Tepat di depan rumah yang kami tuju,namun aku masih tidak tahu apa nama desa tersebut.Pak kades dengan sigap mematikan motor yang kami tunggangi tadi.Pak Kades terlihat sudah saling mengenal dengan sang pemilik rumah, dengan ramah kami saling bersalam – salaman yang sewajarnya dialakukan ketika bertamu. Aku dududk di kursi yang menghadap selatan, sedang pak kades duduk berdampingan dengan sang pemilik rumah. Panjang kali lebar pecakapan mereka berdua dilakukan dengan sanat santai akan tetapi juga serius. Aku masih tertunduk,entah kenapa leherku mampu tidak terasa sakit ataupun pegal.
Nampak seorang wanita menyodorkan segelas kopi hangat kepadaku, disisi lain kepalaku teraa sangat berat untuk di angkat, sampai akhir dengan tekat bulat dengan Bismillah aku melihat sosok wanita yang tadinya memberi aku kopi hangat. Aku masih tidak tahu jelas seperti apa wajah dari wanita itu, sebab yang aku ingat dari perkataan pak kades tadi untuk melihatnya bukan kemudian menatapnya.
“Anak saya yang itu ...” sang pemilik rumah berkata padaku,” Soal keputusan saya pasrah pada ank saya “ Imbuh sang pemilik rumah menegaskan kembali.Sedang hanya seperti biasanya mengatakan kata “Engghi “ karena tidak ada kata lain yang bisa aku ucapkan selain kata itu.
Tak ku sangka diumurku yang masih belia ini sudah mengalami suatu perjodohan, meski pada kenyataannya aku tidak tahu apa arti di balik semua itu. Aku hanya mengetahui sekilas dari pak kades bahwa semua tindakan kiyai terhadapku adalah sebuah perjuangan syiar beliau untuk memperluas ajaran Ahlus Sunnah Wal – Jama’ah an Nahdliyah melalui perjodohan diriku dengan wanita yang tak ku kenali.
Wallahu A’lam..............
*****_____________*****
*KOSA KATA