Ponsel berlogo apel tergigit dikeluarkan. Dengan wajah tegang, Ayah Calvin menelepon dokter pribadinya. Keberuntungan belum berpihak. Sang dokter pergi selama seminggu untuk simposium.
Tak ada jalan lain. Kedua lengan Ayah Calvin merengkuh Silvi. Menggendongnya ke mobil. Bunda Manda mengekori mereka.
Saat Ayah Calvin hendak membaringkan Silvi di tempat duduk belakang, anak itu memberontak. Dia merapatkan tubuh di dada sang ayah.
"Aku mau Ayah! Aku mau Ayah! Aku mau Ayaaaah!"
Sulit sekali memisahkan Silvi dan Ayah Calvin. Dia meronta ketika pria oriental itu akan menurunkannya. Bagaimana ini? Menyetir mobil sambil memangku anak bukan ide bagus.
"Manda, bisakah kau...?" Penuh harap Ayah Calvin melirik Bunda Manda.
Kode segera ditanggapi. Kunci mobil berpindah tangan. Jadilah sekarang Bunda Manda duduk di bangku pengemudi.
Jok mobil bergetar. Mesin distarter. Bunda Manda mulai menyetir dengan canggung. BMW silver itu berjalan selambat siput menuju jalan raya. Hitungan tahun berlalu sejak terakhir kali alumnus Psikologi UI itu membawa mobil. Terlebih, mobil Ayah Calvin masuk kategori automatic bukannya manual.
Ruas jalan dipadati kendaraan. Bunda Manda berkendara dengan kikuk di tengah ramainya lalu lintas. Begitu gugupnya, tak sengaja ia menghidupkan tombol audioplayer. Lagu mengalun sendu.
Tak bisa ku terima
Kau tinggalkanku
Saat ku butuh kamu
Apa tak kau rasakan
Betapa hancur
Hidupku tanpa kamu
Aku terlanjur ...
Terlalu ...
Bergantung padamu