Tak ada jawaban. Terdengar helaan nafas satu-satu. Ayah Calvin mendekat. Ia bungkukkan tubuh hingga wajahnya sejajar dengan seraut wajah mendung kanak-kanak itu.
"Ayah, ada balon di kakiku." Silvi meratap. Melesakkan hidungnya ke dada Ayah Calvin.
Semula Ayah Calvin berspekulasi bila putrinya tengah berimajinasi. Dia sangat memahami anak-anak. Atau bisa saja Silvi baru saja menonton film kartun. Namun, aneh rasanya mendengar anak meratap setelah menonton kartun.
"Balon?" ulang Ayah Calvin tak paham.
Tangis Silvi pecah. Ada yang tak beres. Jari-jari lentik Ayah Calvin meraba tubuh anaknya. Terkesiap merasakan dahi Silvi panas. Tangannya turun perlahan. Mengecek leher, punggung tangan, perut, dan...
"Ya, Tuhan. Manda, lihat."
Bunda Manda memekik tertahan. Dua pasang mata melebar ketakutan mendapati balon besar merah di kaki kiri Silvi.
"Kenapa bisa begini, Nak? Kamu kenapa?" Bunda Manda setengah berteriak.
Pertanyaannya sekarang bukanlah kenapa, tetapi bagaimana. Bagaimana mengobati infeksi? Sudah jelas luka Silvi terinfeksi parah.
Tubuh sintal Bunda Manda merosot ke lantai. Pipinya basah. Dari mana ia mendapatkan uang untuk pengobatan Silvi? Simpanan uangnya habis untuk pesta ulang tahun dan beberapa printilan upacara kematian. Uang untuk pesanan katering beberapa hari ke belakang belum dibayarkan.
"Kaupikir aku tidak menyiapkan apa-apa untukmu dan Silvi? Wait..." ujar Ayah Calvin, merogoh saku jasnya.