Mohon tunggu...
luthvia yuhand
luthvia yuhand Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

MEMBACA BUKU

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Fiqih Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer

12 Maret 2024   21:42 Diperbarui: 12 Maret 2024   21:53 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

FIQIH MUAMMALAH DARI KLASIK HINGGA KONTEMPORER 

(Teori dan Praktek)

Akhmad Farroh Hasan, M.SI 

LUTHVIA YUHAND/222121149 

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia

Abstract: 

Dari buku ini kita bisa memahami hukum- hukum fiqih Muammalah klasik hingga kontemporer, memahami transaksi Bisnis, memahami hubungan manusia dengan manusia lain atau pergaulan sosial yang berhubungan dengan benda atau harta, dan Ekonomi sesuai dengan perspektif Islam dan dapat membantu para akademisi dan Ummat Muslim yang ingin mempelajari Fiqh muammalah dengan pemaham yang benar dan fiqh muammalah ini memiliki tujuan Rahmat bagi semua manusia.

Keywords: fiqih muammalah; transaksi bisnis; hubungan antar manusia.

Introduction

Buku berjudul Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek), yang ditulis oleh Akhmad Farroh Hasan, M.SI. ini memaparkan hukum- hukum fiqh mulai dari klasik hingga kontemporer yang mudah dipahami oleh para pembaca terutama kalangan mahasiswa, karena buku ini memaparkan peristiwa dan kondisi secara jelas dan kongkrit mengenai dasar- dasar hukum pengambilan hukum hingga hukum dari sesuatu yang didukung oleh pendapat para ulama' ulama' (Fuqaha') mulai dari pendapat ulama' yang klasik hingga kontemporer dan Modernis.

Result and Discussion

BAB I

Bab ini membahas berbagai aspek terkait harta (harta) dan klasifikasinya. Dimulai dengan membedakan antara harta yang dapat dibagi (bisa dibagi) dan harta yang tidak bisa dibagi (tidak bisa dibagi). Harta yang dapat dibagi memungkinkan dilaksanakannya keputusan hakim untuk membaginya, sedangkan harta yang tidak dapat dibagi memerlukan kesepakatan bersama untuk pembagiannya.

Bab tersebut juga membahas tentang konsep pemeliharaan harta bersama tanpa izin, yang menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk memelihara harta yang dapat dibagi tanpa persetujuan dianggap sebagai amal. Namun klaim penggantian biaya pemeliharaan dapat dilakukan terhadap pihak lain.

Lebih lanjut, pembahasan ini mendalami perkembangan aset, seperti al-mal al-ashl (aset fundamental) dan al-mal at-tsamr (aset hasil), serta membahas implikasi distribusinya. Bab ini juga membahas jenis-jenis harta, termasuk harta bergerak (harta bergerak) dan harta tidak bergerak (harta tidak bergerak), dengan menyoroti karakteristik dan implikasi hukumnya.

Selain itu, bab ini mengupas perbedaan antara harta yang dapat dimanfaatkan (isti'mali) dan harta yang dapat dikonsumsi (istihlaki), dengan menekankan pentingnya memahami hakikat harta dalam transaksi keuangan.

Terakhir, hal ini membahas pentingnya aset dalam berbagai konteks, seperti dalam memenuhi kewajiban, meningkatkan kualitas hidup, mengintegrasikan aspek duniawi dan spiritual, mendorong pendidikan, memfasilitasi interaksi sosial, dan mendorong pengembangan pribadi.

Bab ini memberikan gambaran komprehensif tentang jenis, klasifikasi, dan implikasi aset dalam kerangka hukum dan keuangan Islam.

BAB II

Riba Macam-Macam dan Segala Permasalahannya. Tinjauan Umum tentang Riba

Definisi Riba: Riba, berdasarkan etimologi, merupakan tambahan yang berasal dari usaha haram yang merugikan dalam sebuah transaksi. Menurut Muhammad Nafik H.R., riba adalah keunggulan atau penambahan, khususnya dalam jumlah uang pokok yang dipinjamkan. Para ahli ekonomi Muslim menyebutkan bahwa transaksi riba memiliki tiga unsur utama: kelebihan di atas modal pinjaman, penetapan keunggulan terkait dengan waktu, dan transaksi yang membutuhkan pembayaran keunggulan tersebut.

Macam-Macam Riba: Riba terbagi menjadi dua kelompok utama: riba yang berhubungan dengan utang piutang dan riba yang berhubungan dengan jual beli. Riba qard adalah guna atau tingkat keunggulan tertentu yang diisyaratkan terhadap yang berutang. Contoh riba qard adalah ketika utang sebesar Rp. 90.000 harus dikembalikan sebesar Rp. 95.000, sehingga terdapat lebihnya sebesar Rp. 5.000.

Pembagian Riba pada Kelompok Kedua: Riba jual beli terdiri dari dua macam, yaitu riba fadl dan riba nasi'ah. Riba fadl adalah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau dosis berbeda, sementara riba nasi'ah adalah riba dalam utang piutang yang terjadi ketika ada kelebihan atau surplus di atas modal pinjaman.

BAB III

Membahas tentang konsep "Akad" dalam transaksi Muamalah. Dimulai dengan mendefinisikan Akad sebagai janji, perjanjian, atau kontrak, dan menjelaskan maknanya dalam berbagai konteks. Bab ini menguraikan jenis-jenis Akad seperti Akad Shahih (akad sah) dan Akad Bathil (akad tidak sah), berdasarkan pemenuhan syarat dan persyaratannya.

Selanjutnya diuraikan rukun-rukun Akad, antara lain Aqid (pihak-pihak yang terlibat), Ma'qud Alaih (objek akad), Maudhu' Al-Aqid (tujuan akad), dan Shighat Al-Aqid (penawaran dan penerimaan). Bab ini juga membahas mengenai pemutusan akad dan hikmah di balik pelaksanaan Akad dalam bertransaksi.

Selain itu juga mencakup asas-asas Akad dalam Islam yang menekankan pada kebebasan berkontrak, sifat mengikat perjanjian, persetujuan bersama, ibadah, keadilan, dan kejujuran. Syarat-syarat Akad yang sah juga ditonjolkan, yang memastikan bahwa obyek akad itu boleh dan akad itu boleh menurut hukum Islam.

BAB IV

Jual beli dan Aplikasinya, serta tentang Tinjauan Umum tentang Jual Beli

Definisi jual beli : Jual beli adalah menukarkan sesuatu dengan sesuatu, berdasarkan pendapat istilahnya, menukarkan harta dengan harta berdasarkan cara yang telah ditentukan. Hukum jual beli adalah halal atau diperbolehkan.

Menurut Kitab Kifayatul Ahyar, definisi jual beli berdasarkan pendapat bahasa adalah "memberikan sesuatu karena ada pemberian (imbalan tertentu)". Berdasarkan pendapat Syeh Zakaria al-Anshari, jual beli adalah "penukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain". Sayyid Sabiq dalam buku Fiqh Sunnah menjelaskan jual beli secara etimologis adalah saling tukar menukar (tukar menukar).

Dasar-Dasar Jual Beli :

Jual beli sebagai sarana saling membantu antara sesama insan memiliki landasan kuat dalam Al-Quran.

Ketentuan Pembelian Jual :

Syarat-syarat jual beli antara lain meliputi syarat-syarat orang yang membuat akad, syarat-syarat yang berkaitan dengan ijab dan qabul, syarat-syarat barang yang akan diperjualbelikan (ma'qud alaih), dan syarat-syarat penukaran. nilai (harga barang).

Rukun-Rukun Jual Beli :

Rukun jual beli menurut ulama Hanafi adalah ijab dan qabul yang menunjukkan sikap saling tukar menukar atau saling memberi.

Rukun jual beli menurut jamhur ulama mencakup akidain (penjual dan pembeli), adanya barang yang dibeli, sighat (lafad ijab dan qabul), dan ada nilai tukar pengganti barang.

BAB V

Khiyar Ru'yah : Hak pembeli untuk membatalkan atau melanjutkan suatu akad setelah melihat objek akad, dengan syarat pembeli tidak melihatnya pada saat akad atau pernah melihatnya sebelumnya dalam jangka waktu yang wajar untuk perubahan.

Khiyar Syarat : Suatu keadaan dimana para pihak yang terlibat dalam suatu akad sepakat bahwa dalam jangka waktu tertentu, mereka dapat memilih untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

Khiyar Aib : Khiyar jenis ini berkaitan dengan cacat pada barang yang diperdagangkan, sehingga memungkinkan adanya penyesuaian nilai penawaran.

Khiyar Majlis : Khiyar ini didirikan secara syariah untuk semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi selama mereka masih hadir di lokasi transaksi.

Berbagai jenis khiyar ini memberikan peluang pertimbangan rasional sebelum mengambil keputusan akhir dalam bertransaksi, yang mencerminkan prinsip kebebasan, tanggung jawab, keadilan, dan kesetaraan dalam perdagangan Islam.

BAB VI

Dalam surat Ath-thalaq ayat 6, terdapat penjelasan mengenai upah sebagai hak pekerja yang diterima berdasarkan perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya. PP No. 5 tahun 2003 juga mengatur terkait upah sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan.

Upah merupakan format hak pekerja untuk memperoleh imbalan yang dibayarkan oleh pengusaha berdasarkan perjanjian kerja. Sewa-menyewa memiliki unsur pihak penyewa dan yang menyewa, akad antara keduanya, objek sewa yang dapat dipergunakan, imbalan/harga, manfaat objek sewa yang jelas, dilaksanakan dalam periode tertentu.

Dalam konteks ijarah, terdapat definisi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti syarat bagi kedua pihak yang berakad, manfaat objek ijarah yang jelas, objek ijarah yang dapat diserahkan dan dipergunakan, objek ijarah yang halal menurut syariah. Rukun ijarah meliputi orang yang berakad sebagai salah satu komponen penting.

Definisi ijarah adalah aktivitas akad untuk mengambil manfaat sesuatu dengan membayar sesuai perjanjian. Berbagai pandangan ulama mengenai ijarah juga disampaikan, termasuk definisi ijarah upah dalam Undang-undang No 13 tahun 2003.

BAB VII

Membahas tentang Fiqh Muamalah Kontekstual. Dalam bab ini, terdapat penjelasan mengenai berbagai aspek hukum dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan transaksi dan hubungan sosial.

Beberapa poin penting yang dibahas dalam BAB VII antara lain:

Penulisan dalam Transaksi: Ditekankan pentingnya menuliskan transaksi yang dilakukan agar terdokumentasi dengan baik dan tidak menimbulkan kesalahpahaman di kemudian hari. Ijab Qabul dalam Utang Piutang: Dijelaskan mengenai proses ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) dalam transaksi utang piutang sebagai bagian dari akad yang sah.

Rukun-Rukun Al-Qardh: Menyebutkan rukun-rukun utang piutang yang mirip dengan rukun jual beli, antara lain aqid (pihak berhutang dan memberi hutang) dan ma'qud alaih (barang yang dihutangkan).

Dalam konteks Fiqh Muamalah Kontekstual, BAB VII memberikan pemahaman yang mendalam mengenai tata cara bertransaksi dan berhubungan sosial dalam Islam dengan memperhatikan konteks dan situasi yang ada.

BAB VIII

Definisi Syirkah: Syirkah mengacu pada kemitraan di mana dua orang atau lebih menggabungkan sumber daya mereka untuk usaha bisnis, berbagi keuntungan dan kerugian.

Syarat Syirkah: Ada lima syarat yang dituangkan dalam Kifayatul Akhyar :

  • Penilaian aset dalam istilah moneter.
  • Aset harus berjenis serupa.
  • Aset dikumpulkan bersama.
  • Kesepakatan bersama untuk membelanjakan aset tersebut.
  • Keuntungan dan kerugian dibagi berdasarkan kontribusi masing-masing sekutu.

Dasar Syirkah: Para ulama membenarkan diperbolehkannya syirkah berdasarkan ayat Al-Quran dan Hadits, menekankan kerjasama dan tanggung jawab bersama dalam usaha bisnis.

Jenis-jenis Syirkah: Ada dua jenis yang dibahas:

  • Syirkah 'Inan: Kemitraan di mana semua mitra menyumbangkan aset untuk perdagangan tanpa menentukan nilai-nilai individu, dengan fokus pada upaya dan risiko bersama.
  • Syirkah Al-Wujuh: Kemitraan dimana mitra melakukan pembelian secara kredit dan penjualan secara tunai, dengan keuntungan dibagi berdasarkan pendanaan eksternal.

Perspektif Hukum: Berbagai aliran pemikiran mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai kebolehan dan syarat syirkah, dengan pertimbangan kesetaraan partisipasi, tanggung jawab bersama, dan transaksi yang diperbolehkan.

Relevansi Saat Ini: Syirkah tetap relevan hingga saat ini, memungkinkan kontribusi yang beragam, penilaian aset yang fleksibel, dan pengambilan keputusan bersama dalam kemitraan bisnis.

Rangkuman ini memberikan gambaran tentang konsep, syarat, dan penerapan syirkah sebagaimana dibahas pada BAB VIII.

BAB IX

MUZARA'AH: DASAR-DASAR, SYARAT-SYARAT, RUKUN-RUKUN

Tinjauan Umum tentang Muzara'ah.

Definisi Muzara'ah : Muzara'ah merupakan kegiatan yang telah dilakukan sejak zaman dahulu karena kebutuhan akan adanya kerjasama antara pemilik lahan atau tanaman dengan orang yang mampu mengurus dan memanfaatkannya. Muzara'ah diperbolehkan demi kebaikan kedua belah pihak, dengan prinsip kerjasama yang adil untuk mencapai kebaikan dan menghindari kerugian.

Pandangan Ulama tentang Muzara'ah :

  • Hanafiah: Muzara'ah adalah akad bercocok tanam dengan sebagian hasil yang keluar dari bumi.
  • Hanabilah: Pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk ditanami dengan bibit yang diberikan kepada petani.
  • Malikiyah: Muzara'ah adalah perserikatan dalam akad pertanian.
  • Al-Syafi'i: Muzara'ah adalah saat seorang pekerja menyewa tanah dengan hasil yang dihasilkan dari tanah tersebut.
  • Syaikh Ibrahim Al-Bajuri: Muzara'ah adalah saat pekerja mengelola tanah dengan sebagian hasilnya dan modal dari pemilik tanah.

Ruang lingkup Muzara'ah : Muzara'ah melibatkan kerjasama antara pemilik lahan dan petani penggarap, di mana pemilik lahan memberikan tanah kepada petani untuk digarap dengan kesepakatan mendapatkan bagian dari hasil tanaman, seperti seperdua, sepertiga, atau lainnya.

Konsep Ulama tentang Muzara'ah terdapat empat rukun dalam Muzara'ah, yaitu pemilik tanah, petani penggarap, objek Al-Muzara'ah, serta ijab dan qabul secara lisan atau tulisan. Akad Muzara'ah dapat berakhir karena meninggalnya salah satu pihak, penyimpangan dalam pelaksanaan, atau uzur yang menghalangi salah satu pihak untuk melanjutkan kerjasama.

Dampak Hukum Akad Muzara'ah :

  • Petani bertanggung jawab atas biaya benih dan pemeliharaan pertanian.
  • Biaya pertanian ditanggung sesuai dengan persentase kesepakatan.
  • Hasil panen dibagi sesuai kesepakatan.
  • Pengairan dan hal-hal lainnya diatur berdasarkan kesepakatan atau kebiasaan.

Berakhirnya akad Muzara'ah dapat berakhir karena meninggalnya salah satu pihak, penyimpangan, atau uzur yang menghalangi pelaksanaan kerjasama.

Ini adalah ringkasan dari BAB IX yang membahas tentang Muzara'ah, termasuk definisi, pandangan ulama, ruang lingkup, konsekuensi hukum, dan berakhirnya akad.

BAB X

MUSYAQAH: DASAR-DASAR, SYARAT-SYARAT, DAN RUKUN-RUKUN

Definisi Musyaqah: Musyaqah berasal dari kata al-saqa, yang mengacu pada seseorang bekerja pada pohon tamar, anggur, atau pohon lainnya untuk mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil sebagai imbalan. Musyaqah lebih sederhana daripada muzaraah, di mana penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan pohon untuk mendapatkan bagian dari hasil panen.

Tugas Penggarap:

Penggarap bertanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan pohon agar menghasilkan buah, seperti menyiram, membersihkan saluran air, mengurus pertumbuhan pohon, dan lainnya.

Pemilik tanah bertanggung jawab untuk hal-hal tertentu yang terjadi secara insidental, seperti membangun pematang atau mengganti pohon yang rusak.

Hukum-hukum Musyaqah:

Musyaqah harus dilakukan pada pohon yang diketahui saat penandatanganan akad untuk menghindari ketidakjelasan (gharar). Bagian yang akan diterima oleh penggarap harus jelas, misalnya seperempat atau seperlima dari hasil pohon. Penggarap harus melakukan semua yang diperlukan agar pohon subur, dan imbalan yang diterima harus jelas.

Rukun Musyaqah:

Rukun musyaqah meliputi dua orang yang melakukan akad, objek musyaqah (biasanya pohon berbuah), penentuan buah saat akad, pekerjaan yang dilakukan sendiri oleh penggarap, dan penggunaan shighat yang sesuai.

Berakhirnya Al-Musaaqah:

Menurut ulama Hanafiyyah, al-Musaaqah berakhir jika jangka waktu yang disepakati habis, ada kematian salah satu pihak, atau pembatalan akad.

Ulama Syafi'i dan Hanbali memiliki pandangan yang berbeda terkait berakhirnya al-Musaaqah.

 

BAB XI

Tinjauan Umum tentang Mudharabah:

Definisi Mudharabah: Istilah mudharabah digunakan oleh orang Irak, sementara orang Hijaz menyebutnya qiradh. Mudharabah adalah kesepakatan di mana pemilik modal menyerahkan modal kepada pengusaha untuk dikelola, dengan pembagian laba sesuai persyaratan yang disepakati.

Dasar-Dasar Mudharabah: Dasar hukum mudharabah terdapat dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 198 dan surat Al-Muzammil ayat 20. Mudharabah merupakan perjanjian yang menguntungkan antara pemilik modal dan pengusaha, di mana kerugian ditanggung oleh pemilik modal.

Syarat-Syarat Mudharabah:

  • Syarat yang Berhubungan 'Aqid: Baik pemilik modal maupun pengelola harus memiliki kemampuan untuk menyerahkan kuasa dan melaksanakan wakalah.
  • Syarat yang Berhubungan dengan Modal: Modal harus jelas, halal, dan dapat diukur dengan nilai tertentu.
  • Syarat yang Berhubungan dengan Pengelola: Pengelola harus memiliki keahlian dan kejujuran dalam mengelola modal.
  • Syarat yang Berhubungan dengan Pembagian Laba dan Rugi: Pembagian laba harus disepakati sebelumnya, dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.

Mudharabah merupakan prinsip bagi hasil yang bertolak belakang dengan bunga tetap, di mana keuntungan bagi penerima pembiayaan tidak terikat pada jumlah bunga tetap. Prinsip ini menekankan keadilan dan keuntungan bersama antara pemilik modal dan pengusaha.

Conclusion

Aspek transaksi Islam dan prinsip-prinsip keuangan, dengan fokus pada konsep-konsep seperti akad, jual beli, Khiyar (pilihan), Fiqh Muamalah Kontekstual (yurisprudensi Islam kontekstual), Syirkah (kemitraan), Riba, Ijarah (sewa), Musyaqah (kemitraan di bidang pertanian), dan Mudharabah (bagi hasil). Hal ini juga menggali pentingnya aset, klasifikasinya, dan implikasinya dalam hukum dan keuangan Islam.

Bibliography

Akhmad Farroh Hasan, M.SI. Fiqih Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek). UIN-Maliki Press : Cetakan 1, Oktober 2018.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun