"Ya susuk. Susuk untuk memikat para lelaki. Bayangkan saja, mana mungkin lelaki muda seperti Dokter Ida Bagus Kardana terpikat."
"Iya kau benar, kasihan dokter bedah itu. Karirnya seakan berakhir. Aku dengar dokter bedah itu dipindah tugaskan di daerah Buleleng."
Ni Luh berusaha menutup rapat telinganya. Namun usahanya gagal. Suara wanita-wanita itu seolah menusuk gendang telinganya. Bagaikan suara simfoni yang menyayat hati. Ia berusaha meredam amarah. Karena ia tahu, sekali lagi ia berbuat masalah di RSUP Sanglah, resiko pemecatan sudah menanti untuknya.
***
Seminggu setelah kejadian itu, tepatnya di awal tahun 2020 ini, Bali dihebohkan oleh berita menyebarnya virus korona yang kian santer. Tak terkecuali di daerah Denpasar. Pemerintah daerah mengumumkan siaga 1.
Sebagai tempat tujuan wisata berkelas internasional, para turis bisa saja membawa bibit-bibit virus korona. Pemerintah daerah memerintahkan kepada semua warganya untuk melengkapi diri dengan pelindung. Menjaga kesehatan diri dan kebersihan lingkungan. Serta selalu mencuci tangan setelah melakukan aktivitas apapun.
Pihak RSUP Sanglah juga mengambil langkah tegas. Semua pegawai medis disana dilengkapi dengan alat pelindung diri yang sesuai standar pemerintah dan WHO. Semua bangsal dan lorong-lorong rumah sakit dibersihkan setiap pagi dan sore hari menggunakan desinfektan. Demikian halnya untuk semua petugas medis yang bertugas juga wajib membersihkan ruang kerja mereka setiap tiga jam sekali.
Ni Luh terlihat bersemangat. Setelah makan siang ia mengepel lantai kamar mayat. Sedangkan I Putu Arsa mengelap pintu lemari pendingin. Dalam waktu 30 menit, semua pintu lemari pendingin kini telah steril.
Melihat Ni Luh masih mengepel lantai, I Putu Arsa membantunya. Ia mengganti air kotor dalam ember dengan air bersih.
"Terima kasih Bli."
"Sama-sama Ni Luh."