Teana mengamati dengan cermat batu berbentuk persegi di tangannya. Ia meraba -- raba batu itu sambil membandingkan bentuknya dengan pahatan yang ada didalam Kuil Ad Deir yang selama ini ia sembah. Pahatan berbentuk wajah Dewa Dhushara yang juga disembah oleh penduduk Kota Petra selama puluhan tahun.
Dengan kecerdasan yang ia miliki, ia menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan sedikitpun antara kedua pahatan. Semuanya mirip satu sama lain. Sehingga ia tidak bisa membuktikan kebenaran ucapan Peramal Simkath hanya dengan melihat bentuk luar pahatan itu. Ia harus melakukan sesuatu untuk menjawab misteri dibalik ramalan Peramal Simkath.
Ketika mengamati pahatan wajah Dewa Dhushara di tangannya, Mata Teana mendadak tertuju pada lubang kecil berbentuk segitiga yang ada dibagian belakang patung. Ia baru sadar tentang keberadaan lubang itu. "Untuk apa lubang ini?" gumam Teana kemudian. Lalu ia membungkus kembali patung itu dan meletakkan dipangkuannya.
"Almeera, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu."
"Iya Tuan, ada apa?"
"Apakah kau percaya dengan semua ucapan peramal tadi?"
"Sedikit banyak hamba percaya Tuan, sebab orang -- orang yang pernah datang kepadanya mengatakan bahwa ramalannya selalu tepat."
"Termasuk ramalannya tadi pagi? Ramalannya tentang patung Dewa Dhushara? Ramalan yang lebih seperti cerita dongeng itu?"
"Soal itu hamba tidak tahu Tuan." balas Almeera singkat.
"Menurutmu, aku harus bagaimana?"
"Sesuai apa yang dikatakan Peramal Simkath, lebih baik Tuan memeriksa patung Dewa Dhushara di Kuil Ad Deir untuk membuktikan kebenaran ucapannya."