Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cetik Badung

4 April 2020   17:02 Diperbarui: 4 April 2020   17:06 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun ia tidak memedulikan hal itu. Ia menganggapnya sebagai pendarahan otak. Bahwa virus telah menyebar ke seluruh organ tubuhnya. Tapi mengapa kau menanyakan hal itu? Bukannya kau membenci dan tidak peduli dengan wanita itu?" tanya I Putu Arsa. Ni Luh diam.

Kebingungan menggelayuti pikiran Ni Luh. Bagaimana mungkin dalam waktu bersamaan hal itu terjadi? Di satu sisi ia merasa senang dendamnya terbalas. Tidak akan ada saksi yang menuduhnya bahwa sore itu ia telah meneteskan air mayat kedalam botol minuman milik Anak Agung Ayu Maharani.

Tidak ada seorangpun yang akan menghakimi perbuatannya karena telah mengirim santet Cetik Badung kepada Anak Agung Ayu Maharani. Tapi di satu sisi ia juga menyesal akan kematian tragis yang dialami oleh rekan kerjanya itu. Kematian akibat santet yang dikirimnya.

Untuk menghilangkan kekalutan pikirannya, siang itu ia kembali bergabung dengan tim medis lainnya di RSUP Sanglah. Ia bergegas menuju ruang ganti APD untuk mengganti seragam kerjanya dengan hazmat.

"Apakah hazmat nya sudah siap? Dimana aku harus mengambilnya?"

"Coba periksa lemari itu." perintah kepala perawat kepada Ni Luh.

"Yang ini?"

"Bukan, bukan yang itu. tapi hazmat di lemari atas. Hazmat yang kau pegang itu adalah milik Anak Agung Ayu Maharani yang dipakainya dua Minggu lalu. Kami belum sempat memusnahkannya. Taruh saja disitu. jangan lupa untuk menyemprotnya dengan desinfektan. Aku pergi dulu."

Ucapan kepala perawat itu semakin membuat Ni Luh penasaran. Setelah ia memakai hazmat miliknya, ia membuka hazmat milik Anak Agung Ayu Maharani. Hati nuraninya mengatakan bahwa ia harus membuka hazmat itu.

Betapa kagetnya Ni Luh saat melihat sebuah lubang sebesar 1 sentimeter di bagian bawah hazmat. Dengan bukti didepan matanya, Ni Luh berkali-kali mengucap syukur dan memohon ampun kepada Ida Sang Hyang Widhi.

"Terimakasih Dewa, bukan aku yang membunuh Ayu." gumam Ni Luh pelan dengan air mata menetes pelan. Air mata penyesalan atas percobaan pembunuhan kepada rekan kerjanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun