Mohon tunggu...
Nurmadani
Nurmadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Santri Aktif Pondok Pesantren Darul Falah , Mahasiswa STIS Darul Falah Bondowoso𝗦𝗮𝗻𝘁𝗿𝗶 𝗔𝗸𝘁𝗶𝗳 𝗣𝗼𝗻𝗱𝗼𝗸 𝗣𝗲𝘀𝗮𝗻𝘁𝗿𝗲𝗻 𝗗𝗮𝗿𝘂𝗹 𝗙𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗕𝗼𝗻𝗱𝗼𝘄𝗼𝘀𝗼 , 𝗠𝗮𝗵𝗮𝘀𝗶𝘀𝘄𝗮 𝗦𝗧𝗜𝗦 𝗗𝗮𝗿𝘂𝗹 𝗙𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗕𝗼𝗻𝗱𝗼𝘄𝗼𝘀𝗼

Lebih senang menulis dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Pengabdian

20 Januari 2024   22:57 Diperbarui: 10 Juni 2024   22:56 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*****______________*****

Di depan rumah besar bercat hijau daun dan gerbang yang terbuka lebar seakan siap menyambut akan kehadiran kami berdua.Kami mulai memasuki dan tidak lupa mengucapkan salam pada pemilik rumah berbentuk L besar itu. Aku masih tertunduk dan tidak lepas daari bibir mungilku lantunan Sholawat Nariyah yang tidak hentinya aku baca sejak awal aku berjalan.

Tidak kemudian sang pemilik rumah itu menampakkan ujung hidungnya, dan mempersilahkan kami berdua masuk.

“Dari K.H. Abdul Qodir ...?” Sang pemilik rumah bertnya, dan tanpa komando kami berdua mengangguk memastika pertanayaan beliau.

Adikku melangkah lebih awal dariku memasuki ruang tamu yang berukuran cukup besar itu, sedang aku membuntutinya di belakangnya.Sesekali ku daratkan pandangan di sekeliling ruangan bercat hijau daun itu. Di sebelah barat tertata rapi meja da kursi tamu yang siap menjamu, lemari kaca dengan kombinasi kayu di setiap pinggirnya dengan  warna khas plitur yang elegan, dan beberapa foto terpasang rapi berdampingan. Salah atu diantarnya aku mengenalinya, nampak dari wajahnya bersinar menunjukkan kewibawaannya, dan bibir yang sedikit menyungging ditampakkannya membuat orang yang melihatnya terluluh hatinya seakan sirna rasa duka dan hampa. Ya... beliau adalah panutanku sosok yang mendidik rohaniku sejak aku menimbah ilmu agam di pesantren “K.H.Abdul Qodir Syam.”

Dikursi sebelah timur sudah hampir dipenuhi beberapa tamu kades yang lebih awal dari kami berdua.Sehingga hanya tersisa 2 ( dua ) kursi yang hanya cukup untuk kami berdua duduki. Tak lupa aku salim kepada sang pemilik rumah dan beberapa tamu duduk di kursi melingkar itu secara bergantian, begitupun adikku Alvin meniru ritual indah itu.Sebelum akhirnya kami di persilahkan duduk oleh sang pemilik rumah.

Malam semakin larut, kantukku mulai menyerang kelopak mataku. Awalnya aku tidak menyukai kopi, terpaksa aku seruput sebagai bentuk penghormatan tehadap sang pemilik rumah, juga untuk mengusir rasa kantuk yang kian menit kian menggebu.

”Sampeyan masih ada acara pak haji..?” Salah seorang pria berkopyah hitam bertuliskan lambang NU yang di bordir dengan benang berwarna gold itu angkat bicara.

“Iya ... ada setelah ini ke salah satu dusun “ Ujar pria paruh baya yang disebut pak haji itu dengan simpel.Sedang aku tertunduk hanyut mengitari bayang – bayang yang terlintas di  benakku. “Sebenarnya mau diapakan aku “ guman hatiku yang masih di timbun rasa heran.

Tak lama aku dibawa ke suatu ruagan yang hanya ada aku, pak kades dan satu orang yang tidak aku kenali. Aku duduk di paling kanan pak kades dan satunya duduk bersebelahan di samping kiriku. Syahdan pak kades meminta agar menyaton atau neptu dalam ilmu falaknya.Lelaki yang tak kukenal itu dengan santainya berkata “ iya” seakan ia sudah profesional dan berpengalaman dengan hal – hal yang semacam itu, aku hanya bisa menyimak percakapan mereka berdua.

“ Siapa namamu nak ..? “ Tanya pak tua dengan tatapan menerawang jauh terhadapku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun