“Tidak bu, dia sangat cantik. Bajunya warna ungu. Memakai selendang warna ungu melilit lehernya. Dan ada mahkota yang sangat indah diatas kepalanya” jawab Sekar dengan polosnya.
Srining terdiam. Tak membalas ucapan anaknya. Kedua matanya menyipit. Dahinya mengkerut hingga alis – alisnya hampir bertemu. Seribu tanya bertumbuh dalam dadanya.
Malam itu mereka bertiga berkumpul bersama di ruang tamu. Sekar asyik memainkan bonekanya. Menyebut – nyebut nama “Ratu”. Melihat keanehan itu, Srining mendekati suaminya yang tengah menikmati tayangan televisi.
“Pak, sudah dua hari ini aku melihat Sekar berubah jadi aneh”
“Aneh bagaimana Bu?”
“Bapak ingat ? Saat badannya panas, bibirnya mendadak biru keungu – unguan. Terus kemarin waktu aku menjemputnya dari surau, Sekar bercerita kepadaku kalau dia melihat seorang ratu yang sangat cantik” jawab istrinya dengan nada sedikit bergetar. Ketakutan akan keadaan anaknya.
Air muka Suwanto seketika itu berubah musam. Ada rona senang bercampur takut. Seketika itu dia melirik Srining, memastikan semuanya baik – baik saja. Memastikan bahwa Srining tidak melihat ekspresi ganjil yang terlukis di wajahnya.
“Ahh… itu hanya perasaanmu saja Bu” jawabnya singkat.
Begitulah, sejak kejadian demam kemarin. Hari – hari Sekar berubah drastis. Sering Sekar bercerita kepada ibunya bahwa dia pernah didatangi wanita cantik yang ia sebut sebagai ratu itu. Kadang ratu itu mendatangi mimpinya, kadang pula mewujud didalam kamarnya. Kadang berada disampingnya, kadang pula didepannya. Namun sang ratu diam dan tersenyum kepada Sekar. Sehingga Sekar tidak merasa takut kepadanya.
“Si.. si.. siapa kamu?” tanya Sekar ketakutan.
Pertanyaan Sekar hanya dibalas dengan senyuman.