Kami sama-sama berjuang di sana.
Sampai pada waktu ketika aku dan Balqis mencapai wisuda.
   Hari wisuda telah tiba, saatnya kami menerima prestisius berupa piagam penghargaan dan mendapat peringkat cumlaude.
   Kami sangat bangga terhadap ya, usaha kami, do'a-do'a kami, tuntunan kelurga yang selalu membuat kami semangat dalam meraih cita-cita.
   Pencapaian Balqis dalam meraih cita-cita, menyatukan rasa dan hati pada ibu dan bapaknya berhasil.
   Kedua orang tuanya sangat menyesal setelah Balqis berhasil meraih cita-citanya. Namun, apadaya setelah semua penyesalan yang selalu datang disesi akhir. Kedua orang tuanya tidak sempat mengatakan bangga dan maaf kepada anaknya, Balqis.
   Balqis jatuh begitu saja setelah wisuda selesai. Kemudian dia dibawa ke rumah sakit untuk dicheck. Aku sangat khawatir dengan keadannya. Hatiku selalu bertanya, apakah ini saatnya? Apakah ini saatnya?
    Mungkin kau berfikir aku mempunyai rahasia yang inginku sampaikan pada orang tuanya? Tidak. Namun, yang ingin aku tanyakan pada hatiku adalah, apa ini saatnya Balqis meninggalkan kami semua?
   Kemudian dokter keluar untuk mengabari.
"Balqis adalah anak yang sangat baik. Dia terlalu banyak pikiran. Dia sedang mendapati masa komanya." Ujar dokter.
  "Apa? Anak saya kenapa dok?" Ibu Balqis yang shok mendengar ucapan dokter. Dan mencoba memaksa dokter untuk mengatakan yang sebenarnya pada kedua orang tua Balqis.
   "Sudah ibu, aku akan jelaskan nanti." balasku untuk menenangkan ibu.
   Hatiku merengek. Tak kuasa aku mendengar ucapan dokter. Sering aku mendengar apa yang ia sampaikan padaku.Â