Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cetik Badung

4 April 2020   17:02 Diperbarui: 4 April 2020   17:06 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lama-lama aku jadi gila. Banyak sekali pasien PDP Korona dalam sepekan ini. Aku hampir tidak bisa beristirahat."

"Bersabarlah Ayu, itu sudah menjadi tanggungjawab kita sebagai garda terdepan penanganan Korona. Setelah semua ini berlalu, engkau pasti bisa beristirahat dengan tenang."

"Sabar katamu? Seharusnya mereka menggaji kita lebih. Gaji kita sekarang tidak sepadan dengan resiko pekerjaan yang akan kita hadapi. Kalian tahu sendiri kan apa akibatnya jika terkena paparan virus itu?" ucap Anak Agung Ayu Maharani kesal. Tidak ada seorangpun yang menjawab pertanyaan itu. Mereka hanya bisa menarik napas melihat sikap keras kepala Anak Agung Ayu Maharani.

Dari kejauhan Ni Luh hanya bisa diam membisu. Menatap Anak Agung Ayu Maharani dengan tatapan penuh dendam.

"Kali ini kau akan menutup mulutmu. Selamanya." ucap Ni Luh dalam hati.

Di ruang kerjanya, Ni Luh bergegas mengepel lantai kamar mayat dengan desinfektan. Sebelum ia pulang, ia ingin membereskan ruangan itu agar steril kembali. Ia hanya sendiri. I Putu Arsa tidak nampak disana. Setelah ia mengambil seember air, ia mulai menyemprotkan cairan desinfektan ke lantai dan mengepelnya dengan kain basah. Kamar Mayat itu kini menjadi harum desinfektan. Setidaknya tidak pengap seperti sebelumnya.

Keanehan terjadi, Ni Luh mencium aroma tidak sedap saat mengepel lantai yang ada dibawah lemari bernomor 7. Ia berusaha mencari sumber aroma itu, tapi sayang tidak berhasil. Satu jam kemudian tibalah waktu pulang. Ni Luh mengemasi barang-barangnya. Mengganti seragam kerjanya dengan pakaian biasa. Sore ini ia tidak bergegas pulang ke rumah. Ada seseorang yang harus ia temui.

***

Seminggu kemudian,

RSUP Sanglah mendadak ramai. Dalam dua minggu sejak rumah sakit itu menerima PDP Korona pertama kali, jumlah pasien PDP Korona makin membengkak. Seluruh dokter dan perawat dikerahkan untuk menangani para pasien.

"Ni Luh, kepala perawat menyuruhmu untuk menangani pasien PDP. Ia menunggumu di ruangannya." ucap I Putu Arsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun