Dering ponsel memekik nyaring. Atha tersentak, seolah nyawanya nyaris melesat ke surga saat itu juga. "Halo?"
"Athaya, ini saya. Untuk headline tolong dikonsep materinya tentang kriminalitas. Nanti bisa diolah dari hasil wawancara Bu Sena, atau kalau kesulitan dari dokumen-dokumen di Pusdalitbang juga boleh."
"Baik, Pak Deni." Atha menyahut cepat. "Ruang Pusdalitbang di mana, ya?"
"Lantai lima. Nanti minta tolong Mbak Irma saja untuk carikan dokumen sekitar tiga puluhan tahun yang lalu berkaitan dengan kriminalitas. Kalau tidak salah, ya. Tiga puluhan tahun yang lalu."
"Siap, Pak," jawab Atha tanggap. Pak Deni mengucap terima kasih setelahnya.
Atha melangkah menuju lift. Dua lantai ke atas dan sampailah ia di Pusdalitbang. "Pusat Data Penelitian dan Pengembangan...," gumamnya, sebelum kemudian mendorong pintu ruangan tersebut. "Dikunci."
Tentu saja. Ini, 'kan, sudah lewat jam pulang. Ia membatin. "Lanjut besok, deh." Lantas memutuskan kembali ke ruang redaksi.
Atha pun duduk di depan komputer, bersiap menutup beberapa laman. Mendadak jari jemarinya terhenti kala menatap notepad. Matanya mengerjap untuk memastikan pandangannya tidak keliru.
Tolong aku.
Atha mendesah pelan.
"Not again..."