Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rangda

30 September 2016   11:16 Diperbarui: 30 September 2016   11:24 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rangda http://www.alamy.com/stock-photo/rangda-mask.html

Tepat tengah malam semua penari telah berkumpul di depan Pura Dalem Agung. Masyarakat sekitar mulai berdatangan satu persatu dengan memakai pakaian adat yang sopan. Tidak ada penerangan malam itu. semuanya serba remang – remang. Hal ini untuk menjaga kesakralan saat Piodalan berlangsung.

Satu persatu penari masuk ke arena. Para penari itu telah memakai kostumnya masing – masing.  I Nyoman Abdita memimpin do’a. tak lama kemudian Penari Rangda dan para Renying telah kesurupan. Termasuk Anak Agung Raka Sidan. Yang turut ambil bagian dalam Piodalan Pura Dalem malam itu.Rangda menari dengan menggerakkan tangannya serta topengnya. Bergerak lincah mengelilingi arena. Musik mengalun indah dari gamelan Semarandana dan Jembe di malam yang dingin, sunyi dan cukup gelap itu. seakan menambah suasana mistis dan sakral didepan Pura Dalem Agung. Tibalah adegan Ngurek. Para Renying telah siap dengan kerisnya. Siap untuk mengurek Rangda yang menari dengan angkuh. Rangda menjulurkan lidah panjangnya. Seolah siap menerkam mangsa didepannya. Memainkan jari – jarinya di udara. Jari – jari yang dipenuhi dengan kuku yang sangat panjang. Memelototkan mata nya yang dipenuhi api membara. Melambangkan nafsu angkara murka. Satu persatu Renying mendekat. Menusukkan keris yang mereka bawa ke tubuh Rangda. Satu dua Renying berhasil menusukkan keris ke tubuh Rangda. Namun Rangda tetap tegak berdiri dan terus menari.

Udara makin dingin. Angin berembus cukup cepat. Nyali penonton makin tinggi. Mereka hanyut dalam suasana mencekam. Tak satupun penonton itu mengeluarkan suara. Napas yang mereka keluarkan pun seolah – olah keluar perlahan. Hembusan demi hembusan napas meninggalkan paru – paru mereka dengan teratur. Seolah tidak ingin membuat suara berdesis akibat napas yang keluar dari hidung mereka. Karena mereka tahu bahwa mereka sekarang dalam penguasaan Dewi Durga. Dewi angkara murka. Sedikit membuat kegaduhan saat jalannya upacara akan berakibat buruk bagi mereka. Tak terkecuali para penari dan orang yang menonton.

“Braaaakkkk…… Aaarrrrkkkhhh……”

Mendadak keheningan malam itu pecah. Erangan seseorang telah memecah kesunyian malam itu.

***

Keesokan paginya tersiar kabar bahwa I Wayan Durma telah meninggal. Setelah pulang dari Piodalan malam itu, nyawanya tak tertolong lagi. Hingga pagi harinya ia menghembuskan napas untuk terakhir kali. Kabar tersebar bahwa ia tewas tertusuk keris salah seorang Renying. Kasus itu tidak bisa diajukan ke meja hukum. Karena pada saat peristiwa ngurek itu terjadi, semua penari dibawah pengaruh kekuatan lain. Sehingga polisi menutup kasus tersebut. Dan keluarga I Wayan Durma harus gigit jari karena tidak bisa menuntut balik.

Malam sebelum pementasan….

“Siapa kau? Mau apa kau kemari?” tanya seorang Renying.

“Aku penari Renying juga. Aku hendak mengambil kerisku yang telah disucikan oleh I Nyoman Abdita. Dimana aku bisa mengambilnya?” tanya Anak Agung Raka Sidan.

“Oh itu… Kau belum dapat? Disana. Dibelakang Trajangan dibawah pohon pepaya. Disitu ada kotak. Ambillah disitu” ucap lelaki kurus itu kepada Anak Agung Raka Sidan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun