Pagi itu kami habiskan tenaga kami mencari kayu, sehingganya banyak dari kami yang kewalahan. Aku berbaring dalam ketenangan malam, hanya suara jarum jam yang mengisi kensunyian malam.Sesekali terdengar lantunan Nadzom ‘Imrithy, Alfiyah, bahkan Aqidatul Awam.Sampai akhirnya Fiqi datang dengan tergesah – gesah.
“ Den ! .... Deni !.... Alvin ada disini ?”
Seoran khaddam kiyai itu menanyakan keberadaan adikku.
“Ada dia masih tidur, baru saja!” jawabku denagn nada memastikan.
“Ada apa ki?” Aku balik bertanya karena rasa penasaran yang menyelimuti fikiranku.
“Tidak , hanya butuh sama Alvin,soalnya dari tadi pagi dia dicari kiyai .” pria itu masih tetap dengan nada terburu – buru.Seakan menanpakkan kepanikannya.Kebetulan dari tadi adikku juga ikut mencari kayu bersamaku, sehingganya rasa kantuk dan lelah membuatnya terlelap dalam mimpinya.
“Vin ..vin... vin ...Alvin bangun vin “ khaddam itu menarik tangan adikku sehingganya dia tebangun dari tidurnya.
“ Napa ki..? , saya masih ngantuk !” Ucap adikku yang masih tidak bisa lepas dengan rayuan kantuk yang seakan menggantungi kelopak matanya. Sang khaddam mengabil HP VIVO Y12 nya dari selah – selah lipatan sarungnya, sebelum akhirnya mencoba menelfon Kiyai
“Assalamualaikum !” santri berkopyah putih itu mengawali pembicaraannya, lewat telepon yang ia speaker dengan volume keras.
“Apa Cong ...?” Suara dari seberang lantas bertanya yang tidak lain beliau adalah Murobby Ruhina. K.H.Abdul Qodir Syam.
“Engghi ka’dinto Alvin sareng abdhina “Sang khaddam itu menepis pertanyaan beliau dengan penuh ta’dzimnya terhadap seorang guru.Sembari menyerahkan telepon yang tadi ia genggam kepada adikku Alvin dengan wajah kaget.