"Robert!" Lihat ke sini, dari tadi kamu melamun terus." Bu Riami menegur Robert yang selalu tidak pernah fokus pada saat belajar Bahasa Indonesia. Ada saja yang dikerjakannya. Menjahili teman seabngkunya selalu kegiatannya setiap hari. Tidak pernah duduk tenang.
"Iya Bu, siap," Robert tetap semangat bila ditegur. Tidak berapa lama tangannya sudah mulai beraksi lagi, rambut teman sebangkunya sudah mulai dijambutin. Akhirnya Bu Riami mengusir Robert dari kelas.
"Robert! Silahkan keluar!"
"Iya Bu, kenapa saya di suruh keluar, kan dari tadi saya menyimak kok."
"Tak ada alasan sekarang segera keluar dari sini!"
"Ibu, saya tidak tahu kesalahan yang mana. Kenapa disuruh keluar."
"Sudah salah masih saja ngeyel."
"Iya Bu, saya keluar, terima kasih.
Bu Riami sebenarnya tidak tega mengusir Robert keluar, tapi jika di dalam kelas pasti selalu mengganggu teman-temannya yang sedang belajar.
Robert keluar kelas XI IPS 1, dia langsung ke kantin, sambil menggerutu. Lihatlah nanti Bu Riami ban motormu aku kempesin dan helmmu kuambil biar kapok mengusir aku keluar dari kelas. Setelah duduk berapa lama di kantin Robert pun bergegas ke parkir guru, kebetulan lagi sepi parkiran guru jauh dari pantaun satpam yang duduk dekat gerbang sedangkan parkiran dekat dengan lobby sekolah. Dengan tergesa-gesa Robert beraksi ban motor sudah dikempeskan, helm Bu Riami juga dia simpan di belakang sekolah, nanti pulang sekolah dia ambil lumayan dijual bisa untuk beli rokok.
Robert masih menunggu Bu Riami keluar dari kelasnya, sebenarnya dia sudah bosan menunggu di luar.
 Akhirnya tidak berapa lama bel bunyi pelajaran Bu Riami sudah usai. Sekarang jam istirahat teman-teman pada kekantin tinggallah dia sendirian dengan wajah kusut dan cemberut tak banyak yang suka sama dia.
Harry datang baru dari kantin menuju tempat duduknya persis sebelahan dengan Robert. Ia duduk sambil menawarkan makanan siomay yang ada di tangannya. Secepat kilat Robert menyambarnya, kelihatnnya dia lapar.
"Biasa saja Bro, sepertinya dirimu lapar," ujar Harry  sambil menhenyakkan pantatnya di kursi tepat sebelahan dengan Robert.
"Nanti pulang sekolah kita nongkrong ya tempat biasa."
"Ok, jangan lupa jatahku ya, kamu siapkan."
"Itu mah kecil mau berapa batang samamu."
"Tidak usah banyak-banyak se bungkus saja, aku mau rokok filter ya!"
"Siap bro, yang penting temani aku di warung Mak Juriah. Aku malas pulang ke rumah, sepi orang tuaku paling jam sepuluh baru sampai di rumah."
"Apakah setiap hari memang seperti itu."
"Kecuali Sabtu dan Minggu, tapi itu juga kadang lembur dan keluar kota."
"Sebegitu menyedihkan dirimu ya, kalau aku mah terbalik, di rumah ramai terus, adikku masih ada 3 lagi, paling kecil umur 3 tahun. Kalau aku di rumah, emak pasti terus-menerus menyuruh aku jaga adik. Kadang aku malas dan cape."
"Tapi kan setidaknya di rumah ramai, tidak seperti aku kesepian hanya ditemani Bibi Aisa."
Tak berapa lama bel istirahat bunyi, pelajaran Bahasa Inggris berikutnya. Guru Bahasa Inggris sama juga galaknya dengan guru Bahasa Indonesia. Bu Dini Budiyanti tak segan-segan menghukum anak-anak bila salah apalagi melawan bisa-bisa kena tampar.
"Bu Dini belum datang ya, padahal aku sudah telat 5 menit"ujar Clarisa baru datang dari kantin.
"Syukurlah Clarisa, Bu Dini tidak datang PRku belum selesai aku kerjakan," kata Ananda teman sebangkunya. Mereka duduk tidak jauh dari Robert dan Harry bersebelahan.
Robert merasa senang bila tidak ada guru, apalagi dengan Bu Dini paling malas sebenarnya mengikuti pelajarannya. Guru paling reseh tidak bisa berisik padahal Robert anaknya paling tidak bisa diam, sukanya mengobrol terus bareng Harry. Setengah jam sudah berlalu Robert sudah beraksi jalan ke sana ke mari, mengganggu teman-temannya bahkan tak segan-segan mengambil peralatan perlengkapan sekolah milik temannya. Sambil jalan tangannya iseng saja mengambil pulpen, stabilo, pensil dll yang tergeletak di meja. Merasa punya sendiri saja. Masa bodoh yang penting hatiku senang. Tak berapa lama Tifani menjerit.
"Robert ... kembalikan pulpenku, dasar clepto!" Tifanni marah banget wajahnya sudah seperti kepiting rebus. Di antara teman-teman perempuan Tifani paling berani melawan Robert karena dia sudah sabuk hijau di tekwondo. Kamu kebiasaan ya, saya tidak terima. Itu hadiah dari mamaku, belinya jauh di Singapura. Rata-rata yang sekolah SMA Kusuma Bangsa adalah anak orang berada, paling dekat mainnya Singapur, selebihnya Eropa.
"Pinjam, aku hanya ambil sebentar."
"Busuk lo, pinjam alias nyuri. Aku kan sudah kenal kamu dari kelas sepuluh." Tifani kesal sampai-sampai ingin smakdown.
"Ini. Pelit banget sih."
"Nanti aku beli sepuluh deh seperti itu."
"Tidak mau, sudah beda itu, ini pemberian mama kusayang,"sambil Tifani pegang pulpen kesayangannya.
Dua jam telah berlalu, Bu Dini tak kunjung datang tapi tugas sudah dikasih guru piket. Anak-anak sebagian mengerjakan karena pesannya harus dikumpulkan. Robert sama Harry setengah jam lalu sudah kabur dan pergi ke lantai 4 , kebetulan kelas X ada di lantai 4. Mereka berdua mengintip dari jendela tiap-tiap kelas cewek mana yang paling cantik. Robert seperti biasa tebar pesona, tampang sih oke walaupun dia nakal dan punya prestasi di bidang futsal. Badannya sangat sempurna, atletis, wajahnya bak patung Romawi, hindungnya seperti dipahat dan potongan rambutnya cepak menambah ketampanannya. Cuma kekurangannya tuh suka jahil. Apalagi bila olah raga ganti baju kebetulan baju seragam anak-anak hanya samperin di kursi , Â jika perpustakaan, ruang lab komputer buka sepatu. Nah bila ada baju, sepatu yang hilang Robertlah pelakunya. Jam terakhir pun tiba, pelajaran komputer. Ruang labnya lantai dasar. Gurunya kadang tidak mengabsen anak-anak sehingga Robert punya kesempatan cabut atau pulang duluan.
"Bro kita pulang saja, aku sudah bosan di sini." Ujar Robert sambil membereskan buku-bukunya dan tasnya di simpan di laci mejanya. Harry juga ikut-ikutan. Mereka berjalan dengan santai, kartu izin keluar sudah mereka gandakan, kebetulan sudah mereka copy kemarin. Aslinya mereka curi di meja piket ketika guru piket ke kamar mandi.
Dengan santainya mereka berjalan menuju pintu utama. Satpam yang jaga Pak Rahmat tergolong tegas.
"Pak kami izin pulang, ini surat izinnya.
"Kenapa pulang?"
"Harry sakit perut Pak, mulas dari tadi," ujar Robert.
Harry pura-pura meringis, wajahnya yang tirus, badannya yang kerempeng membuat kepura-puraannya hampir saja diizinkan Satpam Rahmat. Tapi Pak Rahmat tidak semudah itu percaya karena Robert sudah terkenal dengan kenakalannya.
"Sebentar saya telepon dulu guru piketnya. Sini handponemu biar saya telepon guru piket. Pulsaku lagi habis paketannya."
"yah, Bapak tak percaya, teman saya sudah sekarat nih." Sambil menunjukkan si Harry yang tambah berpura-pura meringis dan merintih menahan sakit.
"Aduh Pak Rahmat taambah sakit nih, mules banget, melilit," Harry tetap mempertahankan perannya sepertinya cocok jadi main sinetron.
"Sini handponenya!"Pak Rahmat sudah memasang wajah seramnya, apalagi melihat kumisnya yang tebal jika marah naik satu centimeter. Begitulah kira-kira dan wajahnya juga sangar.
Mau tak mau akhirhya Robert memberikan handponenya Alamak bakalan panjang urusannya ini.
"Halo Bu Diah, apakah benar Robert dan Harry izin pulang."
"Iya Pak, halo, sebentar saya cek dulu buku piket. Bu Diah sambil cek buku piket dan mengingat-ingat siapa saja yang sudah izin. Ternyata nama mereka berdua tidak ada, kemudian di cek ke ruang lab komputer.
"Pak Romi, apakah Robert dan Harry ada izin?" Bu Diah sudah ngos-ngosan ditambah lagi menahan amarah.
"Tarik napas dulu Bu Diah," ujar Pak Romi sambil menatap wajah Bu Diah yang cantik, wajahnya yang oval rambutnya bergelombang di tambah postur tubuhnya yang aduhai sangat cocok dia memakai rok sepan itu.
"Bagaimana Pak Romi, mereka ada izinkah?"
"Dari tadi mereka berdua tidak ada di sini, ini baru mau saya telepon Bu Diah menanyakan keberadaan mereka."
"Benar- benar anak nakal ya! Saya permisi dulu Pak Romi menjemput mereka di pos satpam.
"Silahkan Bu Diah, hukum saja seberat-beratnya biarpun dia anak orang berada. Gayanya sudah seperti yang punya yayasan."
Bu Diah menjemput mereka dan menyerahkannya ke ruangan BP. Guru BP langsung menelepon orang tuanya, menyuruh mereka hadir besok untuk menjelaskan tingkat kenakalan anaknya di sekolah. Bu Rinjani Rupea adalah guru BP yang sangat galak dan tegas, dia bila memproses anak langsung jera. Ini terakhil kalinya kesempatan Robert. Bila melakukan kesalahan lagi. Surat pindah dari sekolah melayang.
Keesokan harinya orang tua kedua anak itu Robert dan Harry mengahadap guru BP.
"Silahkan masuk Bu. Silahkan duduk di sini saja." Bu Rinjani menyilahkan duduk kedua orang tua itu, di kursi tamu ruang BP.
Kedua orang tua Robert dan Harry serta anaknya sudah duduk mengahadap Bu Rinjani.
"Mohon maaf telah mengundang Bapak/Ibu karena kesalahan yang sudah diperbuat kedua anak kita. Dan ini pelanggaran yang kedua kalinya terulang lagi. Sekali lagi menulang kesalahan kami menyarankan anak --anak ini segera pindah dari sekolah ini."
"Baik Bu, kami terima konsekuensi dari kelakuan anak kami. Kami minta maaf sebesar-besarnya."
"Beberapa poin laporan kelakuan Robert bahkan guru juga ada korban kenakalannya. Saya harap kedepannya Robert ada perubahan. Ini terakhir kali peringatan buat Robert."
Setelah selesai pembinaan di ruang BP, orag tua Robert dengan wajah kusut keluar dari ruangan menuju mobil langsung pulang. Robert berjalan gontai menelusuri jalan menuju parkiran dengan wajah menunduk hatinya sedang risau bakalan terjadi perang lagi malam ini di rumah.
Keesokan harinya Robert mangkal di warung tempat mereka nongkrong, beberapa orang temannya sudah pada istirahat sambil merokok dengan santainya. Harry juga sudah ada di warung itu sambil membaca pesan handponenya.
"Hai Bro, sudah lama sampaikah?" Robert memegang pundak Harry.
"Baru sampai. Ada wa dari Rangga katanya ada tauran  di pinngir tol dekat sekolahannya. Kita diajak. Bagaimana kamu maukah?" Harry memandang Robert agar mau ke tempat tauran.
"Maaf Bro, kali ini aku tidak bisa ikut tadi malam habis sidang di rumah."
"Aku mah masuk kanan keluar kiri Bro," Harry masih mempengaruhi Robert.
"Setidaknya hari ini aku mendengar mereka Bro, salam saja sama Rangga ya! Bye aku pergi duluan. Hati-hati ya!" Robert sambil menyalakan motornya pergi ke sekolah. Mentari sudah tinggi pertanda Robert terlambat lagi.
Tidak berapa lama Rangga datang menghampiri Harry, dia sudah membawa alat benda tajam seperti clurit.
"Jalan Bro, mereka sudah jalan duluan."Rangga segera menjalankan motornya dan Harry diboncengnya.
 Tak berapa lama mereka sudah sampai di tujuan, sudah ramai sudah saling lempar-lemparan. Motor diparkir di pinngir jalan. Entah apa asal muasalnya sehingga mereka tauran. SMA BUNDA KASIH dan SMK TERATAI. Kira-kira ada 30 orang baku hantam tak lupa juga benda tajam tadi.
Karena arena itu sepi jarang kenderaan lewat tak berapa lama Harry kena tusukan benda tajam, beberapa kali di dada dan perutnya, teriakannya menyayat hati hingga ajal menjemputnya. Tak berapa lama mereka menyadari ada korban, semua pada kabur mencari aman. Dari kejauhan suara sirene polisi datang, sebagian mereka dapat menangkapnya. Kejadian itu segera tersebar karena ada teman mereka siaran langsung di Instagram.
"Robert coba lihat bukankah ini Harry, teman sekelas kita," Juan sambil menunjukkan video yang sedang berlangsung.
 "Waduh Harry kenapa engkau nekat?" Robert tak sadar teriak sehingga teman-teman sekelas mereka penasaran. Akhirnya semua sekolah jadi tahu kabar itu. Dan orang tua Harry juga dikabari. Duka menyelimuti sekolah SMA KUSUMA BANGSA.
Robert merenungi kelakuannya selama ini. Dia lebih banyak menyusahkan hati semua teman-temannya terutama orang tuanya. Dia tidak mau mati sia-sia. Dia ingin bertekad  berobah ke arah yang lebih baik.
"Robert! Tidak salah nih kamu sudah ada di sekolah jam segini," ujar Siska sang juara kelas.
"Aku juga ingin seperti kamu Sis, bisa meraih rangking pertama."
"Bolehkah aku belajar bareng denganmu sepulang sekolah," Robert memandang wajah Siska sambil tersenyum dengan manis.
Siska memang dari awal senang banget kepada Robert merasa hatinya berbunga-bunga.
Perubahan Robert ke arah lebih baik membuat guru-guru heran. Ternyata Robert bisa diandalkan. Bahkan kedua orang tuanya heran anak mereka sudah jarang main ke tempat tongkrongan.
Sekian dulu Ya
Lesterina Purba
Bekasi, 29082020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H