Mohon tunggu...
Linda Puspita
Linda Puspita Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja Migran

Be yourself

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dewi Ayu

12 Januari 2020   22:10 Diperbarui: 12 Januari 2020   22:31 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: dokumen pribadi

Gadis itu memalingkan wajahnya kea rah Roni. Lingkar matanya hitam. Wajah pucat. Kusut seperti tak berdaya. Dia menatap Roni lama, lalu ujung bibirnya tertarik membentuk simpul. Dia tersenyum. Air matanya seketika meleleh. Mengalir, melewati tiap lekuk pipinya. Roni merengkuh tubuhnya yang lemas di atas kursi riasnya.

Dodi dan nenek Sugi meninggalkan mereka, duduk di ruang tamu menikmati lopis yang tadi di beli Dodi. Tidak lama, Roni dan Dewi keluar, tapi tidak menghampiri nenek dan sepupunya.  Mereka melesat keluar rumah.

Dew, lihat mereka, pinta Roni menunjuk segerombolan wanita di trotoar Malioboro.

Di antara suara bising kendaraan yang melintas, sekerumpulan wanita mengenakan kain batik dan kebaya serta selendang di tangan, berlenggok unjuk diri. Kegiatan seperti ini sudah terbiasa mereka lakukan. Menjadikan ruas jalan sebagai panggung.

Mereka tampil bergantian, dari penari seniman tari tradisional, penari  dari SMP-SMA, bahkan ada kontingen dari perguruan tinggi.

Dewi menunduk. Harusnya dia ada  di antara mereka. Meliarkan rasa lewat tarian.

Itu semua cuma kenangan, Ron. Aku enggak bisa nari tanpa Ayu. Kamu tahu sendiri, kan, bagaimana kami menari. Aku dan dan dia saling melengkapi, jelas gadis berambut hitam sebahu itu.

Kamu bisa, kok, tanpa Ayu. Kamu piker dengan kamu berhenti menari, Ayu akan bangga dengan kamu. Tidak Dew, justru dia sedih. Kembarannya sendiri tidak mau meneruskan mimpi yang kalian bentuk sejak kecil, tegas Roni. Pelan tapi penuh penekanan, aku bertemu denganmu adalah takdir dan Ayu pergi itu pun takdir, bukan karena menari.

Aku kira kamu beda dengan Dodi dan si Mbah. Ternyata kalian itu sama. Enggak bisa ngerti perasaanku, tukas Dewi, sejurus kemudian pergi meninggalkan Roni di kursi pinggir jalan Malioboro.

Besok ada acara JIPS, aku tunggu kamu di sini untuk melihatmu menari, Dew! teriak Roni, tapi Dewi tak menghiraukan.

Keesokan harinya. Roni dan Dodi kembali, untuk menyaksikan Jogja International Street Performance (JISP). Musik gamelan sudah renyah di telinga. Para penari tradisional tampak siap untuk beraksi. Mereka baris mengikuti formasi yang telah ditentukan. Penonton telah ramai melingkari mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun