Sejak saat itu, setiap malam, saya mencoba menggali apa yang sebenarnya saya inginkan. Saya break down satu per satu: apa saja minat saya, apa yang bisa dijadikan karier dan terus berkembang, apakah saya yakin akan bertahan menggelutinya, bagaimana jika pekerjaan tersebut tidak menghasilkan sesuatu yang stabil, hingga mencoba mengingat momen-momen yang saya sukai, yang saya syukuri, yang membuat saya puas, pencapaian-pencapaian saya, sampai hal-hal super menjengkelkan yang tidak ingin dilalui kembali selama saya bekerja dan membangun hubungan dengan orang lain.
Setelah melalui minggu-minggu penuh pertanyaan, akhirnya saya mengambil sebuah keputusan: saya ingin switch career menjadi HR.Â
Sejak dulu, saya memang memiliki minat besar terhadap dunia psikologi, bahkan sempat ingin mengambil jurusan Psikologi ketika kuliah. Tetapi di minggu-minggu terakhir sebelum mendaftarkan diri untuk SNMPTN, setelah banyak berdiskusi dengan Bapak, akhirnya saya memilih jurusan Ilmu Komunikasi karena keinginan saya saat itu untuk menjadi seorang penulis dan menyelami dunia media kreatif justru lebih kuat.
Kenapa ingin menjadi HR? Well, I'm passionate about people and I have a genuine interest in them, and I want to support them to scale up.Â
Berkaca dari pengalaman saya bekerja di perusahaan tersebut, saya percaya bahwa orang-orang di dalamnya adalah aset terbesar bagi suatu perusahaan untuk terus berkembang.Â
Bukankah untuk membangun sebuah perusahaan, terlebih dahulu kita harus membangun orang-orang di dalamnya? Finding the best talent and developing them, also creating a positive culture as a business partner, saya rasa itu bisa meningkatkan kreativitas dan produktivitas, serta mendorong karyawan untuk terus berusaha memberikan yang terbaik karena mereka merasakan bahwa lingkungan kerjanya positif dan perusahaan pun memberi dukungan dengan baik.
Saya mulai mencari tahu bagaimana caranya switch career, menelusuri daftar HR bootcamp bersertifikasi dengan harga ramah di kantong yang bisa saya ikuti, menyusun kata-kata dan argumen untuk disampaikan kepada leader saya di tahun depan (saat itu kami sedang sibuk menyusun laporan kinerja akhir tahun dan perencanaan untuk 2023) agar bisa meyakinkan dirinya bahwa saya mantap untuk switch career.Â
Saya juga mencari info perihal internal hiring, bahkan mencoba mencari tahu bagaimana salah satu anggota tim yang dahulu akhirnya bisa pindah ke divisi People.
I was planning to talk to my leader about this when suddenly the news hit me like a bullet. Perusahaan startup dan teknologi di berbagai belahan dunia mulai melakukan PHK massal. Saya ketakutan. Jika begini terus, bukan tidak mungkin perusahaan di tempat saya bekerja ini juga akan melakukan hal yang sama.
... Dan benar saja. Peristiwa itu terjadi. Sialnya, saya kena, begitu pula dua orang lainnya di tim saya. Tim kami memang salah satu yang paling banyak terdampak di direktorat perusahaan pada saat itu.Â
Saya masih ingat... malam itu, ketika akhirnya muncul sebuah surel masuk yang berisi permintaan maaf dan menginfokan bahwa saya termasuk salah satu karyawan yang terdampak, rasanya kaki saya seperti tidak menapak lantai. Telapak tangan saya dingin dan badan saya lemas, tetapi tidak ada setitik pun air mata yang menetes di pipi saya.