Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ayah, Ada Balon di Kakiku

18 April 2020   06:39 Diperbarui: 18 April 2020   06:38 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ponsel berlogo apel tergigit dikeluarkan. Dengan wajah tegang, Ayah Calvin menelepon dokter pribadinya. Keberuntungan belum berpihak. Sang dokter pergi selama seminggu untuk simposium.

Tak ada jalan lain. Kedua lengan Ayah Calvin merengkuh Silvi. Menggendongnya ke mobil. Bunda Manda mengekori mereka.

Saat Ayah Calvin hendak membaringkan Silvi di tempat duduk belakang, anak itu memberontak. Dia merapatkan tubuh di dada sang ayah.

"Aku mau Ayah! Aku mau Ayah! Aku mau Ayaaaah!"

Sulit sekali memisahkan Silvi dan Ayah Calvin. Dia meronta ketika pria oriental itu akan menurunkannya. Bagaimana ini? Menyetir mobil sambil memangku anak bukan ide bagus.

"Manda, bisakah kau...?" Penuh harap Ayah Calvin melirik Bunda Manda.

Kode segera ditanggapi. Kunci mobil berpindah tangan. Jadilah sekarang Bunda Manda duduk di bangku pengemudi.

Jok mobil bergetar. Mesin distarter. Bunda Manda mulai menyetir dengan canggung. BMW silver itu berjalan selambat siput menuju jalan raya. Hitungan tahun berlalu sejak terakhir kali alumnus Psikologi UI itu membawa mobil. Terlebih, mobil Ayah Calvin masuk kategori automatic bukannya manual.

Ruas jalan dipadati kendaraan. Bunda Manda berkendara dengan kikuk di tengah ramainya lalu lintas. Begitu gugupnya, tak sengaja ia menghidupkan tombol audioplayer. Lagu mengalun sendu.

Tak bisa ku terima
Kau tinggalkanku
Saat ku butuh kamu
Apa tak kau rasakan
Betapa hancur
Hidupku tanpa kamu

Aku terlanjur ...
Terlalu ...
Bergantung padamu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun