Akhirnya, calon dokter Balqis sudah boleh meninggalkan ruangannya dan setelah dua hari diperbolehkan pulang menuju rumahnya
**
    "Alhamdulillah Ya Allah masih bisa merasakan kembali ke rumah." Ujar Balqis.
   "Alhamdulillah. Aku mau nginep di sini ya Umi boleh?" Tanya Balqis
    Lalu umi memperbolehkan aku berada di sini dan kemudian Umi pulang menuju rumah. Aku merawat Balqis seperti adikku sendiri. Aku anak tunggal, tidak punya kakak dan adik. Balqis sudah aku anggap sebagai adikku sendiri.
     Ibu Balqis selalu menjaganya. Atas penyesalannya dan perlakuannya dulu ia jadikan sebagai ibrah. Anak adalah titipan dan anugerah. Pagi, siang, malam dia selalu mendoa'akan anaknya. Itu yang sering aku dengar.
**
    Hari demi hari kami lalui. Hingga akhirnya kami mendapati gelar S.Ked. Waktunya kami "Koas". Saatnya kami melewati masa-masa menyenangkan bagiku.
    Suatu hari Balqis bertemu dengan Roni yang dulu pernah mengucilkan Balqis. Saat Balqis akan menuju rumah sakit, ia bertemu dengan wajah Roni.Â
   Wajahnya masih sama seperti dulu, tak ada yang berbeda. Awalnya aku yang melihatnya, saat aku senggol Balqis dan mengarahkan pada Roni, dan aku mengatakan
   "Qis, tuh si Roni. Kamu masih ingat kan?
   "Eh sudahlah gausah pake 'si' . Mana, ayo kita silaturahim." Balasnya dengan tidak memiliki dendam sedikit pun pada Roni.
   "Masyaa Allah, betapa mulia hatimu, Qis." Ujarku terkagum.
   "Assalamu'alaikum." Ucap Balqis pada Roni.
   "Wa'alaikumussalam. Maaf, siapa ya?" jawab Roni sambil mengerutkan dahinya tanda tak kenal.