"Larut sekali pulangnya, Nak." Sesosok wanita menyambut kedatangan Atha. Usia senja tidak menyurutkan kecantikan rupanya di masa muda.
"Iya, Ma. Langsung dikasih tugas liputan. Seharian persiapan untuk besok."
"Jangan terlalu rajin, nanti cepat keriput kayak Mama, lho." Mama menahan tawa. "Minum dulu tehnya." Atha menurut.
Mama duduk di seberang meja makan, mengamati anak lelaki satu-satunya itu dengan saksama. Kemudian tersenyum hangat. "Kamu ini kucel aja ganteng tapi, kok, belum punya pacar satupun."
Atha tidak mengindahkan pertanyaan retoris Mama. "Bumbu nasi gorengnya di tas."
Mama menggeleng heran, beranjak menuju tas Atha.
Seketika ia terpaku.
"Kamu dapat ini dari mana?" tanya Mama, suaranya bergetar.
"Aku beli di tempat biasa." Atha menoleh. Mama tengah menggenggam Bebi. "Oh, itu. Dari gudang di kantor."
"Enggak beres kantormu itu. Mama, 'kan, udah bilang enggak usah melamar di sana." Raut wajah Mama menegang.
"Kenapa, memang?"