"Baik, aku akan segera kesana sekarang."
Ni Luh ditempatkan di tenda yang ada di halaman RSUP Sanglah. Setelah ia mengenakan hazmat, ia segera bergabung bersama perawat lain. Tugasnya adalah menerima kedatangan pasien PDP Korona. Mencatat identitasnya dan melaporkan kondisi tubuh pasien kepada dokter yang sedang bertugas.
Siang itu sangat panas. Dalam balutan hazmat, peluh Ni Luh bercucuran makin deras. Saat ia memeriksa kondisi pasien PDP Korona, tiba-tiba pundaknya ditepuk oleh seseorang.
"Hai janda penggoda, ikut juga kau. Apakah stok mayat milikmu sudah habis?" ucap Anak Agung Ayu Maharani sinis. Ni Luh diam tidak membalas. Ia kembali meneruskan pekerjaannya.
Satu jam berlalu. Setelah ia menyelesaikan tugasnya dan membersihkan diri sesuai prosedur kesehatan, ia kembali ke ruang kerjanya. Ke kamar mayat. Ia terduduk diam di mejanya. Sesuatu memenuhi pikirannya. Ia teringat pesan Balian Badung itu.
"Carilah air mayat. Air yang keluar dari organ tubuh mayat yang membusuk. Campurkan air mayat itu dengan segelas air putih. Minumkan kepada calon korban yang kau incar. Lalu tunggulah 3 hari. Ia akan mati tepat di hari ketiga dengan mata memerah. Merah semerah darah."
Ucapan wanita balian itu terngiang jelas di kepalanya. Ni Luh membuka ponselnya. Membuka note miliknya. Membaca dua baris kalimat yang ia tahu benar cara melafalkannya. Kalimat berisi mantra Cetik Badung. Dengan tekad bulat, Ni Luh berniat untuk menjalankan aksinya. Melenyapkan Anak Agung Ayu Maharani.
Ni Luh memutar otaknya. Berusaha memikirkan cara untuk mendapatkan air mayat yang dimaksudkan si Balian. Tapi sayangnya otak Ni Luh tidak mampu diajak bekerjasama. Ia menyerah.
Seperti biasanya, sebelum pulang Ni Luh selalu mengepel lantai kamar mayat menggunakan desinfektan. Mulai dari pintu masuk, area tengah hingga seluruh ruangan. Namun kali ini Ni Luh merasa ingin muntah. Aroma tidak sedap menguar dari dalam. Saat ia mengepel lantai yang berada dibawah lemari bernomor 7, Ni Luh tidak sanggup menahan mualnya. Ia muntah.
Ia bergegas masuk kedalam kamar mandi. Membersihkan sisa muntahan dan mengambil seember air bersih. Lalu ia mengepel muntahannya dengan menggunakan desinfektan.
Saat mengepel, siku tangan kanannya tak sengaja menyentuh lemari penyimpanan mayat. Ni Luh merasakan sesuatu membasahi siku kanannya. Ia menoleh mencari sesuatu itu. Betapa kagetnya ia ketika melihat air menetes perlahan-lahan dari dalam lemari bernomor 7.