Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ayah, Ada Balon di Kakiku

18 April 2020   06:39 Diperbarui: 18 April 2020   06:38 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tahan ya Sayangku...tahan ya. Sebentar lagi kita sampai," ucap Ayah Calvin lembut, lembut sekali.

"Ayah jangan pergi lagi," rintih Silvi.

"Nggak, Sayang. Ayah selalu di sini, temani Silvi."

Beberapa kali mengurus anggota keluarga yang sakit, beberapa kali melihat kematian, tak pernah Ayah Calvin menangis. Ia baru meneteskan air mata malam ini. Air mata seorang ayah jatuh karena balon di kaki sang putri.

Kemacetan parah merintangi mereka di jalan dekat rumah sakit. Polisi berseragam hijau susah payah mengatur kesemrawutan. Kendaraan berlomba membunyikan klakson.

"Manda, rumah sakit tidak jauh lagi. Biar aku yang turun dan membawa Silvi..."

"Jangan, Calvin. Jalanan padat sekali. Bisa berbahaya. Aku takut kamu..."

Kata-katanya menggantung. Terlalu besar harga dirinya untuk mengungkapkan rasa takut kehilangan Ayah Calvin.

Macet tak berujung. Frustasi, Ayah Calvin nekat turun dari mobil. Ia berlari sambil menggendong Silvi. Bunda Manda menutup mata sejenak. Bersandar layu di sandaran kursi.

Lihatlah, Ayah Calvin menampakkan cinta setulus hati untuk Silvi. Pria dengan tinggi dan bobot tubuh ideal itu berlari menembus kemacetan, menghiraukan makian pengguna jalan demi putrinya. Mengapa hingga kini Bunda Manda masih meragu?

Ternyata kaki lebih cepat dari mobil. Ayah Calvin tiba sepuluh menit lebih cepat dari Bunda Manda. Wanita cantik itu baru saja memarkirkan mobil sewaktu Silvi dibawa ke UGD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun