Mohon tunggu...
Nurmadani
Nurmadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Santri Aktif Pondok Pesantren Darul Falah , Mahasiswa STIS Darul Falah Bondowoso𝗦𝗮𝗻𝘁𝗿𝗶 𝗔𝗸𝘁𝗶𝗳 𝗣𝗼𝗻𝗱𝗼𝗸 𝗣𝗲𝘀𝗮𝗻𝘁𝗿𝗲𝗻 𝗗𝗮𝗿𝘂𝗹 𝗙𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗕𝗼𝗻𝗱𝗼𝘄𝗼𝘀𝗼 , 𝗠𝗮𝗵𝗮𝘀𝗶𝘀𝘄𝗮 𝗦𝗧𝗜𝗦 𝗗𝗮𝗿𝘂𝗹 𝗙𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗕𝗼𝗻𝗱𝗼𝘄𝗼𝘀𝗼

Lebih senang menulis dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Pengabdian

20 Januari 2024   22:57 Diperbarui: 10 Juni 2024   22:56 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Deni...., Deni Prayoga..! “ Ucapku lirih, bukan hanya itu dia menanyakan tanggal lahirku lengkap dengan hari dimana aku dilahirkan kebumi.

“Mantap ini sudah ..!” Ucap pak tua itu seraya menyodorkan kertas hasil ramalan sesaatnya. Aku masih tertunduk bukan berarti aku tak mampu mendongak, seabab aku masih diarungi rasa penasaran yang makin menggunung.Aku masih tidak mengetahui siapa wanita yang akan dijodohkan dengan ku  itu, namanya belum pernah aku temui dalam mimpi ku, dan alamat tetapnyapun sangat asing aku dengar,yang aku tahu hanya satu dia adalah seorang wanita.

Hemmmz ......

Deru nafasku terasa dalam tak menentu, sejauh ini masih tak ada jawaban tentang rasa penasaran ini. Aku kembali pada tempat duduk ku yang semula. Malam semakin larut jam sudah menunjukkan pukul 21:30 

Pak Kades memberi isyarat kepadaku sembari berkata “Gimana cong .! mau berangkat ?” Aku mengagguk dengan antusias disertai dengan kata simpel “Engghi” hanya kata itu yang bisa keluar waktu itu, sebab itu semua merupakan perintah dari sang guru dan mentaatinya merupakan nilai ibadah bagiku.

*****____________*****

Aku dan pak kades berjalan menuju gerbang, sedang adikku dititipkan dirumah sebelah selatan rumah pak Kades itu.

Aku bonjeng di belakang pak Kades, sedang beliau yang menjadi sopir .

“Zreng......!”  bunyi merdu suara knalpot itu terdengar dari motor sejenis Mio J produksi YAMAHA menandakan perjalanan akan segera dimulai.

Desir angin menyentuh tubuhku, perlahan ku itari pandangan yang hanya mendapati kegelapan dan pernak – pernik sorot lampu terlihat dari kejauhan. Beberapa tebing menjulang tinggi saling berdampingan mengiringi perjalanan kami. Jalan yang kami lewati masih terlihat benyek karena bekas hujan yang mengguyur desa itu tadi pagi.

Dalam perjalanan tersebut pak kades berpesan kepadaku “ Nanti kalo ada yang memberi hidangan kopi kamu lihat ya..!” Aku hanya tetap dengan sikap sebelumnya tidak merubah kata “Engghi “ karena itu adalah ciri khas seorang santri apabila ada sebuah perintah dari seorang kiyai ataupun yang mewakilinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun