“Dia sedang ngaji di rumah Mbok Darsih.”
___
Kelinci meloncat-loncat sambil beberapa kali berhenti untuk memastikan bahwa tak ada yang sedang mengawasinya. Ia memanggil-manggil pelan ke arah lubang yang menjorok ke bawah tanah, di antara akar pohon beringin.
Tak lama keluar Landak dari lubang tadi. Bulunya yang menyerupai duri itu mengembang memperlihatkan keperkasaannya. Kelinci dibuat pangling kejatuhan cinta berbunga-bunga.
Landak menggiring kelinci masuk sarangnya, menjaga jarak takut melukai belahan jiwanya itu. Di dalam sarang landak keadaan gelap gulita, namun ketika mencapai bagian terdalamnya suasana cukup remang sebab cahaya kunang-kunang yang ditangkap landak menghiasi sekitar.
Bagaimana tidak, Kelinci semakin jatuh cinta pada Landak, sebab ia disambut dengan suasana romantis bak cerita dongeng-dongeng. Lalu Landak mendekati Kelinci, menindihnya perlahan agar durinya tidak mengenai Kelinci, namun saat gelora asmara sedang asik melang-lang angkasa nafsu mereka. Tupai muncul dengan geramnya.
Kelinci dan Landak kaget. Tupai begitu marah. Kelinci berlari ke pojokan sedangkan Tupai berusaha menerjang Landak, walau ia tahu duri Landak tak bisa dilumpuhkan.
___
“Puji Tuhan!” ucapku tak percaya ketika melihat Hayati dibonceng Pak Polisi hidung belang itu. Menurut gosib hampir semua gadis kampung yang nakal pernah ditidurinya, dan apa mungkin kini Hayati juga?
Aku membuntuti mereka dengan sepeda Pak Haji yang pasrkir depan musola, mengayuhnya dengan amarah mengebu-gebu. Rumah Pak Polisi sudah terlihat dikejauhan, aku semakin geram sampai-sampai keringat mengucur sore itu menembus kemejaku tak terhiraukan. Aku kesal bukan kepalang.
Sepeda kuhempaskan di depan rumah Pak Polisi, lalu aku masuk ke rumahnya yang tidak terkunci. Saat kutendang pintu kamarnya, Pak Polisi sedang menunggang Hayati yang tidak mengenakan busana. Gerakan nelangsa mereka berhenti, mereka kaget setengah mati.