Sejenak kemudian, aku sudah melihat siluet si bapak tua, mengendarai sepeda, menenteng-nenteng lembaran kertasku, makin mengecil, meninggalkanku bersama kantor desa yang masih nihil manusia.
Aku masih belum mengerti. Jadi sebenarnya dia?
***
Tidak sampai lima menit, bapak itu kembali datang. Wajahnya sumringah sekali seperti bocah kecil baru dibelikan ibunya mainan.
“Ini, Mbak. Sudah selesai”.
Hah?
Ia menyodorkan kertasku. Aku memeriksa, tandatangan lengkap dengan stempel basahnya. Clear.
Alur rumit di kepalaku yang sempat terbayang tadi, lenyap sudah.
Hanya dalam sepuluh menit. Dan kantor desa masih kosong sampai sekarang.
Ajaib.
***
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!