“Ramai sekali hari ini, tidak seperti biasanya.”ucap Ghalib dari atas untanya saat hendak memasuki Kota Petra.
“Benar Tuan. Hari ini bertepatan dengan hari pemujaan Dewi Uzza.” jawab Manaf.
“Oh begitu, pantas saja banyak wanita yang terlihat sibuk membawa banyak sekali persembahan.” ucap Ghalib dari atas unta miliknya.
Barisan unta milik Ghalib akhirnya memasuki Al Siq. Yakni pintu gerbang Kota Petra. Sepanjang Al Siq, mata Ghalib tak henti – hentinya mengamati dinding – dinding Al Siq. Seperti memetakan dinding tersebut.
“Aku rasa kita bisa membuat saluran air di kiri kanan dinding Al Siq.” ujar Ghalib sambil menghentikan untanya sejenak. Rombongan pun ikut berhenti.
“Tapi maaf Tuan, mengapa kita tidak membuat saluran air itu di ujung pintu masuk dan di ujung pintu keluar Al Siq? Sebab jika kita membuat saluran air itu di sepanjang dinding Al Siq akan membutuhkan biaya yang cukup besar tuan.” jawab Manaf.
“Aku paham hal itu Manaf, aku memaklumi jalan pikiranmu sebagai seorang pemahat batu. Tapi, aku tidak bisa sepertimu. Aku disini adalah pemimpin bagi rakyatku. Aku bertanggungjawab akan kesejahteraan rakyatku. Yang Mulia Raja Aretas IV pun demikian, ia menginginkan yang terbaik untuk rakyatnya. Karena kebaikan hatinya itulah, Raja Aretas IV bisa memimpin rakyatnya hingga sekarang.
“Tuan benar, saya baru menyadari hal itu.” jawab Manaf sambil menunduk malu. Malu akan sikapnya.
“Bagaimana ? kau sudah mengerti maksudku kan? Jadi sebaiknya kau bangun saluran air sepanjang Al Siq agar para pedagang dan penduduk Kota Petra bisa meminum air tanpa harus bolak – balik menuju pintu masuk atau pintu keluar Al Siq.” jawab Ghalib.
“Iya Tuan, saya paham.”
Rombongan unta Ghalib melanjutkan perjalanan mereka kembali.