Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Patah Hati Seorang Ayah

15 April 2020   06:00 Diperbarui: 15 April 2020   06:03 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Karena berlian jenis batu mulia yang memerlukan waktu jutaan tahun untuk terbentuk. Perut bumi menempanya. Walau berlian tidak selangka ruby atau zamrud, De Beers berhasil meyakinkan betapa langkanya batu mulia ini lewat monopolinya atas tambang berlian pertama di Afrika Selatan."

Sejarah berlian? Ayah Calvin tersenyum sedih. Ternyata Nanda berusaha memikat Bunda Manda lewat pengetahuannya tentang sejarah berlian. Seakan tak mau kalah Barki pamer kesombongan.

"Berlian satu-satunya bentuk investasi yang tahan krisis. Jangan khawatir, Manda. Berlian dari tempat kami tersertifikasi GIA dan bukan berlian sintetis. Benda semahal ini jelas takkan mampu dibeli orang yang hanya punya satu gerai supermarket."

Barki tersenyum mengejek ke arah Ayah Calvin. Membuat si objek pembicaraan mengepalkan tangan. Kalau saja tak ada Silvi di dekat sini, takkan ragu Ayah Calvin memberi pelajaran pada si sulung Mueler yang arogan ini.

Tanpa komando, Barki melangkah maju. Ia berdiri di depan pintu BMW milik Ayah Calvin. Dipanggilnya Silvi. Katanya, dia membawa seuntai kalung berlian untuk gadis kecil itu.

"Silvi tidak boleh memakai perhiasan ke sekolah." Cegah Ayah Calvin dingin.

"Wah, wah, wah..." Barki menepukkan kedua tangan.

"Masih layakkah ucapan seorang ayah yang meninggalkan anaknya untuk didengarkan?"

Pembuluh darah Ayah Calvin berdenyar. Siapa Barki ini? Enak saja mengungkit kesalahannya. Ayah Calvin tak punya pilihan waktu itu, benar-benar tak punya pilihan.

Sadar situasi bertambah runyam, Bunda Manda menggamit lengan Nanda. Mengisyaratkannya untuk menaikkan boks katering ke mobil. Nanda menurut. Lihatlah, Nanda sungguh sayang pada Bunda Manda. Mana mau dia membawa mobil demi seorang wanita?

"Biar aku saja yang mengantarmu, Manda." Pinta Ayah Calvin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun