabilitas karena itu urat nadi ekonomi dunia.”
Memang jika dilihat dari situasi sejak April 2016, telah terjadi serangkaian perkembangan positif berkenaan dengan isu tentang persengketaan di Laut Tiongkok Selatan ini. Rusia, India dan Tiongkok, demikian juga dengan Brunei, Laos, dan Kamboja telah mencapai konsensus dengan Tiongkok untuk isu Laut Tiongkok Selatan, dan sepakat untuk semua sengketa yang terkait harus diselesaikan melalui negosiasi dan konsultasi bagi negara yang terlibat.
Tampaknya makin banyak negara-negara yang memilih untuk bersikap lebih mengedepan konsultasi dan negosiasi untuk issue Laut Tiongkok Selatan, apa pertimbangan mereka dibalik ini? Marilah kita coba bahas bersama.
Pada 28 April 2016, Kemenlu Sudan membuat pernyataan resmi tentang Laut Tiongkok Selatan, yang menyerukan negara-negara yang terlibat untuk mematuhi “Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan” (“Declaration the Conduct of the Parties in the South China Sea” ) dan menyelesaian dengan damai sengketa teritorial dan maritim melalui konsultasi dan negosiasi ramah dan damai.
Sudan bukan satu-satunya negara yang secara terbuka mengambil sikap mendukung sikap Tiongkok untuk isu-isu Laut Tiongkok Selatan.
Indonesia juga bersikap sama, Menko Polhukam Luhut B. Pandjaitan dalam Ecovention Ecopark, Ancol, Jakarta (12/11/2015 Liputan6.com, Jakarta): “ Sikap kita jelas, tidak berpihak ke mana-mana. Jangan gelar latihan di situ.”
Luhut menegaskan, dari awal sikap Indonesia tidak berpihak ke nagara manapun yang berkonflik di Laut Tiongkok Selatan, ketimbang harus angkat senjata lebih baik konflik di sana diselesaikan dengan cara-cara diplomasi.
Indonesia-China sepakat menandatangani kesepakatan Kemitraan Strategis pada 25 April 2005, yang kemudian ditingkatkan menjadi Kemitraan Strategis Komprehensif pada Oktober 2013. Sejak itu hubungan politik, pertahanan, keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya kedua negara terus meningkat.
Makin eratnya hubungan Indonesia-Tiongkok juga ditunjukkan kedua pihak pada forum internasional, semisal dalam penetapan Declaration of Conduct of Parties in The South China Sea (DoC) pada 2002, termasuk dalam "Guidelines for The Implementation of DoC" pada 2011.
Pada 18 April 2106, Menlu Tiongkok Wang Yi melakukan kunjungan ke Moskow untuk menghadiri Pertemuan Menteri Luar Negeri yang ke-14. Antara Rusia-Tiongkok-India.