"Pokoknya jangan terlibat lagi sama kantor itu, dan apapun yang ada di sana." Mama masih menjaga intonasinya agar tetap tenang.
"Karena Ilona?" Tiba-tiba saja nama itu meluncur dari benak dan bibir Atha. Sekonyong-konyong tamparan keras mendarat di pipinya.
"JANGAN PERNAH SEBUT NAMA ITU LAGI!"
Atha tercengang. Belum mengerti situasi yang sebenarnya.
"Setelah bertahun-tahun, Mama melupakan semuanya... Memulai hidup yang baru. Tapi kamu, KAMU! Kenapa menyinggung dia lagi?!"
Mama melempar barang-barang di dekatnya ke arah Atha. Pecahan cangkir teh mengenai pelipis pemuda tersebut. Wanita tua itu berangasan layaknya orang kerasukan.
"Memulai hidup yang baru?" Atha mulai menangkap maksud Mama, ia menggeleng keras. Enggak mungkin.
"Bapak mencampakkan Mama karena anak haram itu lahir! Mana bisa Mama memaafkannya? Dia pantas mendapatkan itu semua!"
Atha menatap Mama tidak percaya. "Bagaimana bisa Mama berpikir begitu?"
Wanita itu tertawa getir. "Sungguh memuakkan, mendengar namanya disebut lagi setelah tahun-tahun yang sulit kulalui sendiri..."
"Mama bisa saja memulai hidup baru sewaktu-waktu, seperti yang Mama bilang barusan. Tapi Ilona?" Atha terguncang, intonasinya meninggi. "Hidup sudah berakhir bagi dia. Enggak ada artinya lagi."