*****______________*****
Di depan rumah besar bercat hijau daun dan gerbang yang terbuka lebar seakan siap menyambut akan kehadiran kami berdua.Kami mulai memasuki dan tidak lupa mengucapkan salam pada pemilik rumah berbentuk L besar itu. Aku masih tertunduk dan tidak lepas daari bibir mungilku lantunan Sholawat Nariyah yang tidak hentinya aku baca sejak awal aku berjalan.
Tidak kemudian sang pemilik rumah itu menampakkan ujung hidungnya, dan mempersilahkan kami berdua masuk.
“Dari K.H. Abdul Qodir ...?” Sang pemilik rumah bertnya, dan tanpa komando kami berdua mengangguk memastika pertanayaan beliau.
Adikku melangkah lebih awal dariku memasuki ruang tamu yang berukuran cukup besar itu, sedang aku membuntutinya di belakangnya.Sesekali ku daratkan pandangan di sekeliling ruangan bercat hijau daun itu. Di sebelah barat tertata rapi meja da kursi tamu yang siap menjamu, lemari kaca dengan kombinasi kayu di setiap pinggirnya dengan warna khas plitur yang elegan, dan beberapa foto terpasang rapi berdampingan. Salah atu diantarnya aku mengenalinya, nampak dari wajahnya bersinar menunjukkan kewibawaannya, dan bibir yang sedikit menyungging ditampakkannya membuat orang yang melihatnya terluluh hatinya seakan sirna rasa duka dan hampa. Ya... beliau adalah panutanku sosok yang mendidik rohaniku sejak aku menimbah ilmu agam di pesantren “K.H.Abdul Qodir Syam.”
Dikursi sebelah timur sudah hampir dipenuhi beberapa tamu kades yang lebih awal dari kami berdua.Sehingga hanya tersisa 2 ( dua ) kursi yang hanya cukup untuk kami berdua duduki. Tak lupa aku salim kepada sang pemilik rumah dan beberapa tamu duduk di kursi melingkar itu secara bergantian, begitupun adikku Alvin meniru ritual indah itu.Sebelum akhirnya kami di persilahkan duduk oleh sang pemilik rumah.
Malam semakin larut, kantukku mulai menyerang kelopak mataku. Awalnya aku tidak menyukai kopi, terpaksa aku seruput sebagai bentuk penghormatan tehadap sang pemilik rumah, juga untuk mengusir rasa kantuk yang kian menit kian menggebu.
”Sampeyan masih ada acara pak haji..?” Salah seorang pria berkopyah hitam bertuliskan lambang NU yang di bordir dengan benang berwarna gold itu angkat bicara.
“Iya ... ada setelah ini ke salah satu dusun “ Ujar pria paruh baya yang disebut pak haji itu dengan simpel.Sedang aku tertunduk hanyut mengitari bayang – bayang yang terlintas di benakku. “Sebenarnya mau diapakan aku “ guman hatiku yang masih di timbun rasa heran.
Tak lama aku dibawa ke suatu ruagan yang hanya ada aku, pak kades dan satu orang yang tidak aku kenali. Aku duduk di paling kanan pak kades dan satunya duduk bersebelahan di samping kiriku. Syahdan pak kades meminta agar menyaton atau neptu dalam ilmu falaknya.Lelaki yang tak kukenal itu dengan santainya berkata “ iya” seakan ia sudah profesional dan berpengalaman dengan hal – hal yang semacam itu, aku hanya bisa menyimak percakapan mereka berdua.
“ Siapa namamu nak ..? “ Tanya pak tua dengan tatapan menerawang jauh terhadapku.